Gallery

Selasa, 06 Maret 2012

Umar Ibn al-Khattab: Si Jenius & Arsitek Agama

Umar ibn al-Khattab (w. 23 H)
Umar ibn al-Khattab sebelum memeluk agama Islam dikenal sebagai penentang keras Nabi saw. Umar di samping sebagai sahabat dekat Nabi saw., ia juga mertua Nabi saw. Putri Umar, Hafshah adalah salah seorang ummahat al-mu’mini>n yang belakangan sangat berjasa karena menyimpan naskah al-Qur’an.
Umar ibn al-Khattab adalah sahabat yang terkenal adil dan sangat jenius dalam berijtihad. Pada masa pemerintahannya, Umar ibn al-Khattab telah banyak memberikan fatwa sampai sesuatu yang baru sama sekali belum muncul dan diputuskan pada masa Nabi saw. Umar menghentikan pembagian harta rampasan berupa tanah milik rakyat di Syam dan Sawad, Irak. Tanah-tanah ini tidak dibagikannya kepada prajurit yang ikut penaklukan kedua wilayah baru ini, tetapi dikembalikannya kepada penduduk setempat. Fatwa Umar ini jelas menyalahi tradisi Nabi saw. yang telah membagikan tanah Khaibar kepada mereka yang ikut menaklukannya, meskipun Umar akhirnya dikritik oleh sahabat utama seperti Abd al-Rahman ibn Awf, Zubair ibn al-Awwam, dan Bilal ibn Rabah.
Ia juga menghentikan pembagian zakat kepada mu’allaf. Padahal mu’allaf adalah termasuk kelompok yang ditunjuk oleh QS. al-Tawbah/9: 60 sebagai mustah}iqq (mereka yang berhak menerima zakat). Pada masa Nabi saw., Abu Sufyan, Aqra’ ibn Habis, Abbas ibn Mirdas, Safwan ibn Umayyah, dan Uyainah ibn Hisn—sebagai mu’allaf—mendapat 100 ekor unta. Pada masa Umar ibn Khattab, Uyainah dan Aqra’ datang kepadanya dan Umar pun merobek surat keterangan mu’allaf-nya, seraya berkata, “Allah telah memperkuat Islam dan tidak memerlukan kalian. Kalian tetap beragama Islam atau hanya pedang yang ada (memilih keluar dari Islam).” Menurut keterangan lain, pada masa Umar ini pula banyak orang yang mengaku sebagai mu’allaf, padahal mereka bukanlah mu’allaf.
Umar juga termasuk sahabat yang pertama kali mengusulkan untuk pengumpulan al-Qur’an (jam‘ al-Qur’an), meskipun pada awalnya ditolak oleh Abu Bakar. Umar juga yang dengan tegas tidak memberlakukan hukum potong tangan (qat‘u al-yad) pada pencuri pada masa paceklik.[1]  
Umar juga terkenal tidak memberlakukan hukum karena darurat (QS. al-Baqarah/2:173 sebagai dasar argumentasinya). Sebagai contoh kasusnya adalah ketika Umar memutus bebas hukuman seorang pemuda (pembantu) Hatib ibn Abi Balta‘ah yang “terpaksa” mencuri seekor unta milik seseorang dari Muzainah. Kusayyir ibn Salt meminta kepada khalifah supaya pemuda tersebut dihukum potong tangan, tetapi Umar justru menegur Abd al-Rahman ibn Hatib Balta‘ah yang membiarkan pembantu-pembantunya kelaparan. Lalu, kepada Muzainah (pemilik unta) tersebut, Umar bertanya kepadanya, “Berapa harga Untamu?” Jawabnya, “400 dinar”. Umar menyuruh Abd al-Rahman ibn Balta‘ah untuk membayarnya 800 dinar (dua kali lipat dari harga standar), mengingat dialah yang menyebabkan para pembantunya mencuri. Contoh kasus lainnya adalah seorang ibu yang bebas dari hukuman rajam karena dia dipaksa untuk menyerahkan diri (diperkosa) oleh seorang pengembala ketika ia memohon kepadanya untuk diberi air minum.[2]
Umar yang tegas itu, suatu hari menghardik para pedagang yang sedang berbicara bisnis di masjid. Umar berkata, Inna banayna> ha>zihi al-masa>jid li-dhikr Alla>h. Fa-idha> dhakar-tum tija>rati-kum wa dunya>-kum fa ukhruju> ila> al-Baqi>’ (Sesungguhnya masjid-masjid ini dibangun untuk zikir kepada Allah. Jika kalian tetap saja membicarakan urusan bisnis dan duniamu [di dalam masjid], maka keluarlah di pekuburan Baqi’).[3]
Umar yang terkenal dekat dengan rakyatnya itu, sering mengadakan  “sidak” (inspeksi mendadak) kepada rakyat yang dipimpinnya. Ia menjalankan pemerintahan dengan tidak mengandalkan laporan stafnya, tetapi langsung ke lapangan. Pada suatu malam, Umar mendengarkan syair seorang wanita yang sedang dilanda kerinduan untuk bertemu dengan suaminya yang sedang berperang. Umar bergegas pulang dan bertanya kepada putrinya, Hafshah.
A<i banih, kam tas}bir al-mar’ah ‘an zawji-ha>? Qa>lat: shahr-an aw ithnayn, wa thalath-an. wa fi al-rabi>’ yanfuz}u al-s}abr (Wahai anakku, berapa lama batas kewajaran seorang istri dapat bersabar untuk ditinggalkan oleh suaminya? Jawab Hafshah, “Satu bulan, dua bulan, atau tiga bulan, sedangkan kalau sudah empat bulan sudah di luar batasan sabar.[4]
Mendengar pengakuan putrinya itu, Umar langsung memerintahkan supaya suami si perempuan tadi segera pulang. Betapa besar perhatian Umar bagi kesejahteraan rakyatnya, hingga masalah rumah tangga rakyatnya masih sempat diperhatikannya.

Dalam hal periwayatan hadis, Umar terkenal sangat ketat dan selektif. Dalam riwayat (meskipun masih diperdebatkan kesahihannya), Umar pernah mencambuk Abu Hurairah karena dinilainya terlalu mengobral periwayatan hadis dan terkadang bertindak ceroboh. Hadis yang disampaikan Abu Hurairah, oleh Umar, dinilai kurang akurat.
Wa Allah a'lam.

[1]Lihat Husain Haikal, Al-Fa>ruq Umar diterjemahkan oleh Ali Audah dengan judul Umar ibn Khattab, (Jakarta: Litera Hati Antar Nusa, 2002), hlm. 761-762, 744, dan 757.
[2]Lihat Ibid.,  757-758.
[3]Lihat Muhammad Husain Haekal, Fi> Manzi>l al-Wah}yi, (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1970), hlm. 455.
[4]Lihat Sulaiman M. al-Thamawy, ‘Umar ibn al-Khat}t}a>b  wa Us}u>l al-Siya>sat wa al-Ida>rat al-H{adi>thah: Dira>sat-un Muqa>ranat-un, (Beirut: Dar al-Fikr al-‘Araby, 1969 M), hlm. 95.

Tidak ada komentar: