Di dunia korporasi dalam hal menentukan direksi dan pegawai, CEO memerhatikan beberapa hal, yakni orang memiliki kecakapan, kompetensi, dan strategi serta memiliki kemampuan eksekusi suatu pekerjaan. Kemampuan menyelesaikan masalah adalah kunci sukses seorang CEO. Jadi, dalam dunia korporasi latar belakang pendidikan formal bukanlah sesuatu yang utama.
Tapi yang terpenting adalah kecakapan dan kemampuan mengeksekusi suatu pekerjaan.
Kita biasa terkecoh dengan titel yang berderet yang disandang seseorang. Padahal yang bersangkutan tidak memiliki kompetensi yang memadai untuk pekerjaan yang diembankan kepadanya. Saya terkesima membaca sebuah artikel di harian Kompas dengan judul: pendidikan cepat saji yang ditulis oleh Udiansyah. Dalam artikel ini dikemukakan bahwa seorang guru besar yang dilecat oleh ketua jurusan hanya didasarkan pada laporan seorang mahasiswa bahwa dosen bersangkutan terlalu mempersulit mahasiswa dalam hal pemberian tugas dan penilaian nilai ujian. Pemecatan dilakukan tanpa mengklarifikasi kebenaran informasi tersebut kepada dosen bersangkutan. Ada kecenderungan pendidikan kita hanya melayani masyarakat yang sedang sakit, yakni credenyial people, penyakit ijazah. Kompetensi keilmuan tidak utama yang penting memiliki ijazah. Tentu fenomena ini sangat memprihatinkan. Bahkan ada pameo yang mengatakan, Stia itu adalah sekolah tidak, ijazah ada.
Padahal, yang kita butuhkan ada kecakapan, kompetensi, dan kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Perusahaan akan bangkrut, intansi pemerintab akan collapse kalau diisi orang orang yang tidsk kompeten
Tidak ada komentar:
Posting Komentar