Gallery

Selasa, 14 Februari 2012

Haji Masaagung & Haji Mustofa

Haji Masagung dikenal sebagai pengusaha buku nasional. Dari latar belakang hidupnya, masa kecilnya, Haji Masagung sebagai anak nakal, yatim piatu. Ia suka mencuri buku kakaknya, lalu menjualnya di pasar Senen. Kebiasaan buruknya ini, sehingga dipindahkan sekolahnya ke Bogor. Ada dua sekolah yang ditempatinya belajar di Bogor. Keduanya gagal. Ia diusir dari rumah pamannya di Bogor, dan kembali ke Jakarta. Usaha dagang ibunya tidak juga menghasilkan perkembangan yang menggembirakan.

Masagung kecil, umur 13 tahun, terpaksa banting tulang dan bekerja keras, lalu terpaksa menjual rokok.
Ia memang terkenal anak nakal, tapi dari kenakalannya dikenal sebagai sosok yang memiliki keberanian di atas rata-rata.
Pada saat pendudukan Jepang, ia berani bergaul dengan tentara Jepang di Banten. Dari pergaulannya ini, ia berhasil mendapatkan sepeda. Dari modal sepedanya ini, ia memulai bisnis rokok di Glodok. Ia membeli meja, dan menitipkannya pada sebuah took di Glodok. Pelan tapi pasti, ia membangun relasi dengan pengusaha rokok lainnya. Akhirnya usaha rokoknya berkembang.
Belakangan ia menentukan usahanya hanya fokus untuk perbukuan.
Pada saat, Belanda kalah dari Jepang, ia berani mendatangi orang-orang Belanda tersebut agar mau menjual buku-buku tua mereka dengan harga murah.
Singkat kata, Toko Masagung sekarang sudah berdiri kokoh dengan karakter tersendiri. Toko Masagung memiliki segmen pasar tersendiri yang sudah barang tentu berbeda dengan toko buku Gramedia.

Lain lagi dengan H. Mustofa, seorang pebisnis besi tua yang buta huruf. Tapi ia memiliki modal “nekat” dan memiliki kemampuan untuk menaksir harga besi tua. Ia sangat jujur, bekerja keras, nekat, dan berani.
Pengusaha besi tua kelahiran 1952, Bangkalan Madura ini sampai berani memburu besi tua di Iraq, meskipun belakangan gagal. Ketika perang teluk berkecamuk di Iraq, ia melihat peluang ini. Dalam benaknya, tentu banyak kapal selam, kapal perang yang tenggelam. Ia pernah mengutus 3 orang karyawannya untuk meninjau dan melihat peluang bisnis besi tua di Iraq. Hanya saja, bisnisnya ini tidak kesampaian, karena lokasinya sangat jauh di lautan, dan akses sarana dan pra-sarana di sana sangat sulit.
Bagi seorang pengusaha, itu hanyalah resiko sebagai pebisnis.
Hal yang menarik, Haji Mustofa mengambil untung Rp 25-30 per-kilogram besi tua yang dijualnya. Ia berpikir bahwa dalam 8.000 kg yang dijual pada setiap bulannya, ia dapat menarik keuntungan sekitar Rp 200 juta.
Yang jelas, pelajaran yang harus diambil dari kisah dua tokoh ini adalah dalam berbisnis, seseorang harus memiliki:

1.      Berani mengambil resiko;
2.      Menjunjung tinggi kejujuran dan integritas;
3.      Ia harus petarung;
4.      Ia haus berpikir: sedikit dalam banyak.
   
     Wa Allah a'lam.

Tidak ada komentar: