Izinkan saya bercerita
mengenai kisah inspiratif Prof. Jeffry Lang. Ia adalah seorang profesor pada
Departemen Matematika pada University of Kansas, AS. Ia pada awalnya adalah
seorang penganut Kristen. Ibunya juga seorang penganut Kristen yang taat. Suatu
hari di hotel, ia mendengarkan azan yang sangat merdu yang menyebabkannya
terpikat dengan ajaran Islam. Suara azan tersebut membuatnya bergetar. Dan
setelah itu, ia mencari tahu bagaimana ajaran Islam itu.
Ia dan keluarganya berkelana ke Saudi Arabiyah, negara tempat lahirnya Islam. Ia dan keluarga melaksanakan ibadah haji. Meskipun kecewa dengan perilaku kebanyakan umat Islam di sana, dan tidak sepenuhnya berkesesuaian dengan al-Qur’an dan sunnah Nabi Saw. Perjalanannya itu, ia abadikan dalam buku yang berjudul: Even Angels Ask: A Journey to Islam in America, 1997.[1]
Ia dan keluarganya berkelana ke Saudi Arabiyah, negara tempat lahirnya Islam. Ia dan keluarga melaksanakan ibadah haji. Meskipun kecewa dengan perilaku kebanyakan umat Islam di sana, dan tidak sepenuhnya berkesesuaian dengan al-Qur’an dan sunnah Nabi Saw. Perjalanannya itu, ia abadikan dalam buku yang berjudul: Even Angels Ask: A Journey to Islam in America, 1997.[1]
Suatu hari ia bertemu dengan seorang wanita di
Swalayan. Wanita tersebut tidak diberi kesempatan untuk shalat jama’ah di
mesjid. Ia juga tidak habis fikir dengan adanya mutawwa’, polisi yang mengawasi gerak-gerik orang lain. Ini sangat
menggelikan, pikirnya. Apakah memang di Arab, akhlak secara individual lebih dipentingkan
ketimbang akhlak sosial atau etika secara universal? Seperti keadilan,
kejujuran, responsibility, tanggung-jawab, kemaslahatan bersama, dll.
Hal yang menarik dari
Jeffry Lang ini adalah:
(a)
Ia mengusung ber-Islam yang kritis. Ia
banyak mempertanyakan doktrin-doktrin Islam dengan kritis. Islam yang kritis
yang diusungnya bukannya melemahkan imannya tapi justeru memperkuat
iman-islamnya.
(b)
Ia tetap mempertahankan Islam rahmatan li al-‘alamin. Islam itu adalah
ajaran dan agama universal, bukan agama Arab. Tidak ada arabisasi, yang ada
adalah islamisasi. Seperti terma Alhamdulillah,
bukan diucapkan Alhamdulillah bagi
komunitas Islam non-Arab, tapi tetap memakai
Thank’s God. Tentu pikiran
seperti ini sangat kontras dengan kebiasaan sebagian dari kita yang sering
melafalkan kalimat-kalimat islami, seperti Alhamdulillah,
subhanallah, Allah akbar, masya Allah, Insya Allah, dst. Meskipun terkadang
mereka ini bersikap eksklusif dalam pergaulan sehari-hari. Dalam artian, mereka
berkeyainan bahwa kelompok merekalah yang paling benar. Dan dalam batas-batas
tertentu hanya merekalah pemilik kebaikan dan kemuliaan. Dan sangat boleh jadi
mereka mempermaklumkan diri sebagai calon penghuni sorga, sedang yang lain
“belum tentu”.
(c)
Pijakan argumentasi Jeffry Lang adalah Q.S al-Baqarah (2): 31, ketika para
malaikat mengajukan protes kepada Tuhan tentang akan diciptakannya makhluk
baru, yaitu Adam a.s. Mengapa Tuhan akan menciptakan Adam, bukankah kami ini
yang sejak penciptaan awal, kami selalu memuji-Mu, mensucikan-Mu, dan tidak
pernah melanggar perintah-Mu? Dari sinilah, sehingga Prof Lang tambah mantap
dengan iman-Islam.
Islam kritis bukan Islam Keturunan.
Apakah selama ini kita sudah pernah bertanya terhadap Islam-iman kita? Apakah
aqidah dan tauhid kita sudah benar? Apakah cara wudhu’ dan shalat kita sudah benar?
Apakah tata cara bertutur kita sudah benar? Apakah cara kita mempergauli
pasangan hidup kita sudah benar? Apakah cara kita mengendarai mobil, motor
sudah tepat? Apakah ketika kita tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas termasuk
dosa sosial? Apakah membunyikan klakson mobil sudah benar? Apakah cara baca (tajwid
dan tartilnya) al-Qur’an kita benar? Apakah kita sudah bersyahadat dan
memahaminya dengan benar? Apakah makna agama dalam kehidupan kita? Apa betul
kita sudah beragama yang benar? Apakah kita sudah memosisikan agama sebagai way
of life? Ataukah agama hanya sekedar lipstik belaka? Atau agama hanya sebagai
“tameng”? kalau sudah “berperkara” di pengadilan baru memakai simbol-simbol
agama? Apakah kita beramagama hanya sekedar “menggugurkan” kewajiban ataukah
sudah menjadi sebuah kebutuhan? Atau kita beragama karena kesadaran batin?
Ataukah kita beragama karena ikut-ikutan?
Wa Allah a'lam.
[1] Jeffry
Lang sudah menulis beberapa buku lainnya, yakni: (a) Struggling to Surrender, 1994, Buku ini telah diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia oleh Suharyono dengan judul: Berjuang untuk Berserah Pergulatan Sang Professor Menemukan Iman,
Serambi, 2008, dan (b) Losing My
Religion: A call for Help, 2004. Buku ini juga telah diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia oleh Agung Prihantoro dengan judul: Aku Menggugat, maka Aku kian Beriman, Serambi, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar