Jumat, 15 Februari 2013
Para Ratib
Arswendo Atmowiloto, menulis Kisah Para Ratib, Jakarta: Grafiti, 1996. Semula saya mengira. Arswendo akan bercerita tentang kisah para pezikir, rohaniawan atau apap pun namanya yang berbau zikir, kontemplasi. Ternyata Kisah Para Ratib itu bercerita tentang kisah nyata para nara pidana. Tentu ini terkait dengan kehidupan yang dialami, dirasakan, dan disaksikan sendiri oleh sastrawan yang nyleneh ini.
Kisah tentang perampok, pencuri, pemalsu data, pemerkosa, penipu, preman, pembunuh, dll. Semua dikisahkan dengan sangat apik dan sepertinya sangt terang bago siapa saja yang membaca buku tersebut. Kisahnya hidup, gaya berceritanya asyik, plotnya jiga runtut. Asyik deh. Arswendo membuat pembaca akan membaca terus sampai kalimat terakhir buku karyanya itu. Saya betul betul terpikat, terpesona.
Para ratib maksudnya adalah para nara pidana yang sedang menjalani hukuman di penjara. Ternyata para nara pidana itu juga tidak pernah lepas dari melantunkan do'a dan zikir . Mereka sesungguhnya selalu mengingat kepada Allah swt. Pendapat seperti ini tentu sangat berbeda dengan pemahaman kebanyakan kita selama ini. Selama ini penjara dipersepsikan sebagai tempat penjera. Tempat orang yang telah berbuat kriminal dididik agar dapat merasakan efek jera atas perbuatan yang telah diperbuatnya. Penjara adalah ibarat neraka dunia. Para penghuninya selalu merindukan suasana bebas. Ada yang setiap hari menempelkan badan, muka padajeruji penjara. Ada yang menempelkan badannya pada tembok penjara seakan-akan dengan perbuatannya itu dinding tembok tebal penjara bisa menipis, sehingga dia terbebas. Ada yang merindukan kehidupan keseharian yang penuh kehangatan dengan keluarga, sahabat, dan kerabat lainnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar