Namutu wa nahya kulla
yawmin wa lailat-in
Wa la budda min yawmin namutu wa la nahya
Wa linna la-fi
al-dunya ka-rakbi safinat-in
(Kita mati dan hidup setiap hari, setiap malam
Sangat boleh jadi suatu hari kita mati, dan hidup lagi
Sesungguhnya kita di dunia ini laksana penumpang sebuah
kapal
Kita mengira “berhenti”, padahal waktu terus berlalu)
al-Muhasiby(165 H -243 H) adalah seorang ulama sufi yang memiliki ilmu
yang tinggi pada zamannya. Imam Ahmad ibn Hanbal, Imam al-Syathiby, dan Ibnu Taimiyah mengagumi beliau.
Banyak pandangan al-Muhasiby yang dijadikan landasan
pemikiran tasawuf sesudahnya. Imam al-Junaid al-Baghdady dan Imam al-Ghazaly
banyak juga mengutip pandangan beliau.
Terdapat perbedaan pendapat ulama mengenai kebesaran
al-Muhasiby. Imam Ahmad ibn Hanbal tidak setuju mengenai pandangan teologi Imam
al-Muhasiby mengenai sifat Allah Swt. Apakah Allah berfirman dengan suara atau
tidak dengan suara? Imam Ahmad menolak pandangan al-Muhasiby. Imam al-Syathiby
dalam kitab al-I’tisham-nya menulis
sekitar 10 lembar mengenai keutamaan pandangan tasawuf al-Muhasiby.
Diantara nasehat al-Muhasiby dan riwayat yang perpeganginya,
sebagai berikut:
1.Wa a’lam anna man nashahaka fa-qad ahabbaka.
(
Ketahuilah bahwa siapa saja yang menasehatimu, sebetulnya dialah yang
mencintaimu).
2. wa adim zikr Allah
tanal qurbahu .
( Teruslah berzikir kepada Allah,
maka engkau akan mendapatkan kedekatan dengan-Nya).
3. Wa a’lam anna qalilan yughnika khair-un min
kathirin yuthghika. Wa iyyaka wa dakwat al-mazhlumi.
( Ketahuilah,
sesungguhnya sesuatu yang sedikit tapi membahagiakanmu lebih baik dari pada
banyak membuatmu congkak. Berhati-hatilah terhadap do’a orang teraniaya).
4. Rasulullah Shalla Allah ‘alaih
wa sallama bersabda:….wa la tukhalith
illa ‘aqilan taqiyyan, wa la tujalis illa ‘aliman bashiran
(Janganlah bercampur kecuali dengan orang
alim lagi taqwa. Dan janganlah menghadiri majlis kecuali majlis orang alim lagi
kasyaf)….
5.Wa i’tazil al-fudhul taslam
(Jauhilah sikap berlebih-lebih, niscaya engkau akan selamat).
6. Umar r.a pernah berkata:
La khaira fi qawm-in
laisu bi-nashihin. Wa khaira fi qawm-in la yuhibbuna al-nashihin.
(Tiada kebaikan bagi suatu kaum yang tidak ada pemberi
nasehat. Tidak ada kebaikan suatu kaum yang mereka tidak menyukai pemberi
nasehat).
Pada kesempatan lain, Imam al-Syafi’i pernah berkata
sebagaimana dikutip Ibnu al-Qayyim dalam kitab Zadul Ma’ad, jilid 3, h. 417); Arba’atun
tazidu fi al-‘aqli, tarku al-fudhul min al-kalam, wa al-siwak, wa mujalasat
al-shalihin, wa mujalasat al-‘ulama. ( ada empat hal yang dapat menambah
kecerdasan, yakni: menjauhi banyak bicara, selalu bersiwak/ sikat gigi, senang
bersama para orang shaleh, dan sering menghadiri majlis para ulama).
Abu Zar pernah berkata: I’mal
ka annaka tara, wa ‘udda nafsaka fi al-mauta, wa a’lam anna al-syarra la yunsa,
wa al-khaira la yafna( berbuat baiklah, seakan-akan engkau melihat Tuhan, persiapkan
dirimu untuk menjemput kematian, dan ketahuilah bahwa keburukan itu tidak mudah
dilupakan, dan kebaikan tidak akan
pernah hilang).
Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari nasehat Imam
al-Muhasiby agar kita dapat mengarungi carut-marut dan godaan hidup ini dengan
selamat. amin
Wa Allah a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar