Gallery

Minggu, 18 Maret 2012

Bukuku

Saya pernah membaca pandangan Umberto Eco penulis novel The Name of the Rose tentang penting dan makna kehadiran sebuah buku. Buku telah terbukti membangun peradaban dunia. Buku dapat mengumpulkan serpihan-serpihan sejarah kemanusiaan yang panjang. Buku juga memperpendek jarak waktu. Lewat buku pikiran para filosof Yunani kuno dapat dibaca dalam sebuah buku pengantar filsafat. Seakan-akan tidak ada jarak antara masa lalu Yunani dengan waktu sekarang.
Oleh karena itu, bagi Umberto Eco meskipun era sekarang adalah era digital, peradaban buku masih tetap tak terkalahkan. Membaca sebuah buku memiliki kelebihan. Yakni, buku dapat membawa pembacanya lebih fokus kepada kebutuhan maksud membaca sebuah topik. Sedang membaca lewat digital library, apalagi lewat Internet akan menggaggu konsentrasi pembaca terhadap informasi lainnya yang juga disuguhkan pada saat yang bersamaan. Buku juga tidak mengakibatkan radiasi, tentu berbeda dengan membaca lewat digital library akan memengaruhi kemampuan daya tahan baca seseorang. Hal ini bukan berarti digital library atau electronic book's tidak penting. Umberto Eco memiliki seperangkat komunikator untuk membantu beliau dalam mencerap ide dan gagasan-gagasan baru. Lebih lanjut Nicholas Carr, menulis buku yang cukup inspiratif dengan judul: The Shallows: What the Internet is Doing to Our Brains, 2011. Nicholas Carr mengingatkan kita bahwa internet dapat mendangkalkan cara berpikir kita. Internet memang menyajikan informasi serba cepat, tapi kita akan kehilangan fokus dan kedalaman perenungan. Internet juga menyajikan banyak informasi dalam waktu bersamaan, tapi sekaligus dapat mengalihkan kita kepada informasi yang sebetulnya tidak sedang kita cari. Internet memang memberi banyak kemudahan, tapi Nicholas tetap merekomendasikan membaca buku cetak karena dapat memfokuskan kita untuk berpikir kreatif dan mengalami perenungan yang mendalam. Bukuku Kakiku,itulah judul buku yang diedit oleh St. Sularto, Wandi S. Brata, dan Pax Benedanto. Dalam buku ini dijelaskan banyak pengalaman tokoh-tokoh terkemuka. Ada pengalaman Ajip Rosidi: Buku dalam Hidup Saya, Prof. Azyumardi Azra: Membaca dan Menulis, Sebuah "Personal Account", Benjamin Mangkoedilaga: Ortu, Guru, dan Buku, Budi Darma: Memperhitungkan Masa Lampau, Daoed Joesoef: Budaya Baca, Prof. Franz magnis-Suseno: Bukuku Surgaku, Rosihan Anwar: Dengan Buku Menjadi Otodidak Sepanjang Hayat, Sindhunata--sastrawan--: Ambil dan Bacalah, Prof. Taufik Abdullah--sejarawan--: Sekolah, Buku, dan Seuntai Kenangan, Prof. Yohanes Surya: Pengalamanku dengan Buku. Prof. Sadli mengkritik, kalau internet sudah menyiapkan informasi yang overload, para dosen juga lebih senang membaca laporan koran dan majalah, lalu siapa lagi yang akan membaca buku? Padahal, kata Prof. Franz Magnis-Susesno, dengan membaca seseorang dapat melakukan "pelepasan". jadi, membaca bukan hanya untuk menambah wawasan dan cakrawala seseorang, tapi lebih dari itu. Banyak tokoh dari berbagai latar profesi terlahir karena buku. Franz Magnis tumbuh menjadi tokoh dan filosof berkat ketekunan ibunya bercerita menjelang tidur. Di rumah orang tuanya "disesaki" dengan buku-buku. H.B.Jassin, seorang kritikus sastra yang sangat disegani, rumahnya juga "dipenuhi" dengan buku. Pemandangan di rumah H.B. Jassin "sumpek" dengan buku, bahkan sampai di dapurnya juga ada buku. Sampai suatu waktu, Pak Ali Sadikin, Gubernur DKI jakarta mengusulkan agar buku-buku H.B. jassin disimpan di Taman Ismail Marzuki. Dulu, sewaktu masih kuliah di Makassar saya mendengar cerita tentang kedatangan Dr. H.M. Quraish shihab dari al-Azhar, Mesir. Konon, beliau membawa sekian ton buku dari Mesir. Waktu itu, tentu merupakan sesuatu yang istimewa seorang doktor jebolan al-Azhar pulang membawa gelar doktor berikut dengan buku-bukunya. Buku masih merupakan sesuatu yang sangat urgen bagi keberlangsungan pengembangan keilmuan dan bahkan peradaban. Mengenai buku, kalau kita piknik ada hal yang menarik. Biasanya, para turis mancanegara sebelum berangkat ke tempat tujuan wisata, mereka terlebih dahulu membagikan buku kepada anak-anak dan anggota keluarganya. Kalau kita, biasanya begitu mau berangkat ke tujuan, biasanya yang pertama kita perhatikan adalah persiapan logistik, apakah bekal dan makanan selama dalam perjalanan sudah siap atau tidak. Sangat berbeda bukan? Wa Allah a'lam.

Tidak ada komentar: