Gallery

Senin, 30 Juli 2018

Selamatkan Manuskrip!

Adalah Imam Jalaluddin al- Suyuthy yang menemukan catatan bahwa ternyata al- Raghib al- Ashfahany bukanlah seorang muktazilah. Inilah pentingnya mencermati catatan-catatan yang tercantum pada sampul buku--'ala dzahr al- kitab. Demikian pentingnya informasi manuskrip tersebut. Filosof- saintis al- Biruni kesulitan dan menghabiskan banyak sekali waktu untuk mencari sebuah manuskrip, yakni kitab Sifr al- Asrar, misteri angka nol. Dan ulama- ulama lainnya juga mengalami hal yang sama. Perburuan naskah, manuskrip Ibn Rusyd. Karya- karya Ibnu Bajjah di koleksi Oxford University, dst. Demikian catatan Franz Rosental dalam bukunya The Technique and Approach from Muslim Scholarship, 1975. Manuskrip menyimpan memori intelektual suatu bangsa. Bangsa yang besar adalah mereka yang merawat dan melestarikan catatan dan kekayaan intelektualnya. Orang barat yang belajar filsafat akan selalu memulainya dengan materi filsafat Yunani Kuno. Mereka akan mengkaji filsafat Socrates, Plato dan Aristoteles. Konon, manuskrip karya- karya Aristoteles dalam bahasa Yunani asli masih bisa dibaca hingga sekarang ini. Masih tersimpan rapi di perpustakaan di barat. Bangsa yang memiliki masa lalu, merekalah yang memiliki masa depan. Belajar manuskrip ibarat menarik anak panah dari busurnya, semakin ke belakang, maka semakin melesat anak panah tersebut. Mencermati sejarah masa lalu bukan berarti kita menjadi kuna dan terbelakang, tetapi bisa mengambil pelajaran dari sejarah tersebut. Belajar sejarah sangat penting untuk sebuah peradaban baru suatu bangsa. Jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah, kata Bung Karno.

Perpus Kraton Yogya

Pada suatu pagi, Tanggal 7 juli 2018, saya berkunjung ke Perpustakaan Widya Budaya Kraton Yogyakarta. Tidak banyak yang tahu bahwa di dalam Kraton Yogya terdapat perpustakaan yang menyimpan banyak manuskrip. Saya bertanya dua kali, baru bertemu perpustakaan Sultan Yogyakarta tersebut. Selama ini, Museum Sono Budoyo yang terkenal dan bangunannya relatif megah, tepat di depan Alun- Alun Yogyakarta. Pada pintu masuk perpustakaan ada tulisan: no entrance, dilarang masuk. Ternyata di balik pintu tersebut ada sebuah bangunan yang cukup tinggi, sederhana, tanpa tanda- tanda bahwa di balik temboknya yang kokoh tersimpan ratusan manuskrip dan buku- buku sejarah kesultanan Yogyakarta berikut beberapa katalognya. Saya bertemu dengan pak Candra dan KRTPurwodiningrat. Pak Candra adalah pegawai yang pernah melanglang buana di Jakarta. Ia bercerita bahwa sudah pernah 20 tahun merasakan sumpeknya kota Jakarta. Ia pada akhirnya memilih mengabdi di perpustakaan Kraton Yogyakarta. KRT Purwodiningrat adalah pensiunan pegawai Balai Pustaka. Pada umurnya yang sudah senja, ia memilih untuk mengabdi dan terus melakukan transliterasi karya dan manuskrip kesultanan Yogyakarta. Ia sanggup menerjemahkan dan mengetik langsung sekitar 6 lembar perhari. Ia sedang mentransliterasi Naskah Gianti yang memuat serba- serbi kesultanan Yogyakarta. Sejarah perang, sejarah kota, semua ada di dalam naskah Gianti.