Medio Maret 2011, kami ada acara
silaturahim ke rumah kediaman Pak Maftuh Basyuni—mantan Menteri Agama RI--. Acara
tersebut hanyalah acara santai. Sambil guyon, pak Maftuh menyampaikan kisah-kisah
menarik atau mungkin juga sebagai percikan-percikan sepanjang perjalanan karier
beliau.
Suatu hari, pak Habibie menghadap ke Pak
Harto ditemani pak Maftuh untuk membicarakan penandatanganan Iftikhar. Pak Habibie
usul agar penandatanganan tersebut di depan Multazam--yang diyakini sebagai tempat mustajab di Ka'bah. Pak Harto bertanya:
Basyuni, Multazam itu opo? Karena pak Maftuh sedang menikmati makan siang, maka
beliau tidak terlalu paham, apa yang sedang ditanyakan pak Harto. Setelah itu,
beliau baru paham mengenai Multazam di Ka’bah. Pak Harto merespon permintaan
pak Habibie, apa itu perlu? Pak Habibie menjelaskan, sangat perlu pak Harto,
karena berbagai alas an yang dikemukakannya. Setelah itu, pak Harto berkata: sa’arap’e dhewe—semaumu atau sesuka
hatimu. Pak Habibie keluar, dan bertanya kepada pak Maftuh, apa maksud pak Harto
tadi, beliau tidak setuju!.
Pada kesempatan lain, pak Maftuh menghadiri
walimah K.H Hamid Baidhowy di Jawa Tengah. Sebelum pak Menteri hadir Habib
Rizieq sudah menyampaikan pidato. Di atas podium, Habieb Rizieq menyerang
Menteri Agama. Tiba-tiba pak Maftuh masuk arena, dan Habib Rizieq menghentikan
secara paksa pidatonya. Setelah itu, oleh shahibul
bait, sebagai Menteri agama, pak Maftuh dipersilakan untuk menyampaikan
pidato singkat. Begitu naik podium pak Maftuh langsung nyeletuk, mana Rizieq?
Rupanya Habib Rizieq sudah pamit duluan karena memburu jadwal pesawat ke
Pancel. Pak Maftuh menyampaikan bahwa sebetulnya saya terpaksa menyampaikan hal
ini untuk maksud meluruskan apa yang telah disampaikan oleh pak Rizieq tanpa
mengurangi makna walimah pada hari ini. Seandainya Rasulullah Saw hidup
sekarang ini, tentu beliau sangat sedih melihat kelakuan keturunannya seperti
Rizieq.
Pak Maftuh juga bercerita bahwa dari Gus
Dur sampai sekarang tidak ada pengkaderan yang jelas di PBNU. Dulu ada Bafadhol
yang pindah ke Natsir. Dilepas dengan upacara dan penyematan baju kehormatan.
Ada Ahmad Syaikhu. Pak Idham Khalid juga tidak melakukan kaderisasi. Gus Dur
melakukan jawanisasi NU sehingga melumpuhkan potensi daerah. Saya pernah sangat
kaget waktu ke Banyuasin, protokol menyebut Nahdiyyin wa al-Nahdiyat. Ternyata
hadhirin wa al-hadhirat di sana diganti dengan nahdhiyyin wa al-nahdhiyyat. Hal
ini menunjukkan betapa kentalnya nahdiyyin di kabupaten Banyuasin tersebut.
Jangan-jangan sekarang ini, semua pengurus NU adalah orang Cirebon. Untung saja
bukan Babakan, seloroh pak Maftuh.
Lanjut pak Maftuh. Saya pernah ke Jawa
Tengah, dalam sebuah acara. Saya menjelaskan bahwa Ahmadiyah itu ada dua macam.
Ahmadiyah Lahore dan Qadyiyani. Ahmadiyah Lahore, sama saja dengan kita. Ahmadiyah Qadhiyanilah yang
berkeyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang nabi. Dan kitab al-Tadzkirah sebagai pedoman atau kitab
suci mereka. Jelas Ahmadiyah Qadhiyani sangat bertentangan dengan aqidah umat
Islam. Akan tetapi, tentunya sikap kita tidak boleh “menggebuki” mereka.
Meskipun mereka sesat, tapi kita tidak boleh melakukan tindakan kekerasan
kepada mereka. Tolong carikan saya hadis, dimana Nabi Saw membunuh musuhnya,
tandas pak Maftuh. Yang ada dalam piagam Madinah, dimana Nabi memiliki
perjanjian khusus dengan umat yahudi. Bahkan pada Fathu Makkah (penaklukkan Makkah), siapa yang masuk rumah Abu
Sufyan, maka dia selamat. Siapa yang masuk Ka’bah, maka diapun selamat.
Menarik kan? Pak Maftuh memang terkenal
sebagai Menteri Agama yang tegas dan berani. Beliau juga memiliki pengalaman
yang banyak dan menarik. Semoga pak Maftuh bisa “berbagi” lagi dengan kita.
Selamat dan panjang umur buat pak Maftuh. Amin.
Wa
Allah a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar