Saya untuk pertama kali mendengar nama Dahlan Iskan dari guru saya Prof Qodri Azizy (almarhum). Beliau bercerita memiliki kawan yang sangat energik, visioner, dan mengendarai mobil sendiri. orangnya tegas, bos Harian Jawa Pos. sejak itu, saya mengikuti sepak terjang pak Dahlan Iskan.
Suatu waktu saya ada undangan kuliah umum di IAIN Raden Intan, Lampung. Siang itu, saya naik Sriwijaya. Kebetulan, sebelum turun dari pesawat ada sosok yang unik di mata saya. ia berdiri paling depan sambil memegang hand phone dan sesekali melirik jam tangan dan kelihatan tidak sabaran menunggu untuk segera turun. Saya memberanikan diri untuk menyapanya: Pak Dahlan Iskan. Dan beliau mengangguk, sambil saya memperkenalkan diri bahwa saya salah seorang staf di Kementerian Agama. Beliau langsung saja berkomentar: saya punya kawan yakni Prof Nasaruddin Umar. Sewaktu saya dari Iran, saya memnghadiahi Mushhaf al-Qur'an versi Iran, sambil beliau menuruni tangga pesawat.
Dahlan Iskan adalah seorang entrepreneur sejati. Ia berlatar
belakang pendidikan yang tidak tamat kuliah. Orang tuanya seorang petani
penggarap. Cita-citanya sejak kecil hanya ingin membeli sepeda. Karena kalau
berangkat sekolah, ia berjalan kaki, dan kalau meminta boncengan, temannya
keberatan.
Ia terkenal energik dan inspiratif. Kalau bicara to the point. Ia memiliki prinsip Corparate Governance. Dalam memilih
karyawan, ia berprinsip: the right men on
the right place. Ia juga dikenal sebagai man of action, manusia pekerja keras.
Di kalangan teman-teman wartawan, ia dijuluki sebagai maverick style. Orang yang keluar dari
pakem-pakem dunia bisnis pada umumnya.
Dalam menjalankan bisnisnya, ia mengandalkan intuisi, feeling. Dalam memilih karyawan atau
memberi tugas kepada orang, ia melihat rapi, pelit, cerewet, peduli pada
masalah-masalah sepele.
Dahlan Iskan, meskipun sudah kaya dan hidup berkecukupan,
dan telah menduduki posisi penting sebagai Direktur Utama PLN, dan sekarang
sebagai Menteri BUMN, ia tetap bersahaja. Ia tetap setia dengan memakai baju berlengan
panjang, biasa juga dilibat setengah lengan, memakai sepatu keds. Bahkan suatu
waktu ketika ia mengikuti RDP di DPR, ia menyelipkan air mineral di balik
jaketnya.
Ia terkesan terburu-buru, takut tersergap oleh berlalunya
waktu. Ia unik dan biasa nyeleneh.
Membaca Dahlan Iskan, saya teringat Culture matters, Samual Huntington dan Lawrence Harrison ( Harvard
University, 1999). Kita harus menjadi bangsa memiliki Culture matters, kerja keras, hemat, bekerja tuntas, tahu pegang
uang, dan dapat bersinergi. Ini adalah budaya progresif, seperti orang Korea
Selatan. Tidak berbudaya pasif seperti bangsa Ghana. Pada tahun 1960-an kedua
bangsa ini sama posisi ekonominya. Tapi, sekarang Korea selatan lebih unggul.
Korea selatan memiliki budaya progresif, culture
matters.
DI dikenal sebagai seorang pekerja ulet, pekerja keras,
lugas, hemat, pandai bersinergi, tidak setengah-tengah, bekerja tuntas, utuh,
berpenampilan unik dan terkadang nyeleneh.
Kita harus menghindarkan diri dari berpribadi “SMS”: susah
melihat orang lain senang. Dan senang melihat orang susah.
Bojong Gede, 15 oktober 2011
1 komentar:
assalamualaikumwarahmatullah...saya Siti Wirdah pak, mahasiswa IAIN Walisongo Semarang,,,, oh iya pak, mengenai pelaksanaan ON-MIPA apakah tahun depan, apakah kami sudah bisa mengikuti Pak? soalnya untuk tahun ini pendaftaranya sudah ditutup tanggal 30 maret 2012 kemaren Pak. terimakasih
Posting Komentar