Gallery

Senin, 08 Juni 2020

Pesona Konya

Tanggal 30 Maret 2018 kami bertolak dari Cengkareng ke Istanbul dengan Turkis Airline. Perjalanan dengan jarak tempuh 10 ribu km ditempuh dengan 12 jam mengudara. Untuk melewati waktu penerbangan yang panjang ini, kami mendengarkan musik-musik Turki dengan suara emas para artisnya. Ada lagu- lagu pop disamping lagu religi. Kami sesekali menonton film-film terbaru Hollywood. Kami tiba pada jam 5 shubuh di bandara Istanbul. Kami langsung bertolak ke kota Ankara dengan naik pesawat yang sama. Kami menempuhnya dengan 1 jam perjalanan. Ankara adalah ibu kota negara Turki. Ankara adalah kota pusat pemerintahan Turki. Di Ankara inilah tempat studi dua tokoh intelektual muslim Indonesia, Prof Amin Abdullah dan Prof Komaruddin Hidayat. Di Ankara ini pula terdapat museum dan makam Mustafa Kemal Al Taturk, Bapak bangsa Turki yang masyhur itu terutama paham sekularismenya. Mustafa Kemal berkeyakinan bahwa Turki bisa maju dengan sekularisme. Khilafah Islamiyah tidak bisa lagi diandalkan untuk membangun peradaban modern. Ottoman Empire sudah tamat dan berakhir. Untuk sementara, kami tangguhkan menikmati kota Istanbul masyhur itu. Kota Istanbul sudah lama menjadi destinasi wisata dunia. Istanbul adalah kota yang eksotik. Istanbul sangat indah memesona, kata orang yang telah mengunjunginya. Ada banyak situs sejarah yang menjadi kunjungan para wisatawan mancanegara. Ada istana Topkapi, Aya Sophia, Nemrut, Selat dan jembatan Bosporus, Masjid Sulaiman/Blue Mosque, dst. Selanjutnya kami naik kereta api cepat ke kota Konya. Konya adalah salah satu destinasi wisata religi dunia. Di Konya inilah terdapat makam Maulana Jalaluddin Rumi, dan gurunya Syamsuddin Tabriz. Tentang makam Tabriz terdapat perbedaan pendapat, ada yang mengatakan bahwa makam beliau ada juga di Iran. Dan ada juga yang memercayai bahwa makam di Konya itulah kuburan asli beliau. Di Iran ada kota Syams Tabriz, perbatasan Iran dan Turki. Dalam buku Eliv Syafak, 40 Aturan Cinta, Forty Roles of Love. Dalam bahasa Turki, Asyk, Cinta. Bahwa Syams Tabriz dibunuh oleh persekongkolan putera Rumi dengan murid- muridnya yang cemburu kepadanya. Karena kedekatan Rumi dan Tabriz yang membuat Rumi dan anaknya semakin menjauh. Ditambah pengetahuan agama Rumi setelah perkenalannya dengan Tabriz yang semakin mistik, yang sebelumnya sangat normatif formalistik. Di sini ada perubahan orientasi keagamaan Rumi yang mengedepankan syari'at, seperti mengadakan pengajian dengan penduduk Konya, penerapan syariat Islam. Tetapi setelah perkenalannya dengan Tabriz, Jalaluddin Rumi semakin sufistik. Ada yang mengatakan bahwa malam pembunuhan Tabriz, setelah pertemuan dengan Maulana Rumi, maka Tabriz disergap dan dibunuh di tempat. Ada juga yang mengatakan bahwa Tabriz sebagai orang suci, ia menghilang secara tiba- tiba. Di Konya, klaim orang suci sangat penting secara politis. Konya, sangat menghargai Jalaluddin Rumi karena juga ada aspek ekonomi. Menurut Aisyah, penduduk asli Konya bahwa sebagian orang hari ini berziarah ke Rumi karena mencintai Rumi atau karena trend tanpa mengetahui kisah Rumi itu sendiri dan ajarannya. Lalu, aspek pemerintah sekarang ini, apakah betul- betul karena mencintai Rumi atau untuk meningkatkan devisa negara. Dalam prakteknya, ada banyak wisatawan yang datang karena betul- betul cinta Rumi. Mereka duduk khusyuk sambil berdo'a, dan bahkan tirakat di makam Maulana Rumi. Hal yang menarik adalah disiapkan sarana ibadah, shalat di area pemakaman ( Turbe) Rumi dan Tabriz. Kami beruntung karena pada tanggal 17 desember 2018 sempat mengikuti perayaan haul Rumi. Seb-i Arus, the Wedding Day, hari kematian Rumi. Ini adalah perspektif Sufi bahwa kematian itu adalah penyatuan, seperti juga pernikahan. Bahwa lepasnya ruh dari tubuh merupakan hari kembalinya atau bersatunya manusia dengan sang Khalik, Sang Pemilik ruh. Haul Rumi diupacarakan selama sebulan. Satu minggu sekitar 17 desember 2018 pertunjukan tarian Sema' pada setiap malamnya dipertontonkan. Yang sebelumnya, hanya pada setiap malam minggu. Seluruh komunitas dan pencinta Rumi dari seluruh penjuru dunia datang ke Konya. Dari golongan muda sampai tua, baik lelaki maupun perempuan. Mereka duduk di pelataran. Mereka melakukan zikir. Kadang terdengar lafaz Allahu, Allahu, Allahu! Ada perempuan yang tiba-tiba menangis. Mursyidnya membiarkan perempuan tersebut tergeletak di pahanya. Ada yang nyeletuk, kok mengunjungi tempat suci begitu. Ada juga yang menimpalinya dan berkata, lha kok berkunjung ke tempat suci, ngomongin orang. Patut dicatat bahwa Turki adalah kota peradaban terbuka. Turki memiliki Museum terbuka. Sebab, semua peradaban tua ada di Turki. Dari 11 ribu tahun sebelum masehi, bangsa nomaden yang menggunakan batu, era batu. Di sini ada kampus Babylonia, 3 ribu tahun sebelum masehi. Ketika Jengis Khan datang, pasukannya memporak-porandakan universitas tersebut. Universitas Haran di tempat ini yang merupakan universitas tertua Islam di dunia. Di sini juga tempat Ilmuan Ibnul Haitsam (al-Jabar) yang masyhur itu menjalani kuliah. Universitas Haran adalah pusat matematika dan astronomi. Wilayah ini terletak di Sang Li Urfa, berada di tenggara Turki, dekat Syiria. Kembali ke Maulana Rumi. Di sekitar makam Rumi berdiri banyak pusat kajian Rumi, baik itu diinisiasi oleh pemerintah maupun pihak swasta. Kami menonton pertunjukan tarian sufi Sema' di Mevlana Kultur Merkazi, Pusat Kebudayaan Rumi, di Konya. Sebelum pertunjukan dimulai ada key note speech oleh seorang tokoh yang tidak bersorban, tapi memakai jas. Beliau menyampaikan ajaran Rumi. Dalam ceramahnya ia menyinggung kesehatan, afiyat dan penyakit. Afiyat dan hastaleq, sehat dan sakit. Sehat dan sakit harus dimaknai dua sisi secara harfiyah dan maknawi. Secara fisik, lahir dan bathin. Secara lahir, kita tahu bersama bagaimana sakit fisik. Sehat itu juga bisa kita ketahui. Tetapi secara bathiniyah, sehat dan sakit, sakit bukan merasa perih, tetapi ketika kita tidak menemukan jalan menuju Tuhan. Ketika kita tersesat, itulah sakit. Kondisi sehat adalah fisik tidak menjadi pembatas untuk merasakan bahagia itu. Tetapi secara batiniyah, bukan pada wilayah tubuh, tetapi bahagia plesuare. Sehat itu adalah bahagia secara ruhaniyah. Dan sakit itu adalah tersesat di jalan Tuhan. Makanya kita berdoa agar Tuhan mengangkat sakit ini dengan menunjukkan jalan kebaikan menuju Tuhan. Makanya kitab Rumi dalam al matsnawi itu sebagai obat. Al- Matsnawi bisa membantu kita untuk menangkap makna al- Quran dalam kehidupan sehari- hari. Karena ayat al- Quran sangat tinggi, sedang al- Matsnawi dikemas dengan bahasa sehari- hari. Al- Matsnawi disebut juga The Quran of the Persian, Quran dalam bahasa Persia. Kota Konya juga disebut kota Cinta, Gaonun li Sehri, the City of Love, kota Cinta. Nai adalah alat musik semacam seruling--sebagaimana terjemahan Prof Hadi W.M--tetapi sesungguhnya bukan seruling. Nai adalah alat musik tiup yang berasal dari pohon Nai yang banyak tumbuh di Konya. Di sekitar makam Rumi ada souvenir sendok. Bagi Rumi, sendok, dapur adalah awal untuk masuk sufi. Bahwa seorang sufi harus bisa melayani umat. Di Konya, kami mendapat informasi tentang kehidupan ibu Aisyah, yang hidup di desa. Ia penyayang binatang seperti anjing dan kucing. Meskipun ia tidak merasa memiliki binatang peliharaannya itu. Kalau beliau mengikuti pengajian, maka anjing tersebut rela mengikuti dan menunggunya sampai ia selesai pengajian. Rata- rata tetangganya komplain karena anjing-anjing tersebut. Ia disebut Hoja, guru. Salah apa dengan anjing- anjing ini. Mereka tidak mengganggu, dan tidak pula menggonggong. Cerita adik A'isyah Sungkilang bahwa pertama kali saya berkenalan, ada dua Aisyah yang berkenalan. Dua Aisyah bertemu, adesy. Jumat berikutnya, saya ketemu lagi. Sepatu saya berdekatan. Pas keluaran bareng, eh sepatu kami berdekatan. Ada anak muda yang roti, remahannya jatuh, maka dipungutnya. Eh mengapa remahan roti itu juga dipungut. Ya bagi dia tidak berguna, tetapi bagi makhluk, atau burung masih sangat berguna, terang bu A'isyah Konya. Aisyah ini sangat mencintai dan memuliakan tamu. Musafir peverlik, menjamu tamu. Tamu ke rumah atau dari luar kota harus hezmet, melayani. Museum Rumi memiliki kamar- kamar yang memuat tahapan- tahapan sufi Rumi. Ada patung- patung yang memperlihatkan madrasah Rumi, ada juga yang memasak di dapur, ada yang menari, dan ada yang bersemedi di dekat pintu. Ada kamar kitab, alat musik, tasbih, manuskrip al- Quran, dst. Tarekat Rumi dekat dengan dapur. Logika harus didekatkan dengan logistik. Bagaimana mungkin dekat dengan Tuhan kalau perutnya keroncongan. Ini adalah pelajaran berharga berkunjung ke Konya. Bahwa untuk menjadi salikin ( pejalan menuju Tuhan) terlebih dahulu seseorang harus menyelesaikan logistiknya. Singkatnya logik bisa terbangun dengan baik jika logistik telah terpenuhi. Itulah sebabnya, bab pertama pelajaran dalam tarekat Rumi adalah penguasaan dapur dan segala peralatannya. Tentu hal ini berbeda dengan jalan tarekat yang kita kenal di nusantara. Terkadang salikin dimaknai dengan menjalani kehidupan yang serba "kere" dan kumal. Tarekat Rumi justeru dibangun di atas logika daj rasionalitas. Tidak teelihat tanda-tanda "kumal" dalam tarekat Rumi. Logistik, logik, aestetik, mistik adalah pilar utama dalam tarekat Maulawiyah. Konya, kota cinta yang selalu dirindu.

Minggu, 07 Juni 2020

Membincang Pak Lopa

Membincang Pak Lopa: Di Antara Sahabat dan Kerabat Pada tanggal 2 April 2020, di Perpustakaan Gedung MPR RI saya mengikuti bedah buku tentang Prof Baharuddin Lopa. Lopa yang Tak Terlupa, ditulis tahun 2001 oleh Alif We Onggang. Saat itu, peserta berjubel dan sulit mendapatkan kursi. Saya segera menyelinap masuk ruangan dan beruntung mendapat kursi pada deretan kedua. Tampak hadir sejumlah kerabat dan sahabat Prof Lopa. Saya lihat Prof Andi Hamzah, H. Rahmat Hasanuddin, Mba Masyitah ( puteri Lopa yang pelukis), dan seorang pejabat Kejaksaan. Saya bersyukur karena mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan uneg-uneg, meskipun saya tidak terlalu dekat dengan pak Lopa. Hal-hal yang saya sampaikan sebagai berikut: 1. Prof Lopa sebagai teks yang terus menarik untuk dibicarakan dan dikaji. Bedah Buku kali ini sebagai ajang untuk "menjaga kewarasan" bangsa. Sebab, bagi saya buku adalah anugerah Tuhan yag tak ternilai harganya, teman setia, dan penjaga kewarasan bangsa. 2. Buku dengan judul Lopa yang tak terlupa, ditulis tahun 2001 karya Alif We Onggang hadir timely, tepat waktu. Kita –terutama para birokrat—bisa tahan godaan karena sering membaca buku-buku tentang Prof Barlop. Beliau adalah sosok pemberani, lurus dan bicaranya lugas. Ingat penegakan hukum, ingat pak Lopa. Pak Lopa mudah dihubungi dan bicaranya lurus-lurus saja. Oke pak Lopa, hei sebentar. Wahyu, kau anak buahnya Karni Ilyas, itu tulisan saya sdh 2 minggu, kok tidak dimuat-muat. Dimuat ya....Itu sepenggal cerita kelugasan Pak Lopa yang rajin mengirim tulisan kepada pak Karni Ilyas. Testimoni Dr H. Rahmat Hasanuddin Saya beruntung karena punya hubungan kekerabatan dengan Pak Lopa. Saya sempat bermain semasa kanak-kanak. Saya dekat ketika beliau menjadi Bupati Majene pada umur 24 tahun menjelang 25 tahun. Beliau nyaris terbunuh pada saat Andi Selle berkuasa di Mandar. Saya membantu beliau untuk “melarikan diri”. Setahu saya, ada dua figur birokrat yang memengaruhi beliau, yakni Andi Pettarani (gubernur Sulawesi Selatan) dan Jenderal Muhammad Yusuf. Ada mobil Willis milik pak Lopa. Kalau mobil tersebut mogok, saya yang mendorongnya. Selanjutnya, ada dua figur intelektual yang terus menginspirasi beliau, yakni Prof Zainal Abidin Farid dan Prof Andi Hamzah. Meskipun seumur dengan saya, pak Andi Hamzah adalah karib pak Lopa dan guru saya. Pak Andi Hamzah adalah seorang ahli pidana. Kalau di kantor Kejaksaan, Pak Ali Said dan Ismail Saleh menjadi figur teladan beliau. Pak Lopa itu tidak ada abu-abu, yang ada hanya hitam dan putih. Itu masa depan kita, kata Ali Said. Ada Prof Sutjipto, mengapa pak Lopa masih dipakai pak Harto?. Sebab Pak Lopa adalah emasnya orde baru, dan di sekitarnya bukan emas. Pak Lopa itu jujur, berani dan berintegritas. Kariernya tidaklah selalu mulus. Pak Lopa pernah juga diparkir menjadi staf ahli di Kehakiman. Ada pak Ali Sadikin sangat dikaguminya. Pada saat yang sama pak Ali sadikin juga pengagum Lopa. Saya, Rahmat Hasanuddin biasanya bertindak sebagai penghubungnya. Waktu itu, A.M Fatwa sebagai Karo Hukum di DKI Jakarta. Ali Sadikin yang meminta agar A.M Fatwa berpindah-pindah penjara (ketika beliau mendekam di balik besi jeruji karena kasus Tanjung Priok?).  Bagaimana caranya pak Ali Sadikin bertemu dengan pak Lopa? Pak Ali Sadikin lewat, dan saya naik mobil beliau keliling-keliling di Jakarta. Begini saja, pak Ali Sadikin datang ke rumah, dan kami akan tutup rumah. Kami hanya bertiga di rumah pak Lopa. Mbak Masyitah ini masih kecil dan nonton di belakang.  Patut dicatat, bahwa pak Lopa itu membangun jati diri dari awal. Ia hidup konsisten dan apa adanya. Beliau tidak mau pencitraan. Dia tidak ambil pusing. Yang jelas, ada banyak keanehan pada dirinya. Dan barangkali, dia tidak normal. Beliau orang unik. Orang Pambusuang (desa tempat lahirnya di Mandar) menyebutnya “setengah wali”. Testimoni Arief Mulyawan, dari Kejaksaan. Saya beda generasi dengan pak Lopa. Saya dari orba ke reformasi. Saya masuk Kejaksaan mulai tahun 1991, dan sekarang saya baru berumur 52 tahun. Pak Lopa adalah manusia yang sangat langka. Kalau dikasih parsel, pasti ditolaknya. Ada parsel yang sudah terlanjur dibuka anak-anaknya, ditambal lagi dan dikembalikan kepada pengirimnya. Demikian pula pemikiran Andi Hamzah –sahabat Lopa—juga sangat luar biasa. Pemikiran Prof Andi Hamzah menganut filosofi pohon enau, merah ya merah. Pak Lopa adalah manusia langka. Bahkan rezim orba pun sangat menghargai pak Lopa.  Pak Lopa berpesan, jangan terima rabat, dan beliau memang tidak menerima rabat. Meskipun kita membuat 1000 undang-undang (peraturan), kalau orangnya tidak beres, ya tetap saja tidak ada gunanya. Pengakuan Masyitah Lopa Saya terlahir sebagai anak tengah, sehingga sering menjadi “sasaran tembak” saudara-saudara yang lain. Beliau (pak Lopa) orangnya sangat keras. Syita, siapa itu temanmu. Oleh teman, saya dianggap orang Batak. Siapa itu nama temanmu. Di mana kau kenal. Bapak, memang begitulah ayah saya. Mereka terlalu sayang dan anaknya dipagari satu per satu. Seperti yang tertulis dalam buku itu. Bapak juga ikut baca koran untuk mengawasi anak-anaknya. Dan kalau kita sudah bicara bisik-bisik, Bapak batuk-batuk (sebagai warning). Sewaktu saya mengikuti pameran seni lukis, di Kementerian Pariwisata. Ayah saya menghadiri acara pameran di jalan Sudirman. Saya memang memberi tahu bahwa saya ada pameran. Beliau datang. Dan datang pula beberapa pejabat. Ada Kapolri, Jenderal Bimantoro waktu itu. Keesokannya, saya lapor kepada beliau bahwa lukisan saya laris. Ajaib sekali. Apa karena ayah datang. Ternyata benar, pejabat eselon 1 ayah di Kemenkumham banyak yang datang. Abah, lukisan saya laku. oh ya.....saya mulai ragu-ragu. Abah ternyata yang beli Dirjen Kemenkumham. Ah kenapa bisa, sergah Lopa. Ini ada 20 juta uang saya. Jangan dipakai  dulu, pinta pak Lopa. Keesekon harinya, Pak Lopa memanggil Pak Adnan, sang ajudan. Tolong para dirjen dipanggil, perintah pak Lopa. Ketika para eselon satu sudah berkumpul di ruangan pak Lopa, beliau berujar:...kamu harus jujur, ini (lukisan) kamu beli, karena saya atau pencinta seni. Tentu mereka menjawab karena suka seni. Oke kata Lopa, saya mau ke rumahmu. Apakah lukisan tersebut kamu pajang atau tidak. Kamu harus membuat surat pernyataan bahwa kau adalah pencinta seni.  Hari itu, ketika beliau tiba di rumah, dan menceritakan kejadian di kantornya, saya berucap:...Abah ini bikin kacau saja. Pejabat itu memang membeli lukisan karena pencinta seni. KKN itu tidak benar, ucap Lopa tegas. Mba Masyitah berucap, Abah ini harus menghargai profesi pelukis. Saya ini sudah susah payah menghasilkan karya seni, mestinya diapresiasi juga. Waktu saya baru saja menjadi CPNS, beliau berpesan, kamu harus jadi PNS. Saya masuk Pariwisata dan gaji pertama 74 ribu. Gaji sebesar itu sangatlah kecil. Bapak berujar begini saja, kamu kan masih tinggal di rumah. Buat apa uang 74 ribu itu?. Belilah sesuatu. Apa yang kamu tidak punya. Ada satu buku diary harganya sekitar 30 ribu. Ya, berarti uangmu berharga, kata Bapak. Dan ternyata pembelajaran itu, baru saya rasakan sekarang. Bapak itu senangnya ngobrol. Om Thahir Lopa kalau datang sampai larut malam, tetapi anak-anak beliau mau cepat istirahat. Om Tahir sampai jam 2 malam mengobrol di dekat ruang dapaur, dan tidak pulang-pulang. Bikin makanan diantar sampai ke dapur. Namanya anak-anak, ya. Abah ini benar-benar orangnya sangat kekeluargaan. Beliau sangat menghargai keluarganya. Beliau sangat mencintai keluarga. Keras di chasing-nya saja. Ada sisi lembut pak Lopa pada keluarga. Bagaimana kecewanya Bapak kepada pak Soeharto. Berapa kali Bapak dicalonkan Jaksa Agung Muda, selalu lewat, tandas Masyitah. Selama Soeharto menjadi presiden, saya tidak bisa menjadi Jaksa Agung, pengakuan pak Lopa. Bapak sering pindah tugas. Bapak pernah diperbantukan di Ambon dan kota Pontianak. Pengakuan Prof Andi Hamzah Saya mengenal pak Lopa tahun 1954. Pak Barlop masuk tahun 1958. Mr Baramuli, dipanggillah dia, pasal berapa itu. Pasal berapa surat dakwaan itu. Surat tuduhan, pasalnya lupa. Bapak sudah 30 tahun jadi jaksa, kok lupa. Pasal 250, tidak pasal 251, jawab pak Lopa. Pintar ini anak, kata Pak Baramuli. Selanjutnya, oleh pak Baharuddin Lopa diajak ikut ke kamar pak baramuli. Suatu saat, Kepala Kejaksaan di Ternate harus ditindak. Sebab, dia memimpin demonstrasi mahasiswa untuk Wilayah Maluku Utara. Pak Lopa berujar, tidak apa-apa. Itulah sebabnya, sehingga kami inspeksi ke Ternate tahun 1966. Pada saat itu, ada mahasiswa yang bertanya dan keberatan... Kita ini tidak adil, kok Soebandrio diadili, sedangkan Soekarno tidak. Sementara pak Karno yang buat Gestapu. Pada sebuah pertemuan, pak Lopa dijanjikan dan diminta siap-siap untuk menjadi Jaksa Agung Muda (tindak pidana umum). Setelah beliau pulang ke Makassar dan selesai Rapim (Rapat Pimpinan) ternyata yang akan dilantik adalah orang yang berbeda. Ajudan, saya mau ketemu Jaksa Agung, kata Pak Lopa. Tidak bisa pak,jawab ajudan. Satu menit saja! Setelah beliau duduk, pak Lopa berkata, kamu ini Jaksa Agung pembohong. Dan satu minggu kemudian, keluarlah SK pak Lopa menjadi staf ahli kehakiman. Pak Lopa itu tidak bisa menyembunyikan sesuatu di hatinya. Suatu hari Dirjen Soebrata memberikan pengarahan agar semua Dirjen harus memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Pak Lopa, berbisik kepada saya, berantas diri sendiri dulu donk. Ada intel yang melihat Jaksa Lopa berbahaya sekali. Kalau saya kerjanya menulis buku,dan sudah menyelesaikan 30 buku. Hidup saya dari royalty. Beliau itu sangat sederhana. Beliau tidak pernah injak Mall. Berbeda dengan saya suka barang bermerek Bally. hobby saya sekarang thawaf di Mall...Mall di Singapore, Beach Villeage. Mall di Jepang, di Ginza. pak Lopa, hidup terlalu sederhana. kalau saya, setelah pensiun sudah tujuh kali ganti mobil. Kepintaran terkait kalau orang tua bodoh atau tidak jujur. Ada anak saya pintar, Insinyur dari ITB. Ada anak bungsu, bodoh. Saya bilang sama ibunya, itu yang bodoh, ikuti kamu. Ada juga anak saya yang suka seni sampai bau badan juga ikut.  Pak Lopa hidup sangat sederhana dan jujur.  Saya tidak memiliki perbedaan pendapat dalam hukum. Politik tidak boleh memengaruhi keputusan hukum. Ketika kasus Tony Gozal, saya sebagai penuntut umum.  Sewaktu diperiksa, dia minta air putih. Ini namanya Toni Gozal, perampok, sergah Lopa. Ketika Tony Gozal keluar ruang sidang dan diantar memakai mobil pribadi, dan pak Lopa tahu. Kembali, pakai mobil tahanan, cegah Lopa.  Pak Andi Hamzah, the true hakim. Pak Lopa, jaksa munafik karena menyebut saya perampok, Tony Gozal bergumam. Pak Lopa itu sangat jernih. Ketika beliau bertugas di Komnas HAM, pak Lopa diinterview oleh wartawan. Wartawan: kenapa pak Lopa yakin bahwa ini adalah makam....eh anu itu, saya lihat dari salipinya (ikat pinggangnya). Beliau tidak peduli sedang diwawancara. Beliau tidak bisa menyembunyikan isi hatinya. Beliau juga kalau berbicara terkadang membawa bahasa dan dialek Mandarnya. Semoga Indonesia bisa melahirkan Lopa-Lopa berikutnya. Bangsa ini membutuhkan sosok Lopa yang pemberani, hidup bersih dan berintegritas tinggi.

Kamis, 04 Juni 2020

Keagungan Rumi

Maulana Rumi (1207-1273) adalah seorang maha guru spiritual dan puisi mistik untuk semua zaman. Rumi berdiri di atas puncak gunung dan melihat eksistensi manusia. Rumi menggabungkan ajaran agama, sufisme dan puisi. Pada pendahuluan karya al- Matsnawinya, bahwa karyanya ini hanyalah tafsir puitis dari makna dan pesan al-Qur'an. Dalam terminologi sufi, Rumi sudah sampai pada derajat al- insan al- kamil, manusia paripurna. Sehingga Rumi, dipandang sedang mendendangkan lagu cinta dengan sempurna, bergairah dan sangat bersahabat... (who has sung the most beautiful and profound songs of love, comppasion and companionship). Rumi adalah seorang mursyid yang membimbing manusia menapaki jalan spiritual. Bagi pengagumnya, Rumi laksana matahari yang menyinari taman dan bumi. Namun, setiap orang dapat mengambil bagiannya dari air laut sesuai dengan takaran cangkirnya. To use one of his timeless metaphors,....the sun shines upon the garden as well as the mud. Yet everyone takes his share from the ocean as much as the size of his cup, Tahir Akyurek, 2017. Rumi:...if only the good ones come to your door, where would the unfortunate ones go?, Jika hanya yang baik mendatangimu, ke mana perginya si malang itu? Artinya dalam kehidupan ini, hal baik dan buruk akan silih berganti. Keberuntungan dan kemalangan juga akan datang silih berganti. Banyak pelajaran dan ilmu kehidupan yang dapat dipetik dari Rumi dan al-Matsnawinya. When the words of Rumi enter your heart, something softens, breaks, and is subtly reborn. That he wrote the words in Persian seven hundred years ago in a cultural context so very different from own makes their uncanny resonance to us today just that much more remarkable. Here is a treasury of all the sufi masters-- both his prose and his ecstatic poetry-- that you can use to start every day for a year, or that you can dip into for inspiration any time you need to break through the granite of your heart, ( Kabir and Camille Helminski). Sorrow prepares you for joy. It violently sweeps everything out of your house, so that new joy can find space to enter. It shakes the yellow leaves from the bough of your heart, so that fresh, green leaves can grow in their place. It pulls up the rotten roots, so that new roots hidden beneath have room to grow. Whatever sorrow shakes from your heart, far better things will take their place. ” ― Rumi.

Mencari Tuhan

Tak ada yang suka rumah sakit. Ayahku seorang dokter bedah. Dan saya sering dibawa ke rumah sakit tempat beliau praktek. Dan ayah biasanya membawaku ke kafetaria di samping rumah sakit tempatnya bertugas. Dan saya akan kembali 20 menit lagi. Satu atau dua jam kemudian ayah datang sambil berbisik ke telingaku, maaf pasienku meninggal. Apa jadinya memori anak- anak berusia tujuh tahun dipenuhi dengan pasien meninggal. Saya benci rumah sakit. Ketika saya sakit dan harus diopname di rumah sakit, memori dan hantu rumah sakit menggelayut dalam pikiran. Itulah kisah awal Eric Weiner dalam bukunya Man Seeks God: my flirtation with the Divine , 2011. Beberapa saat setelah pengambilan sampel darahku, seorang perawat masuk ke bilikku. Aku menduga ia dari Karibia atau Afrika Barat. Ia mengajukan pertanyaan yang menggelitik dan menghentak. Sudahkah kau menemukan Tuhanmu? ("Have you found your God yet?"). Apakah tak lama lagi aku akan berjumpa dengan-Nya? Apakah saya mengidap penyakit akut? Dia berlalu begitu saja, dan meninggalkan saya dalam kekalutan pikiran dan jubah pasien yang tidak memadai. Demikian kisah Eric Weiner sebagai awal kegelisahannya yang mengantarkannya menulis buku di atas. Beberapa catatan dan pujian terhadap Weiner, yakni: (a). The New York Times: "Books about God tend to fall into two categories: objective inquiries into the nature of belief and personal tales of spiritual awakening…[Weiner] nimbly and often hilariously straddles the fence between the two genres….He’s Woody Allen channeling Karen Armstrong.” (b). "[Weiner's] sophisticated wit and wordplay yield an engaging tale at each stop.” - Time.com (c) "Well-researched, informative and engaging, “Man Seeks God” is packed with facts and wisdom that, regardless of which God you root for, will leave what a Buddhist friend of Weiner’s calls “Post-it Notes on the brain.” - The Washington Post (d) Was made the National Geographic Traveler Book of the Month (Dec. 2011). Buku ini berkisah tentang perjalanan Weiner menelusuri kota-kota paling religius dalam pandangan agama- agama besar dunia. Perjalanan untuk mencari Tuhan. Bagi sufisme, Tuhan itu cinta. Budhdhisme, Tuhan itu kondisi pikiran. Taoisme, Tuhan itu bukanlah apa-apa. Wicca, Tuhan itu ajaib. Syamanisme, Tuhan itu seekor binatang. Dalam Kabbalah, Tuhan itu rumit. Weiner mengunjungi kota- kota spiritual, Istanbul yang eksotik, Konya yang religius, bumi tempat hidup dan wafatnya Rumi, sufi besar dunia. Di Konya, ia praktek tarian Semaa' Rumi. Weiner juga melakukan perjalanan menelusuri keindahan pegunungan Tibet untuk meditasi dengan Dalai Lama, tokoh perdamaian dunia. Ia terus bertolak ke China untuk melatih chi-nya bersama dengan para Tao. Ia juga turut bersenang- senang dengan para Raelian di Las Vegas, melingkar bersama penyihir Wicca, dan berakhir ke Yerusalem, Palestina. Dalam literatur tasawuf, Tuhan itu cinta. Sayang sekali Kemal Al Taturk ketika berkuasa di Turki memberangus sufisme. Al-Taturk melarang setiap ajaran sufi. Sufisme dan ajaran agama dianggap tidak bisa menolong Turki dari ancaman. Mesjid- mesjid ditutup, azan dilarang, bahasa dan aksara Arab dilarang. Bahkan sampai sekarang plang mesjid tidak ada yang memakai aksara Arab. Jadi kalau mencari mesjid di kota Turki, bukanlah perkara mudah, kecuali pada tempat-tempat umum. Masih beruntung bagian dalam masjid masih kita temukan kaligrafi ayat- ayat tertentu. Atau menjelang shalat shubuh, sang imam yang juga seorang qari' tetap melantunkan ayat- ayat suci al- Qur'an dengan suara syahdu. Membaca karya Weiner sangat mengasyikkan karena setiap halamannya selalu diselipkan kalimat- kalimat bijak yang menggugah, seperti: 1. Ketika dia menyaksikan sungai Gangga, ia menulis: ...Sungai Gangga yang kotor. Kita tidak bisa mendo'akan sebuah kebohongan ( h. 20). 2. India memiliki 330 juta dewa ( h. 20). 3. Rumi tetaplah bintang. Rumi adalah orang hebat, menulis di Konya, lahir di Balkh, Afghanistan, dan mahir pula menulis dalam bahasa Persia. Rumi bisa ke mana- mana. Ia sangat produktif dan berjiwa besar. Orang Afghanistan, Turki, Persia merasa memiliki Rumi ( h. 55). 4. Seyed Hossein Nasr: Zikir adalah menyerahkan seluruh kehendak, pikiran kepada Tuhan dan meletakkan seluruh raga kepada Tuhan (h. 48). 5. Rumi menggambarkan Islam. Tutuplah pintu telinga dan matamu, lihatlah ke dalam. Jangan lalukan apa pun. Hanya menyerah, berserah diri. ( h. 64). 6. Untuk membaca Rumi, engkau terlebih dahulu menemukan dirimu sendiri. Buku tentang kekasih hanya bisa dipahami oleh sang kekasih (h. 66). 7. Rumi: jangan palingkan matamu ke bumi untuk mencari pusaraku, karena pusaraku berada di hati orang-orang arif ( h. 66). 8. Ney adalah tangis jiwa yang menderita, Rumi ( h. 70). 9. Terlihatlah seperti yang terjadi atau jadilah seperti yang terlihat, Rumi ( h. 71). 10. Konsep zuhurat atau takdir. Tetapi tetap berusaha, kemudian bertawakkal. Ikuti saja kehendak-Nya (h. 73). 11. Masalahku, justeru itu solusiku, h. 79. 12. Menderita bukan berarti tumpul, tapi bertransformasi ( Pieter), h. 83. 13. Inspirasi itu seperti desah napas. Kita tidak tahu dari mana asalnya ( Weiner, h. 84). 14. Tari Semaa' seperti makan buah. Lezat, tapi sulit dijelaskan, h. 88. 15. Meskipun kau jatuh ribuan kali, mari, datanglah, datanglah, Rumi, h. 89. Demikianlah. Buku Weiner ini sangat kaya akan pengalaman spiritual yang dialaminya. Pengalaman- pengalaman spiritual tersebut sangat penting maknanya bagi kehampaan spiritual sekarang ini. Bahwa pengalaman keagamaan itu ada. Bahwa kehadiran Tuhan itu nyata. Kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam kehidupan tergantung pada bagaimana manusia mempersepsi-Nya. Sudahkah engkau menemukan Tuhan, tanya seorang perawat kepada Weiner. Pertanyaan itulah yang mengantarkannya berpetualangan " mencari" Tuhan sampai ke sudut- sudut dunia. Bagaimana halnya jika pertanyaan yang sama diajukan kepada kita?