Umar ibn al-Khattab (w. 23 H)
Umar
ibn al-Khattab sebelum memeluk agama Islam dikenal sebagai penentang keras Nabi
saw. Umar di samping sebagai sahabat dekat Nabi saw., ia juga mertua Nabi saw.
Putri Umar, Hafshah adalah salah seorang ummahat al-mu’mini>n yang
belakangan sangat berjasa karena menyimpan naskah al-Qur’an.
Umar
ibn al-Khattab adalah sahabat yang terkenal adil dan sangat jenius dalam
berijtihad. Pada masa pemerintahannya, Umar ibn al-Khattab telah banyak
memberikan fatwa sampai sesuatu yang baru sama sekali belum muncul dan
diputuskan pada masa Nabi saw. Umar menghentikan pembagian harta rampasan
berupa tanah milik rakyat di Syam dan Sawad, Irak. Tanah-tanah ini tidak dibagikannya
kepada prajurit yang ikut penaklukan kedua wilayah baru ini, tetapi
dikembalikannya kepada penduduk setempat. Fatwa Umar ini jelas menyalahi
tradisi Nabi saw. yang telah membagikan tanah Khaibar kepada mereka yang ikut
menaklukannya, meskipun Umar akhirnya dikritik oleh sahabat utama seperti Abd
al-Rahman ibn Awf, Zubair ibn al-Awwam, dan Bilal ibn Rabah.
Ia
juga menghentikan pembagian zakat kepada mu’allaf. Padahal mu’allaf adalah
termasuk kelompok yang ditunjuk oleh QS. al-Tawbah/9: 60 sebagai mustah}iqq (mereka
yang berhak menerima zakat). Pada masa Nabi saw., Abu Sufyan, Aqra’ ibn Habis,
Abbas ibn Mirdas, Safwan ibn Umayyah, dan Uyainah ibn Hisn—sebagai mu’allaf—mendapat
100 ekor unta. Pada masa Umar ibn Khattab, Uyainah dan Aqra’ datang kepadanya
dan Umar pun merobek surat keterangan mu’allaf-nya, seraya berkata,
“Allah telah memperkuat Islam dan tidak memerlukan kalian. Kalian tetap
beragama Islam atau hanya pedang yang ada (memilih keluar dari Islam).” Menurut
keterangan lain, pada masa Umar ini pula banyak orang yang mengaku sebagai mu’allaf,
padahal mereka bukanlah mu’allaf.
Umar
juga termasuk sahabat yang pertama kali mengusulkan untuk pengumpulan al-Qur’an
(jam‘ al-Qur’an), meskipun pada awalnya ditolak oleh Abu Bakar. Umar
juga yang dengan tegas tidak memberlakukan hukum potong tangan (qat‘u
al-yad) pada pencuri pada masa paceklik.[1]
Umar
juga terkenal tidak memberlakukan hukum karena darurat (QS. al-Baqarah/2:173
sebagai dasar argumentasinya). Sebagai contoh kasusnya adalah ketika Umar
memutus bebas hukuman seorang pemuda (pembantu) Hatib ibn Abi Balta‘ah yang
“terpaksa” mencuri seekor unta milik seseorang dari Muzainah. Kusayyir ibn Salt
meminta kepada khalifah supaya pemuda tersebut dihukum potong tangan, tetapi
Umar justru menegur Abd al-Rahman ibn Hatib Balta‘ah yang membiarkan
pembantu-pembantunya kelaparan. Lalu, kepada Muzainah (pemilik unta) tersebut,
Umar bertanya kepadanya, “Berapa harga Untamu?” Jawabnya, “400 dinar”. Umar
menyuruh Abd al-Rahman ibn Balta‘ah untuk membayarnya 800 dinar (dua kali lipat
dari harga standar), mengingat dialah yang menyebabkan para pembantunya
mencuri. Contoh kasus lainnya adalah seorang ibu yang bebas dari hukuman rajam
karena dia dipaksa untuk menyerahkan diri (diperkosa) oleh seorang pengembala
ketika ia memohon kepadanya untuk diberi air minum.[2]
Umar
yang tegas itu, suatu hari menghardik para pedagang yang sedang berbicara
bisnis di masjid. Umar berkata, Inna banayna> ha>zihi al-masa>jid
li-dhikr Alla>h. Fa-idha> dhakar-tum tija>rati-kum wa dunya>-kum fa
ukhruju> ila> al-Baqi>’ (Sesungguhnya masjid-masjid ini dibangun
untuk zikir kepada Allah. Jika kalian tetap saja membicarakan urusan bisnis dan
duniamu [di dalam masjid], maka keluarlah di pekuburan Baqi’).[3]
Umar
yang terkenal dekat dengan rakyatnya itu, sering mengadakan “sidak”
(inspeksi mendadak) kepada rakyat yang dipimpinnya. Ia menjalankan pemerintahan
dengan tidak mengandalkan laporan stafnya, tetapi langsung ke lapangan. Pada
suatu malam, Umar mendengarkan syair seorang wanita yang sedang dilanda
kerinduan untuk bertemu dengan suaminya yang sedang berperang. Umar bergegas
pulang dan bertanya kepada putrinya, Hafshah.
A<i banih, kam tas}bir al-mar’ah ‘an zawji-ha>?
Qa>lat: shahr-an aw ithnayn, wa thalath-an. wa fi al-rabi>’ yanfuz}u
al-s}abr (Wahai anakku,
berapa lama batas kewajaran seorang istri dapat bersabar untuk ditinggalkan
oleh suaminya? Jawab Hafshah, “Satu bulan, dua bulan, atau tiga bulan,
sedangkan kalau sudah empat bulan sudah di luar batasan sabar.[4]
Mendengar
pengakuan putrinya itu, Umar langsung memerintahkan supaya suami si perempuan
tadi segera pulang. Betapa besar perhatian Umar bagi kesejahteraan rakyatnya,
hingga masalah rumah tangga rakyatnya masih sempat diperhatikannya.
Dalam
hal periwayatan hadis, Umar terkenal sangat ketat dan selektif. Dalam riwayat
(meskipun masih diperdebatkan kesahihannya), Umar pernah mencambuk Abu Hurairah
karena dinilainya terlalu mengobral periwayatan hadis dan terkadang bertindak
ceroboh. Hadis yang disampaikan Abu Hurairah, oleh Umar, dinilai kurang akurat.
Wa Allah a'lam.
[1]Lihat
Husain Haikal, Al-Fa>ruq Umar diterjemahkan oleh Ali Audah dengan
judul Umar ibn Khattab, (Jakarta: Litera Hati Antar Nusa, 2002), hlm. 761-762,
744, dan 757.
[2]Lihat
Ibid., 757-758.
[3]Lihat
Muhammad Husain Haekal, Fi> Manzi>l al-Wah}yi, (Mesir: Dar al-Ma’arif,
1970), hlm. 455.
[4]Lihat
Sulaiman M. al-Thamawy, ‘Umar ibn al-Khat}t}a>b wa Us}u>l al-Siya>sat wa al-Ida>rat
al-H{adi>thah: Dira>sat-un Muqa>ranat-un, (Beirut: Dar al-Fikr
al-‘Araby, 1969 M), hlm. 95.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar