Gallery

Minggu, 29 September 2019

Do'a Ekspo Badan Litbang

Bismillahirrahmanirrahim. Assalamualiakum wr. wb. Alhamdulillahi wahdah. Wa ash-shalatu wassalamu ‘ala rasulillah la nabiyya ba’dah. Wa ba’du! Marilah kita menyerahkan segala kemauan dan pikiran kita kepada Tuhan, serta meletakkan seluruh raga kita di Tangan-Nya seraya memanjatkan do’a sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Ya Allah, atas nama-Mu Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, hari ini, Kami Keluarga Besar Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI melaunching produk kelitbangan. Curahkanlah kasih-Mu yang tak terpermanai. Atas nama-Mu Yang Maha Intelek, anugerahilah kami kecerdasan, sehingga kami menjadi bangsa yang kuat , tangguh dan unggul. Atas nama-Mu Yang Maha Tahu, anugerahilah kami kecintaan kepada ilmu pengetahuan. Kecintaan kepada para alim-ulama, cerdik-cendekia. Sebab, bukankah pena ulama lebih mulia dari darah syuhada? Anugerahilah kami kekuatan untuk mengantarkan generasi bangsa kami menjadi generasi berkarakter kuat, hidup mulia dan bermartabat. Atas nama-Mu Yang Maha Jenius, Berilah kami kejeniusan agar kami dapat menyingkap rahasia alam raya. Agar kami dapat menerawang dan menciptakan masa depan. Agar kami dapat mengelola dan memelihara bumi-MU menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Negeri elok, indah mempesona, dan dalam pengampunan-MU. Atas Nama-Mu, Tuhan Maha Segala, bimbinglah kami dalam rangka mewujudkan program Moderasi Beragama untuk Indonesia maju dan unggul. Atas nama-MU Yang Maha Bijaksana, Perkayalah kami dengan ilmu, hiasilah kami dengan kelapangan dada, muliakanlah kami dengan taqwa, Wahai Zat yang Maha Tahu tanpa diberi tahu, ajarkanlah kami apa yang bermanfaat bagi kami, Dan anugerahilah kemampuan untuk memanfaatkan hasil-hasil riset kelitbangan kami. Maha Suci Engkau ya Allah, tiada ilmu yang kami raih kecuali apa yang Engkau ajarkan kepada kami. Atas nama-Mu Yang Maha Cahaya di atas cahaya. Sinarilah relung-relung hati kami, agar dapat melihat yang haq sebagai kebenaran yang harus ditegakkan, dan yang bathil sebagai suatu yang keliru sehingga kami dapat menjauhinya. Atas nama-Mu Yang Maha Pemberi Petunjuk, Bimbinglah kami dengan petunjuk-Mu. Antarlah kami menuju “pintu gerbang” makrifat-Mu. Tunjukilah kami jalan lurus dan lempang. Ilhamilah kami kemampuan menempuh jalan yang benar, Mengelola persoalan dengan tepat, Luruskan, jika kami menyimpang. Sambutlah tangan kami, jika kami tergelincir. Atas nama-MU Yang Maha Raja diraja, selamatkanlah bangsa kami, pemimpin kami, generasi kami. Lapangkanlah segala beban yang mengimpit kehidupan kami. Beban laksana memikul gunung, karena pertolongan-Mulah sehingga menjadi ringan seperti kapas. Atas nama-Mu Yang Maha Pencinta. Wahai akhir harapan para pengharap. Wahai puncak permohonan para pemohon. Wahai ujung pencarian para pencari. Wahai kekasih orang-orang shaleh. Wahai yang paling pemurah dari segala yang pemurah. Wahai yang paling pengasih dari segala yang mengasihi. Sambutlah kami. Kasihilah kami. Tenteramkan jiwa-jiwa sengsara. Kayakanlah hati kami. Karena cinta-MU, kepahitan menjadi manis. Karena cinta-Mu, yang keruh menjadi jernih. Karena cinta-Mu, si sakit menjadi sembuh. Karena cinta-Mu, penjara laksana taman Firdausi. Karena cinta-Mu, derita menjadi nikmat. Karena cinta-Mu, kekerasan menjadi kasih sayang. Cintalah yang melunakkan besi. Mencairkan batu. Membangkitkan yang mati. Meniupkan roh kehidupan pada jasad yang tak bernyawa. Mengangkat hamba menjadi tuan. Rabbana atina fil-dunya hasanah wa fil-akhirati hasanah wa qina ‘azab al-nar. Wa Shalla Allah ‘ala Sayyidina Muhammad-in. wal-hamdulillah rabbil ‘alamin. Wassalamu ‘alaikum wr.wb.

Rabu, 25 September 2019

Catatan Pinggir Penerjemahan al-Qur’an Bahasa Daerah

I Konon, Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali (w. 1111 M) pernah mengisahkan Imam Ahmad ibn Hanbal (w. 800 M). Imam Ahmad pernah bertanya kepada Tuhan. Bagaimana manusia bisa dekat dengan-Mu? Tuhan menjawab:, "Dengan firman-Ku, yakni al-Qur'an. Ahmad bertanya lagi, dengan memahami maknanya atau tanpa memahaminya? Baik dengan memahami makna atau tanpa memahaminya, jawab Tuhan. Demikian keutamaan membaca al-Qur'an. Abdulllah Darraz dalam kitabnya: al-Naba' al-'Azhim berkata: "Jika engkau membaca al-Qur'an, maka tampaklah kebenaran darinya. Jika engkau mengulangi membacanya, maka tampaklah kebenaran yang berbeda dengan pembacaan yang pertama. Jika engkau mempersilakan orang lain untuk membacanya, maka nampak kebenaran yang berbeda dengan kebenaran yang engkau lihat. Demikian selanjutnya..... Al-Qur'an laksana mutiara yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda-beda. Prof Fareed Esaack dalam bukunya: The Qur'an: A short introduction membagi pecinta dan pembaca al-Qur'an menjadi tiga kategori. Yakni: (a) the uncritical lover; ibu Prof Fareed di kampung, sambil memasak juga membaca al-Qur'an, dan berharap agar masakannya lezat berkah dari membaca al-Qur'an termasuk dalam kategori ini. Orang yang membaca ayat-ayat tertentu agar terhindar dari gonggongan dan gigitan anjing atau binatang lainnya termasuk pula dalam kategori ini. Orang yang membaca ayat-ayat tertentu agar lamarannya kepada seseorang diterima, juga masuk dalam kategori ini. Orang yang membaca ayat-ayat tertentu agar terhindar dari malapetaka juga dapat dikategorikan dalam kelompok ini. ayat-ayat al-Qur'an atau surah-surah tertentu dipajang di dinding, juga masuk dalam golongan ini. (b) the scholarly lover, yakni mencintai sambil menafsirkan makna-makna al-Qur'an. Sarjana tafsir masuk dalam kelompok ini, seperti Buya Hamka dengan tafsir Al-Azharnya, Prof. M. Quraish Shihab dengan tafsir al-Mishbahnya. Pada level dunia ada Muhammad Husain al-Thabathaba'iy dengan tafsir al-Mizan-nya, Muhammad Asad, Abdullah Yusuf Ali,Syekh Muhammad Abduh, Jalaluddin al-Suyuthy, dst. (c) the critical lover. Kelompok yang ketiga ini adalah mereka yang berusaha memahami al-Qur'an dengan mengikutsertakan linguistik, antropologi, sosiologi, hermeneutika, dan filsafat. Tokoh yang termasuk dalam kelompok ini seperti Nasr Hamid Abu Zaid, Mohammed Arkoun, Hassan Hanafi, dst. Semoga kita termasuk dalam salah satu kelompok di atas. II Terjemah adalah pengalihan suatu bahasa ke bahasa yang lain tanpa mengurangi makna kata. Meskipun dalam proses penerjemahan tetap saja mengalami distorsi. Sebab, setiap bahasa memiliki latar budaya dan kesejarahannya masing-masjng. Penerjemah tetap saja berupaya untuk mendekatkan makna dasarnya. Bahasa tertentu memiliki kekayaan tersendiri. Cita rasa bahasa juga menjadi faktor penting yang harus diperhatikan dalam proses penerjemahan. Menerjemah sesungguhnya juga menafsir. Terjemah tidak hanya sekedar kegiatan pengalihan bahasa. Tapi dalam proses menerjemah juga sudah ada interpretasi. Mulai pada pilihan kata yang tepat sampai penetapan katanya. Semua sudah berkaitkelindan dengan upaya menafsir. Penerjemahan al- Qur'an kedalam bahasa daerah merupakan program unggulan Pusat Litbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI. Program penerjemahan ini dimaksudkan untuk: (1) Membumikan nilai- nilai al-Qur'an kepada masyarakat luas terutama bagi penutur bahasa daerah; (2) Mengusung gerakan moderasi agama, dan; (3) Ikut berpartisipasi untuk mencegah atau memperlambat kepunahan bahasa daerah. Sebab, nyatanya bahasa daerah sebagai kekayaan intelektual bangsa yang tak ternilai harganya, dari tahun ke tahun terus tergerus dan terancam punah. Bahasa daerah sesungguhnya menyimpan memory dan khazanah serta karakter bangsa kita. Dulu, di Nusantara bahasa daerah tercatat sekitar 1.200-an, sekarang tinggal 700-an. Dan hanya 15 di antaranya yang masih digunakan oleh lebih satu juta orang. Bahasa Aceh, Bugis, Madura dan Banjar termasuk bahasa yang dituturkan oleh lebih 3,5 juta penutur. Seperti diketahui, hingga 2017, Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi, Kemenag telah meluncurkan sebanyak 12 terjemahan Al Qur’an berbahasa daerah. Al Qur’an terjemahan bahasa daerah tersebut meliputi Bahasa Banyumasan, Jawa Tengah, Bahasa Banjar, Kalimantan Selatan, bahasa Sasak, Nusa Tenggara Barat (NTB), bahasa Kaili, Sulawesi Tengah, bahasa Makassar, bahasa Toraja, bahasa Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, bahasa Batak Angkola, Sumatera Utara, bahasa Minang, Sumatera Barat, bahasa Dayak, Kalimantan Barat, bahasa Ambon, Maluku, dan bahasa Bali. Untuk tahun 2018, alhamdulillah, terjemahan bahasa Bugis, bahasa Madura, dan Bahasa Aceh juga sudah selesai dan telah di-launching Menteri Agama RI. Bahasa Osing juga sudah selesai penerjemahannya pada tahun 2018 ini, dan tahun 2019 ini akan divalidasi bekerjasama dengan IAIN Jember. Yang sedang dan akan selesai penerjemahannya tahun 2019 ini adalah bahasa Palembang dan bahasa Sunda. Menyusul bahasa bahasa Jambi, bahasa Rejang, dan bahasa Mandar (BLA Makassar). III Dalam proses penerjemahan al-Qur’an kedalam bahasa Daerah ternyata memiliki dinamika dan pergumulan pemikiran. Seperti perdebatan makna ...wa lahum fiha azwaj-un muthahharat-un yang selama ini diterjemahkan sebagai.....dan bagi mereka (penghuni syurga) diberi isteri-isteri (bidadari) yang disucikan (perawan). Pertanyaannya apakah manusia dibangkitkan pada hari kiamat dengan jenis laki-laki atau perempuan sebagaimana wujudnya sekarang ini? Siapa yang bisa memberi keterangan yang terpercaya? Perdebatan ini cukup alot, dan mereka sepakat dengan makna “pasangan”. Terjemah seperti ini juga sudah ditulis oleh Prof. H.M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah-nya. Tentang terjemah Q.S. al-Nisa’, ayat 3 tentang status poligami. Pada umumnya tafsir bahasa daerah “mengamini” kebolehan poligami sebagai rukhshah dalam agama. Kita belum menemukan terjemahan yang progresif tentang poligami ini, dan biasanya para penerjemah lupa terhadap ayat selanjutnya pada surah yang sama (al-Nisa’), ayat 129. Bahwa meskipun Nabi shalla Allah ‘alaih wa sallama berkemauan keras untuk berlaku adil kepada isteri-isteri mereka pastilah cinta itu tidak bisa terbagi secara adil. Pandangan kebolehan poligami juga “diamini” oleh penafsiran kawakan dan modern Muhammad Asad dalam The Message of THE Qur’an (1993), h. 101-102. Bahwa izin untuk menikahi perempuan lebih dari itu (hingga maksimal empat orang), hal itu dibatasi dengan syarat, “jika kalian khawatir tidak mampu memperlakukan mereka dengan keadilan yang setara, maka (nikahilah) satu orang saja, sehingga pernikahan dengan banyak isteri (plural marriages) itu hanya dimungkinkan dalam kasus-kasus yang cukup luar biasa dan dalam keadaan yang luar biasa pula ( as to make such plural marriages possible only in quite exceptional cases and under exceptional circumstances). Lalu mengapa perempuan tidak diberi kesempatan yang sama memiliki pasangan hidup lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan? Alasan biologis, procreation, laki-laki dapat menghasilkan keturunan dalam satu kesempatan pada lebih dari satu isteri. Sementara perempuan hanya mampu mengandung seorang anak dari seorang laki-laki dalam satu waktu itu. Itupun harus melewati proses panjang selama 9 bulan. Jadi kecenderungan poligami bagi laki-laki dapat dibenarkan secara biologis. Mengenai Q.S al-Nisa’ ayat 129, Muhammad Asad memberi komentar bahwa ayat ini sebagai peringatan dan tanggung jawab moral dan merasa berdosa bagi laki-laki yang memiliki isteri lebih dari satu jika ia hanya mencintai salah seorang isterinya dibanding yang lain. Sampai ia membiarkannya kebimbangan...fa tazaruha ka al-mu’allaqah, ...leaving her, as it were, in suspense, ( ka al-mu’allaqah), h. 130. Tafsir Asad ini sangat rasional, bahkan beliau mengutip potongan ayat li-qawm-in yatafakkarun, for people who think, (al-Qur’an) untuk orang-orang yang berfikir—pada halaman dalam. Tentang poligami, Sayyid Quthub berpandangan bahwa itu adalah rukhshah, diberi kemudahan dan kelonggaran bagi laki- laki yang mampu berlaku adil. Ada tiga argumen yang diajukan Quthub. a. Karena jumlah perempuan lebih banyak. b. Karena layak menikah daripada terjatuh pada perbuatan zina. C. Menikah dengan tidak sembunyi- sembunyi, nikah sirri. Argumen lain yang diajukan adalah masa produktifitas laki- laki lebih panjang daripada perempuan. Perempuan rata- rata memasuki usia manupouse pada umur 50 tahun. Sementara laki- laki bisa sampai umur 70 tahun. Jadi ada jarak 20 tahun masa produktifitas seorang laki- laki. Jarak 20 tahun ini adalah peluang bagi laki- laki untuk melakukan poligami. Demikian penjelasan dalam kitab al- Salam al- 'alamy wa al Islam (Islam dan Perdamaian Dunia), terbit tahun 1960.  Yang mengejutkan adalah Dr Halimah (Dosen UIN Alauddin Makassar) menyimpulkan bahwa tafsir Sayyid Quthub tentang gender termasuk tafsir yang moderat. Sayyid Quthub selama ini ditengarai sebagai skripturalis sebagaimana para aktifis Ikhwan al Muslimin lainnya ternyata lebih banyak menggunakan ra'yu ketimbang hadis atau pandangan ulama terdahulu. Lebih lanjut terkait tafsir bias gender, saya pernah membaca artikel seorang dosen STAIN Purwokerto, Akrimi, namanya. Dia menulis paper untuk kepentingan AICIS, Balikpapan, nopember 2015. Kira-kira judulnya menyorot tafsir bias gender. Penulisnya membahas pemikiran Edip Yuksel, dkk dalam Quran: A Reformist Translation, 1998. Terma sa’ihat, thayyibat dan bikr (perempuan perawan) menjadi fokus kajiannya. Terma sa’ihatin dalam Q.S al-Tahrim ayat 5 yang berbunyi: ‘asa rabbuhu in thallaqakunna an yubdilahu azwajan khairan minkunna muslimatin mukminatin qanitatin saihatin tsayyibatin wa abkaran. Ayat ini sering diterjemahkan sebagai wanita-wanita yang berpuasa. Padahal menurut Abdullah Yusuf Ali, sa’ihatin lebih tepat dimaknai who travel ( for faith and fast), wanita yang mengadakan perjalanan haji atau dalam perjalanannya juga melakukan puasa. Mufassir klasik dan abad tengah cenderung menafsirkan sa’ihat sebagai wanita wanita yang berpuasa. Hal ini dilatari oleh budaya partriarki. Tafsir dominasi kaum lelaki. Padahal makna dasar sa’ihat adalah bergerak dan berpetualang. Pelancong biasa disebut sebagai al-sayyahat. Makna saihat telah direduksi menjadi wanita shaleh yang berpuasa. Agar para wanita atau isteri itu betah di rumah. Agar mereka tidak melakukan aktifitas kemasyarakatan yang lebih jauh. IV Program penerjemahan al-Qur'an Bahasa Daerah ini dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman ayat-ayat suci al-Quran. Al-Quran al-Karim adalah bacaan mulia bagi umat manusia. Bacalah dan ambillah apa-apa yang mudah bagimu dari al-Quran. ....faqra'u ma tayassara min al- Quran (Surah al- Muzzammil ayat 20). Itulah salah satu sisi kemukjizatan al- Quran bisa dipahami dengan muda oleh umatnya. al-Quran ini diturunkan bi lisani qawmihi....dengan lisan kaumnya. Ada ulama yang memahami frase....bi lisani qawmihi ini bahwa siapa pun yang percaya kepada al-Quran, maka akan mudah baginya untuk memahami ayat- ayat dan signal- signal kebenaran al-Quran. Barangkali inilah sebabnya, mengapa ulama kita dari dulu sampai sekarang terus bersemangat untuk menerjemahkan al-Quran kedalam bahasa Melayu, Indonesia dan bahkan bahasa daerah. Tersebutlah Syeikh Abdul Rauf al-Singkili yang menulis Kitab Tarjumanul Mustafid sebagai terjemahan pertama al-Quran kedalam bahasa Melayu. Prof Mahmud Yunus dengan Terjemah al- Quran al- Karim-nya, Buya Hamka dengan Tafsir Al- Azhar-nya, Ahmad Hassan dengan Tafsir al- Furqan-nya, dan Kyai Bisri Mustofa dengan Tafsir al- Ibriz-nya. Bahkan seorang sastrawan kawakan H.B Jassin juga menulis terjemah al- Quran yang beliau sebut sebagai al- Quran al- Karim Bacaan Mulia. Ke depan kita akan fokus untuk menerjemahkan ayat- ayat al-Quran yang memuat ajakan dan ajaran moderasi agama. Ada terma-terma tertentu yang harus menjadi perhatian bersama, seperti kata kafir, musyrik, zalim, nashara, Yahudi, al- sabi'in, jihad, al-qital, syuhada, thaghut, daulah, khalifah, al-Islam, al-Salam, dst. Seperti halnya dengan terma jihad yang biasa diterjemahkan dengan the holy war, perang suci. Shahid atau syuhada, mati sebagai martir adalah merupakan dambaan umat Islam awal. Bahkan sekarang pun, mati syahid merupakan dambaan sebagian orang yang menyatakan diri sebagai pejuang Islam. Tersebutlah slogan: 'isy kariman atau mut syahidan. Hidup mulia atau mati secara syahid. Betulkah ajakan ini, berjuang di jalan Allah Swt haruslah berujung dengan kematian. Mengapa panggilan jihad dimaknai "harus mati" di jalan Allah. Apakah tidak lebih mulia jika kita berjuang dan tetap hidup mulia di jalan Allah Swt. Bukankah al-Quran justeru menganjurkan agar kita selalu meninggal dalam keadaan muslim (pasrah total dan berserah diri kepada Allah). Sebagaimana Khatib jumat selalu membaca Q.S Ali Imran ayat 102, .....ya ayyuha al alzina amanu ittaqu Allah haqqa tuqatih. Wa la tamutunna illa wa antum muslimun... ( Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah Swt dengan sebenar- benarnya taqwa. Dan janganlah sekali-kali mati kecuali dalam keadaan muslim ( pasrah total kepada Allah Swt). Kita juga pada setiap harinya selalu mewiridkan:...Allahumma anta al-salam, wi minka al-salam, wa ilaika ya'udu al-salam. Fa hayyina rabbana bi al-salam. Wa adkhilna al jannata daral salam. Ya zal jalal wal ikram. Bahwa inti ajaran Islam dan al- Quran adalah damai dan menebarkan kedamaian, keselamatan, ketentraman kepada seluruh makhluk. Dan semoga al-Qur’an al-karim terus menjadi “bacaan mulia” dan syifa’ (obat-penyembuh) bagi umat dan bangsa Indonesia. in uridu illa al-ishlah ma istatha’tu wa ma taufiqi illa bi Allah ‘alaihi tawakkaltu wa ilaihi unibu. Wassalamu ‘alaikum warahmatullah wa barakatuh.

Senin, 16 September 2019

Rumi Quotes

1. Out beyond ideas of wrongdoing and rightdoing there is a field. I'll meet you there. 2. When the soul lies down in that grass the world is too full to talk about. 3. The minute I heard my first love story, I started looking for you, not knowing how blind that was. Lovers don't finally meet somewhere. They're in each other all along.