Gallery

Sabtu, 03 Maret 2012

Sunnah-Syi’ah

Dalam sejarah Islam, ada kelompok sunni dan syi’ah. Orang sunni selalu menyuarakan ahlussunnah wal-jama’ah. al-Jama’ah di sini menunjukkan kemapanan dan hidup dalam harmoni, tidak ada pergolakan. Biasanya mereka menikmati hidup harmoni karena dekat kekuasaan dan mendapatkan kue kekuasaan. 
Sedang kelompok syi’ah biasanya menyuarakan al-‘adl (keadilan).
Mengapa? Karena biasanya mereka itu, kehidupannya “dikejar-kejar” oleh penguasa. Mereka hidup dalam pengasingan, sehingga memilih hidup kontemplatif, berfilsafat, dan memelihara ilmu. Hidup kontemplatif pilihannya adalah memperbanyak bermunajat, berdo’a, sampai ada do’a al-sajjad, banyak bersujud kepada Allah swt.
Apa akibatnya sekarang? Masyarakat yang memelihara kekuasaan dan hidup dalam harmoni, hidup kurang bermartabat dalam percaturan dunia. Hampir seluruh negara yang dihuni oleh kelompok sunni menjadi “permainan” atau cecunguk dunia barat. Sementara Iran yang ditengarai Syi’ah dengan gagah berani menyatakan “perlawanan” dengan kepentingan dunia barat yang double standar. Orang-orang syi’ah berani karena memiliki professor terbanyak di dunia muslim yang menguasai nuklir. Sehingga mereka mengembangkan uranium secara mandiri. Mereka memiliki ketangguhan ekonomi yang dahsyat karena sudah lama diembargo oleh AS, tapi tetap saja berdiri tengak dan mampu mendongakkan kepala kepada barat. Terlepas dari setuju atau tidak dengan mazhab sunnah-syi'ah, kita harus mengembangkan ilmu, filsafat dan memperbanyak berkontemplasi agar kita tidak tergilas oleh zaman sebagaimana pernyataan Sir Muhammad Iqbal, bahwa pada zaman sekarang ini siapapun yang berhenti sejenak, pasti akan tergilas oleh zaman.
Jendela ilmu adalah salah satu jalan untuk mengintip dunia dan menaklukkan dunia. Dengan ilmu pengetahuan, seseorang yang berlatar belakang keluarga biasa bisa menjadi luar biasa. Dengan ilmu, bangsa ini akan bisa hidup sejahtera dan bermartabat. Ada sekitar 95 juta penduduk Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Tentu hal ini disebabkan oleh rendahnya pengetahuan yang mereka miliki. Dan sangat boleh jadi karena mereka tidak memiliki kesempatan untuk mengecap ilmu di bangku sekolah.
Untuk maju, kita harus memiliki "jiwa yang kaya" akan perbedaan. Kita memang hidup di tengah pluralitas, ras, agama, dan suku serta budaya. 
Kembali kepada sunnah-syi'ah tadi, yang perlu digagas adalah al-taqrib bain al-mazahib", upaya rekonsiliasi berbagai mazhab yang ada. Bukan dengan memicu perbedaan yang ada. Hidup harmoni ibarat melodi, yang setiap petikan, getaran nadanya berbeda-beda. Ada nada rendah, nada sedang, dan nada tinggi. Apabila disinergikan semuanya, maka akan terdengar suara indah nan elok. 
Wa Allah a'lam.
 
1      

Tidak ada komentar: