Tersebutlah kisah Jiang Tai Gong. Tai Gong adalah seorang yang cerdas, dan masuk dalam dunia birokrasi. Karena tidak tahan dengan prilaku korupsi di kantor pemerintahan, ia memutuskan untuk keluar sebagai pejabat pemerintah. Ia pun hidup sederhana, dan belakangan harus memenuhi hidupnya dengan tertatih-tatih. Isterinya meminta cerai karena tidak tahan dengan lifestyle Tai Gong. Tai Gong sebetulnya sangat keberatan dengan gugatan cerai isterinya itu. tapi, tentu ia tak kuasa untuk membendung keinginan sang isteri untuk gugat cerai. akhirnya, Tai Gong merelakan dan mengabulkan permintaan cerai sang isteri.
Tai Gong belakangan menjadi pejabat negara lagi, bahkan menduduki posisi penting di China. Sang isteripun ingin rujuk kembali. Setelah sang isteri menghadap dan mengemukakan keinginannya untuk rujuk kembali, maka Tai Gong mengambil satu ember air, lalu menumpahkannya. kemuadian meminta sang isteri untuk mengumpulkan air yang tumpah tersebut. Sang isteripun paham akan maksud Tai Gong, bahwa air yang tumpah tidak mungkin dapat dikumpulkan lagi. kata-kata yang telah terucap tak mungkin dapat ditarik lagi (dikutip dari Leman, The Best of Chenese Wisdom).
Saya mendapatkan cerita yang mirip dengan Q.S al-Kahfi yang menceritakan dua orang pemilik kebun anggur. Satunya seorang mukmin, dan yang satunya kafir. Si Kafir selalu berbangga dengan hasil-hasil kebunnya, dan pengikutnya yang banyak. Si kafir tidak lagi ingat bahwa semua hasil yang didaptkannya adalah berkah dan anugerah Tuhan. Ia congkak, angkuh, dan memandang enteng si mukmin. Lalu, Allah Swt menurunkan azabnya, dan seluruh kekayaan, kebun anggur si Kafir menjadi musnah. iapun sangat menyesal dengan azab yang menimpanya. Ia bermaksud mengembalikan kejayaan dan kekayaannya. Tapi, ibarat air yang sudah tumpah. Siapa yang sanggup mengumpulkannya?
Wa Allah a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar