Gallery

Selasa, 14 Februari 2012

Eks Mahasiswa Libya

Eks Mahasiswa Libya

Awal Juni 2011 saya menghadiri rapat khusus membahas mekanisme menerima eks mahasiswa Libya. Revolusi Libya ternyata juga berdampak bagi warga Negara Indonesia yang kebetulan bekerja di sana. Termasuk di dalamnya para mahasiswa Indonesia. Yang menarik adalah ada sekitar 40% mahasiswa yang tidak memiliki dokumen sama sekali. Lalu bagaimana caranya mereka dapat diterima di Perguruan Tinggi Islam di Indonesia. Mereka memiliki hasrat yang sangat tinggi untuk melanjutkan kuliah.
Sebetulnya di Libya ketika terjadi revolusi Muammar Khadafy, mereka tidak mau pulang. Mereka lebih memilih untuk tidak pulang karena sudah membayangkan akan mengalami  nasib yang kurang menguntungkan kalau pulang. Mereka sudah nekad dan pasrah. Apapun yang terjadi harus dihadapi. Kalaupun mati, berarti mati “terhormat”, syahid karena sedang menuntut ilmu pengetahuan.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama RI dan Kementerian Pendidikan Nasional bersepakat untuk memberi pelayanan khusus kepada mereka ini. Mereka dikategorikan sebagai mahasiswa pasca bencana.
Ada beberapa langkah yang ditempu, antara lain:

1.      Mendiskusikan  keadaan latar belakang pendidikan masing-masing mahasiswa, dan memberi kesempatan kepada mereka untuk memilih jurusan dan perguruan tinggi di Indonesia sesuai dengan minat keilmuan yang akan ditekuni;
2.      Mendiskusikan mekanisme penerimaaan. Maka diusulkanlah perlunya assessment untuk mengatasi keadaan mahasiswa yang memiliki berkas akademik maupun yang tidak memiliki dokumen pendukung lainnya.
3.      Membicarakan mekanisme pemberian bea-siswa. Pada Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, terdapat bea-siswa alumni Madrasah Aliyah yang melanjutkan studi di Perguruan Tinggi yang postur anggarannya antara lain: pembiayaan SPP, living cost, uang praktikum.
4.      Disepakatilah pembiayaan assessment berkisar Rp. 3,5 juta. Sementara bantuan dari Diktis sebanyak Rp. 5 juta
5.         Dll


Ada hal-hal menarik yang muncul dalam diskusi, antara lain:

1.      Bagi mahasiswa yang hilang dokumennya, pasti kena bom Muammar Khadafy. Sebab, bom AS tidak menghancurkan dokumen.
2.      Program studi yang mereka tekuni selama di Libya ada yang aneh-aneh, seperti kulliyat al-dakwah wa al-hadharah al-Islamiyah. Kita tidak mengetahui apakah kecenderungannya ke dakwah al-Islaminyah atau sejarah kebudayaan Islam.
3.      Ada seorang perempuan yang memilih ke Papua, meskipun dia kelahiran Cianjur. Baginya Papua adalah medan dakwah.  
4    belajar dari pengalaman ini, sebaiknya kita harus berhati-hati jikalau sedang memilih negara tujuan tempat studi. demikian pula halnya kalau seorang mahasiswa harus cermat dalam memilih program studi yang akan ditekuninya selama belajar di luar negeri. Hal ini perlu mencari informasi lewat Kedutaaan Besar Republik Indonesia, atau informasi dari internet ataupun para sarjana yang telah berpengalaman di Timur Tengah atau negara-negara lainnya. Kita tidak boleh hanya sekedar memilih negara tujuan belajar tanpa mengetahui keunikan dan kelebihan negara dimaksud. Sebab, akan berpengaruh pada masa depan mahasiswa yang sedang belajar tersebut. Semakin banyak informasi ayng didapatkan akan semakin baik, dan sangat boleh jadi akan berpengaruh pada sukses atau gagalnya studi yang bersangkutan.
      Wa Allah a'lam.   

Tidak ada komentar: