The Extraordinary Rector[1]
Oleh:
Muhammad Zain[2]
Suatu hari, saya
berkunjung ke UIN Maliki Malang. Setelah shalat dzuhur di kampus, saya diajak
Prof Imam Suprayogo untuk melihat lokasi kampus II. Lokasinya tidak jauh dari
kampus yang sekarang. Lokasi kampus II tersebut sekitar 100 hektar. Konon, pemilik tanahnya sekitar 450 orang. Lokasinya
sangat strategis dan sudah ditanami kopi, tebu, dan pohon sengon.
Ada juga beberapa sapi yang sedang proses penggemukan. Dari ketinggian lokasi tersebut, kita memandang kota Malang sepertinya kita sedang menikmati pemandangan kota Marakesy, Maroko. Setelah itu, kami diajak berkeliling lagi melihat pembangunan gedung perkuliahan Program Pascasarjana UIN Maliki Malang yang pembangunannya sudah selesai sekitar 35%.
Ada juga beberapa sapi yang sedang proses penggemukan. Dari ketinggian lokasi tersebut, kita memandang kota Malang sepertinya kita sedang menikmati pemandangan kota Marakesy, Maroko. Setelah itu, kami diajak berkeliling lagi melihat pembangunan gedung perkuliahan Program Pascasarjana UIN Maliki Malang yang pembangunannya sudah selesai sekitar 35%.
Cerita singkat di atas
adalah satu di antara sekian banyak kisah atau tesmoni yang menggambarkan sosok
Prof. Imam Suprayogo sebagai seorang penggebrak. Ia memiliki talenta sebagai “leverage”; seorang pengungkit. Beliau
dikenal sebagai seorang yang sangat
berpengaruh. Bahkan sangat boleh jadi beliau bisa dijuluki sebagai “entrepreneur
sejati”. Menurut Pak Dr (HC) Ir. Ciputra, ciri seorang innovative entrepreneur ada tiga. Yakni: (a) opportunity creator ( pencipta peluang)—berani berpikir out of the box; (b) innovator (innovator);
(c) calculated risk taker ( pengambil
resiko terukur). Entrepreneur adalah mereka memiliki kreativitas dan mampu
menciptakan inovasi-inovasi baru.[3]
Saya kira Prof. Imam memiliki tiga karakter ini. Coba kita bayangkan, di
lingkungan Kementerian Agama RI, Universitas Islam Negeri Maliki Malang,
dulunya hanyalah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri. Itupun, dulunya hanyalah
sebagai filial IAIN Sunan Ampel Surabaya. Oleh Prof Imam, STAIN Malang yang
kecil dan tidak dikenal itu disulap menjadi Universitas Islam Negeri. Ini
sebuah lompatan yang luar biasa, yang sepanjang pengetahuan saya belum ada
perguruan tinggi yang bisa mengikutinya.
Prof Imam—demikian kami
menyapa beliau—adalah seorang yang berani bermimpi, dan memiliki kemampuan
untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. Beliau dapat menciptakan masa depan. Karena
tak seorangpun yang dapat memprediksi masa depan. Kata orang bijak, masa depan
adalah zona yang paling nyaman untuk bermimpi.
Kampus adalah zona
nyaman untuk menciptakan dan mambangun karakter bangsa. Di UIN Malang memiliki
kekhasan tersendiri. Kalau kita berjalan-jalan mengitari kampus, maka kita
dihadapkan dengan fenomena yang sangat menarik. Yakni hampir seluruh civitas
akademikanya bersikap layaknya seorang santri. Duduk atau berdiri seraya
membungkukkan badan pertanda penghormatan kepada dosen atau pimpinan perguruan
tinggi. Baik itu satpam, atau para mahasiswanya. Semuanya memiliki sikap yang
sama. Pemandangan seperti ini tentu kita sudah sulit ditemukan di kampus-kampus
yang lain. Bahkan ada yang berjabat tangan sambil cium tangan sebagai tanda
penghormatan kepada guru atau dosen. Sikap mereka reflektif. Memang UIN Maliki
malang terkenal dengan kampus Universitas Islam yang kental dengan suasana
santri.
Suasana santri ini
didukung oleh berdirinya Ma’had ‘Aly Sunan Ampel. Di sana tempat yang subur
untuk menggembleng mahasiswa layaknya santri di pondok pesantren. Semua
mahasiswa baru harus mengikuti program Ma’had ‘Aly yang dibimbing oleh Kyai,
ustaz/ustazah, musyrif/musyrifah. Mereka hidup dengan disiplin tinggi dengan
peraturan Ma’had. Ada jam-jam tertentu untuk bertamu. Ada pemisahan antara blok
mahasiswa dengan blok mahasiswi. Mahasiswa harus mengikuti shalat tahajjud,
do’a bersama, sema’an al-Qur’an, dan lain-lain. Mereka juga difasilitasi dengan
wi-fi, sehingga setiap mahasiswa dapat mengakses informasi dari dunia maya.
Mungkin karena program Ma’had ‘Aly inilah sehingga mutu lulusan UIN Maliki
Malang sangat prestisius. Ada alumni Program Studi Kimia lulus dengan predikat cum laude, dan hafal al-Qur’an 30 juz.
Ada lagi mahasiswa yang menulis skripsi dengan 7 bahasa resmi dunia. Dan
sejumlah prestasi akademik lainnya yang mencengangkan.
Prof Imam Suprayogo, orangnya hangat. Kalau beliau
kebetulan ke kantor Kementerian Agama RI tentu dengan sejumlah agenda untuk
bertemu dengan para petinggi kementerian. Beliau selalu saja “bergerilya” untuk
memasuki semua Subdit di Direktorat Pendidikan Tinggi untuk menyalami
pegawainya satu per-satu. Ini wujud kerendahan hati seorang pejabat. Beliau
juga dengan sangat bersemangat membawa sejumlah proposal dan atau master plan pembangunan kampus UIN
Maliki Malang. Proposal tebal dan berat itu, dibawanya ke mana-mana. Beliau
biasanya dengan sangat bersemangat menjelaskan isi dan visi proposal tersebut.
Tentu dengan orang yang tepat, nyambung, dan dapat memehami visi beliau.
Kalau saya bertemu, beliau
biasa menyapa saya dengan gelar: “Bapak Kepala”. Sambil menambahi kalimat; “sampean
ini orangnya kecil tapi otaknya besar seperti pak JK ( Jusuf Kalla)”.
Beliau juga kalau
mengkritik seseorang tanpa tedeng
aling-aling. Bisa dengan memuji seseorang setinggi langit, tapi pada saat
yang sama orang tersebut dapat “diterobos” dengan kritiknya yang sangat tajam.
Sepertinya langit mau runtuh saja, kalau dikritik oleh Prof. Imam. Meskipun
demikian, orang yang mendapat kritik tidak tersinggung. Mungkin karena beliau
menyampaikan kritik dengan ketulusan hati beliau.
Saya ingat Noam Chomsky.
Ia adalah seorang professor bidang filsafat bahasa dan etika yang sangat
disegani. Bahkan ia dijuluki sebagai filosof abad ke- 21. Kalau Noam Chomsky bicara
dalam sebuah seminar, orang berjubel dan sangat antusias untuk mendengarkannya.
Ada seorang wartawan yang bertanya, mengapa kata-kata Noam Chomsky begitu
ditunggu-tunggu dan menginspirasi jutaan penduduk dunia. Dengan enteng, ia
menjawab: karena saya mengatakan sesuatu yang dirasakan oleh orang-orang di
seluruh dunia. Ia mengatakan apa adanya[4].
Prof Imam
Suprayogo—demikianlah karakternya. Mengatakan apa yang dipikirkannya. Dan
melaksanakan apa yang telah dan sedang digagasnya. Ia memiliki kecerdasan mengeksekusi
sesuatu sebagaimana digagas oleh Steven M.R. Covey dalam bukunya The
Speed of Trust,the One Thing That Changes
Everything, (2006).
Saya baru mengenal
sosok Prof Imam Suprayogo dengan sosoknya yang utuh pada buku Imam al-Jami’ah Narasi Indah Perjalanan
Hidup & Pemikiran Prof. Dr. H. Imam Suprayogo yang ditulis H.R.
Taufiqurrohman ( 2010). Sosok Prof Imam yang humanis rupanya diwarisi dari
orang tuanya, seorang Kyai kampung. Orang tuanya yang dapat mempekerjakan orang
gila untuk mengusir burung pipit dari padi yang sedang menguning. Betapa
dahsyatnya dan menggetarkan kisah beliau ini. Orang gila saja masih dapat
diajaknya untuk bekerja. Saya termenung, betapa hebatnya Professor yang satu
ini. Saya terkadang tertegun sendiri kalau mendengar atau membaca seorang seorang
pemimpin yang terpaksa memecat bawahannya.
Bagi Prof Imam, orang
gilapun masih manfaat baginya. Luar biasa. Sudah banyak buku dan literatur yang
dibaca, rasanya baru kali ini saya mendapatkan kisah nyata yang begitu
menghentak.
Beliau tidak pernah mengambil
tunjangan jabatan rektornya selama beliau menjadi pimpinan di UIN Maliki
Malang. Beliau sudah menjabat empat periode. Ini sesuatu tidak lazim di era sekarang.
Beliau juga sudah
berkali-kali mendapat hadiah atau penghargaan MURI, di antaranya karena menulis
artikel setiap shubuh hari selama 3 tahun berturut-turut tanpa henti. Kalau tidak
keliru keseluruhan jumlah artikel yang sudah ditulisnya sebanyak 4.076. Hal
seperti ini juga tidak lazim, dan hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki
energi yang melimpah. Rutinitas seperti ini hanya bisa dikerjakan oleh orang
yang mengerti “kehidupan”. Prof Imam memang seorang “The Extraordinary Rector”. Prof Imam adalah seorang yang luar
biasa.
Selamat berulang tahun
yang ke-60. Semoga Allah Swt memberkahi hidup dan kehidupan Prof Imam Suprayogo
dan keluarga. Sekali lagi, selamat dan sukses untuk The Extraordinary Rector. Amin.
Jakarta, Desember 2011
Mz
[1]
Tulisan ini dimaksudkan sebagai bentuk kesyukuran tiada akhir untuk peringatan
60 tahun bagi Prof Dr. H. Imam Suprayogo.
[2]Adalah
Kepala Subdirektorat Pengembangan Akademik, DIKTIS, Ditjen Pendidikan Islam,
Kementerian Agama RI.
[3]Dr.
(HC) Ir. Ciputra, Antonius Tanan, Agung Waluyo, Ciputra Quantum Leap 2 Kenapa & Bagaimana? Entrepreneuship Mengubah
Masa Depan Bangsa dan Masa Depan Anda, (Jakarta: Kompas Gramedia, 2011),
55-56.
[4]Justiani
( Liem Siok Lan) “Kata Pengantar”, dalam David Barsamian dan Liem Siok Land, Menembus Batas (Beyond Boundaries) Damai
untuk Semesta (Jakarta: Yayasan Obor, 2008).
3 komentar:
subhanallah.. semoga masih banyak pemimpin seperti beliau.. cerita ini sangat menginspirasi saya untuk menjadi lebih baik dalam berbuat.. terima kasih pak Zain.. :)
Semoga kita menjadi bagian dari anak bangsa yang dapat berbuat lebih banyak agar bangsa ini dapat "tumbuh" menjadi bangsa yang besar dan bermartabat. Salam
masyaallah.. artikel ini menjadi inspirasi buat saya untuk menjadi lebih baik dalam berbuat.
Posting Komentar