Selasa, 26 Februari 2013
Sang Nakhoda
Sang Nakhoda: Biografi Suryadharma Ali. Itulah judul biografi pak SDA yang diluncurkan bertepatan dengan penganugerahan Doktor Honoris Causa beliau di UIN Maliki Malang, tanggal 23 Pebruari 2013. Buku ini menggambarkan sosok SDA yang sudah memiliki karier panjang di organisasi kemahasiswaan, organisasi sosial keagamaan dan kemasyarakatan, dunia politik, dan sebagai Menteri UKM dan Menteri Agama RI. SDA selagi mahasiswa pernah menjabat sebagai Ketua PB PMII. SDA ketika di DPR RI pernah dipercaya sebagai Ketua Komisi V DPR RI. SDA sekarang ini sebagai Ketua Umum PPP. SDA juga sedang menjabat sebagai Menteri Agama RI dengan sejumlah gebrakannya dalam peningkatan kualitas pelayanan haji dan umrah, peningkatan akses dan kualitas pendidikan agama, dan kehidupan yang harmonis bagi pemeluk agama di Indonesia.
Buku ini menampilkan SDA sebagai sang Nakhoda. SDA dengan kesuksesan yang diraihnya itu memiliki kunci rahasia. Yakni ketulusan dan kerja keras. Dapat dibayangkan, ketika pertama kali terjun total di dunia politik dengan daerah pilihan Pemalang, Jawa tengah sedangkan beliau kelahiran Jakarta yang latar belakang Betawi. Dan ternyata beliau sukses. Ketika duduk di DPR RI, ruang kerja beliau pernah dibrondong dengan senjata dengan tembakan misterius. Ruang kerja beliau porak-poranda. Untung saja beliau tidak sedang di kantor waktu itu. Sampai sekarang, tidak ada informasi mengenai kejadian misterius ini. Semua jabatan yang telah dan sedang diembannya sebagai amanah. Beliau bukanlah pejabat yang ambisius. Hidupnya sederhana.
Buku Sang Nakhoda memotret liku-liku kehidupan pribadi pak SDA. Sebagai contoh ketika untuk pertama kalinya beliau jatuh hati kepada teman kuliahnya, Wardatul Asriah. Semula pertemuan spontan di perpustakaan. Pak SDA suka dengan buku-buku yang bertemakan filsafat. Mbak Wardatul Asriah juga memiliki minat yang sama. Setelah berkonsultasi dengan senior dan sekamarnya--pak Ace Saifuddin, pak SDA memantapkan hati untuk meminang Mbak Wardatul Asriah, yang sekarang adalah Ketua Darma wanita Kementerian Agam RI. Pak SDA juga dikenal sebagai tokoh yang tenang, mimiknya teduh, dan mudah tersenyum serta terkadang melempar humor segar. Seperti ketika koleganya, K.H. Nur Iskandar dalam suatu kesempatan menyatakan bahwa pak SDA ini adalah ulama yang belum sempurna karena belum berani beristeri lebih dari satu--atau empat seperti saya--. Setelah pak SDA menyampaikan sambutan, beliau berucap: ya betul, saya ini hanya punya isteri satu, tapi terasa empat. Kontan saja kelakar beliau disambut tawa oleh para hadirin.
Saya memiliki pengalaman pribadi dengan pak SDA. Suatu ketika saya mengikuti wawancara beliau dengan Tim UIN Maliki Malang dalam rangka penulisan biografi beliau. Ada hal yang menghentak ketika beliau memaparkan pikiran dan pemahamannya kepada ayat-ayat suci al-Qur'an. yang saya ingat adalah pemahaman mengenai ayat al-Kursi.Ayat tersebut sesungguhnya mengandung hikmah dan kandungan yang sangat dalam, tapi belum dipahami secara maksimal. Ayat al-kursi, umpamanya (QS. al-Baqarah (2): 255.
255. Allah! Tiada Tuhan selain ia, Yang Hidup, Yang Berdiri Sendiri. Tiada pernah mengantuk, dan tiada ia pernah tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan apa yang di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa'at di hadapan-Nya, kecuali dengan izin-Nya? Ia mengetahui apa yang di depan mereka, dan apa di belakang mereka, sedang mereka tiada tahu apa-apa tentang ilmu-Nya, kecuali apa yang Ia kehendaki. Singgasana-Nya meliputi langit dan bumi. Dan tiada Ia merasa letih memelihara keduanya, karena Ialah Yang Maha Tinggi, Yang Maha Besar.
Selama ini, ayat Kursi dibaca untuk mengusir setan. Atau dibaca sebagai amalan dengan maksud untuk mendapatkan kedigjayaan, kesaktian. Atau berfungsi sebagai wirid harian agar yang membacanya mendapatkan jabatan tertentu. Padahal, ayat kursi memuat kandungan nilai tauhid yang sangat luar biasa dan sangat rasional. Bahwa Tuhan tidak ngantuk dan tidak tidur: ….La sinat-un wa la naum….Itu menjadi pembeda yang sangat jelas dengan makhluk-Nya yang mengantuk dan tidur. Lalu, apa akibatnya: …Dia (Tuhan) tidak mengantuk dan tidak tidur? Dia selalu sadar. Dia selalu waspada. Maka pantaslah kalau Dia Yang Maha Kuasa. Maka pantaslah kalau Dia pemilik segala apa yang ada di petala langit dan bumi…..Lahu ma fi al-samawat wa al-ardh… Jadi, Dia yang tidak mengantuk dan tidak tidur sangat pantas dan sangat benar kalau dikatakan:…Dialah pemilik langit dan bumi. Sebaliknya, apa konsekwensinya kalau seseorang itu mengantuk dan tidur? Jangankan melindungi yang lain, orang yang mengantuk dan tidur untuk melindungi dirinya sendiri dari gigitan seekor nyamuk pun ia tidak kuasa. Maka tidak laik baginya disebut sebagai “berkuasa”. Pemahaman seperti ini dapat menggerakkan pemikiran dalam bidang tauhid. Hal ini juga dapat menambah dan mempertebal keimanan kita.
Pada kesempatan itu pula, pak SDA menegaskan bahwa ayat-ayat Kauniyah harus dieksplorasi lebih jauh dan menjadi kajian utama dalam pengembangan studi Islam. Dalam Al-Qur’an ada ayat yang menjelaskan tentang atom, dan bahkan sampai pada pembahasan nuklir. Ternyata Al-Qur’an sebetulnya sudah menyebutkan itu semua. Dan kita belum melakukan eksplorasi.
Ayat tentang peristiwa Isra’ dan Mikraj, misalnya. Q.S. al-Isra’ (17): 1 yang artinya:
Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha ,yang telah Kami berkati sekitarnya. Untuk memperlihatkan kepadanya beberapa tanda (Kebesaran) Kami. Sungguh, Dialah Yang Maha Mendengar, Yang Maha Melihat.
Potongan ayat ….al-lazi baraknana haulahu…yang bermakna: keberkahan dan keselamatan.
Tapi selama ini, ayat al-Isra’ yang memuat kisah perjalanan Nabi shalla Allah ‘alaih wa sallama menerima shalat lima waktu, belum dikaji secara komprehensif. Biasanya peristiwa Isra’ dan mikraj selalu saja dibumbui dengan kisah-kisah isra’iliyat yang supra-rasional, bahkan ada banyak kisah yang irrasional. Peristiwa Isra’ dan Mikraj selama ini belum menjadi sumber inspirasi untuk mengembangkan sains.
Ada pandangan lain yang melihat bahwa keberangkatan Nabi shalla Allah ‘alaih wa sallama dari Masjidil Haram, Mekkah ke Masjidil Aqsha, Palestina pada sepertiga malam itu, jarak bumi tidak dihitung mil tapi tahun sinar. Sekian tahun cahaya. Bagaimana Nabi shalla Allah ‘alaih wa sallama bisa selamat dalam sebuah perjalanan dengan kecepatan seperti apa? Tidak logis? Suatu perjalanan yang melebihi ratusan tahun cahaya. Bisa dibayangkan bagaimana Nabi bisa melesat. Tentu akan terjadi gesekan udara yang benda sekeras apapun, pasti hancur.
Apakah frase …al-lazi barakna haulahu…bisa dianalogikan dengan pesawat ulang-aling. Pesawat ini pun dilindungi oleh komponen yang dapat menahan panas karena terbuat dari bahan silicon. Seperti challenger, supaya tidak meledak.
Prof. Achmad Baiquni menganalisis bahwa pada peristiwa Isra’ dan Mikraj, kendaraan Nabi shalla Allah ‘alaih wa sallama adalah buraq. Buraq itu sering divisualisasikan sebagai seekor kuda berkepala manusia. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pemahaman bagi kalangan awam.
Sesungguhnya buraq itu adalah kilatan cahaya. Kendaraan Nabi, seperti kilatan cahaya. Jadi, bukan sinar biasa.
Lebih jauh frase…al-lazi barakna haulahu……bahwasanya badan Nabi shalla Allah ‘alaih wa sallama telah “disenyawakan” dengan cahaya, sehingga Nabi bisa melesat seperti kecepatan cahaya. Pemahaman seperti ini tentu sangat dalam sekali. Tetapi kalau peristiwa Isra’dan Mikraj hanya dipahami sangat normatif, maka tentu tidak banyak memberikan makna bagi kehidupan dan pengembangan sains (Prof. Achmad Baiquni: al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, 1996).
Selamat dan sukses pak SDA. Semoga hidup Bapak dan keluarga selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar