Gallery

Senin, 25 Februari 2013

Islam Agama Cinta

Dr Haidar Baqir baru saja melaunching buku dengan judul: Islam Risalah Cinta dan Kebahagiaan (2012). Buku ini oleh Prof. Dr. KOmaruddin Hidayat dikomentari sebagai "Sebuah buku yang menyajikan kedalaman ajaran tasawuf, seklaigus sangat praktis dan relevan bagi upaya keseharian kita untuk menggapai kebahagiaan hidup". Munif Chatib--penulis bestseller: Sekolahnya Manusia dan Orangtuanya Manusia--memberi catatan buku Haidar Baqir: "Amat penting disimak orangtua, pendidik, dan siapa saja, agar memprioritaskan pendidikan akhlak yang berbasis cinta demi kebahagiaan hidup sejati sebagai bentuk kesuksesan manusia tingkat tinggi". Pada pengantar buku, penulisnya sendiri memberi catatan penting bahwa dalam perjalanan hidupnya juga ia mengalami keterasingan, dan bahkan depresi. Hidup terasa hampa dan kehilangan makna. Makanya disamping kerja keras harus selalu dibarengi dengan rasa syukur yang mendalam atas nikmat dan karunia Allah swt yang telah kita rasakan. Kesan saya, Haidar Baqir mengajak kita untuk menyelami "hidup menjadi lebih bermakna". Hidup bermakna dapat dicapai dengan perubahan paradigma. Selama ini kita biasa hanya berhenti pada "jalaliyah", mengagungkan asma' (nama, dan sifat) Allah. Allah Akbar, Allah Maha Agung. Karya-karya Allah yang kita saksikan lewat alam raya ini sungguh agung. Menurut Haidar, kita harus melanjutkannya menjadi "jamaliyah", Allah Maha Indah. Seluruh alam raya ini tercipta tanpa cacat. Lekuk-lekuk bumi, dan segala isinya semuanya memancarkan keindahan yang luar biasa. Mungkin pemikiran semacam ini yang dikembangkan oleh seniman naturalis, yang bukian hanya piawai melukis alam raya seperi apa adanya, tetapi para seniman itu juga dapat merangkai ranting-ranting kayu yang sekilar tidak berharga menjadi sebuah karya seni yang bernilai tinggi. Di mata seniman, karya dari yang Maha Pencipta semuanya terlihat "indah". Pergeseran paradigma dari jalaliyah menjadi jamaliyah sangat penting artinya untuk menggapai kebermaknaan hidup. Orang yang sedang marah, apabila dinikmati juga terasa indah. Coba kemarahan seseroang direkam baru ditonton bareng-bareng, mungkin menjadi tontonan yang indah. Ternyata dibalik kemarahan seseorang, dari matanya yang melotot, mulutnya yang ngerocos sambil menyemburkan kata-kata yang tak terkontrol, mukanya yang merah, telunjuknya yang menunjuk-nunjuk, mungkin seluruh urat dan otot-ototnya tegang. sebuah tontonan yang menarik kan? Kalau kebetulan berhadapan dengan orang yang sedang kalap, maka anggap saja itu adalah tontonan yang menarik. Sungguh indah paradigma jamaliyah ini. Pada halaman pertama Haidar Baqir secara mengejutkan mengutip pandangan Syekh Yusuf al-Makassary: Agama adalah mengenal Allah (ma'rifatullah). Mengenal Allah adalah berlaku dengan akhlak (yang baik). Akhlak (yang baik) adalah menghubungkan tali kasih sayang (silaturahim). Dan silaturahim adalah memasukkan rasa bahagia di hati sesama kita. Memang dalam satu kesempatan saya mendengarkan ceramah ilmiyah Dr. Haidar Baqir yang sedang mengusulkan bahwa dalam pengajaran mata kuliah filsafat Islam hendaklah dimasukkan khazanah intelektual muslim Indonesia. Seperti Abddurauf Singkel, Nuruddin Ar-Raniry, Ronggo Warsito, Syekh Yusuf al-Makassary,. dll. Memang selama ini kelihatannya kita sangat bangga kalau mengutip para filosof Yunani, seperti Plato, Sokrates, dan Aristoteles. Padahal pemikiran mereka ini sudah sangat kuno, dan mungkin juga sudah tidak relevan dengan zaman. Padahal, kita memiliki tokoh dan filosof yang memiliki pemikiran yang otentik dan sangat bermanfaat dengan kehidupan intelektual kita. Sebaiknya, mengubah paradigma ini. kita harus berbangga dengan milik kita. Kita harus bangga menjadi "guru", dan bukan lagi sekedar menjadi "murid", kata Prof. Imam Suprayogo, rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Ada banyak hal yang dibahas Haidar Baqir. Antara lain: (a) memberi kebahagiaan, berarti mendapat kebahagiaan. Apa itu kebahagiaan. Bagaimana meraih kebahagiaan? Kebahagiaan adalah persoalan makna; (b) Hidup adalah perjalanan cinta. Kehidupan manusia adalah perjalanan cinta. Allah Mahacinta. Segala hal sebagai tanda cinta. Muhammad Nabi Cinta. Cinta lelaki-perempuan. Menjadikan kerja sebagai Passion (cinta). Melawan obsesi kepada harta. Hidup berorientasi sedkah. Dst. Bagi sufi, tidak ada bedanya antara nikmat, kebahagiaan dan penderitaan. Semuanya wujud cinta ilahy. Antara sa'adah dan syaqawah sama saja. Tidak ada syaqawah, penderitaan, atau "sengsara" bagi sufi. Bagi orang awam, kalau lagi sehat dan hidup berkecukupan biasanya bersyukur. Sebaliknya, kalau lagi sakit dan hidup miskin dianjurkan bersabar. al-Ghaniy al-syakur, wa alfaqir al-shabur, kata sabda Nabi Muhammad shalla Allah 'alaih wa sallama. Sesungguhnya, kalau lagi sakit, sangat boleh jadi Allah Swt menarik sebagian nikmatnya kepada hamba-Nya agar mereka kembali mengingat Allah Swt. Justeru dengan musibah itu, Allah Swt menolong hamba-hamba-Nya itu. Sebab, dengan kenikmatan yang diberikan-Nya itu, seorang hamba terkadang lupa akan Allah Swt. Buku Haidar Baqir ini memang asyik untuk disimak dan ditelaah. Sebelum memulai bab, Haidar mencantumkan kisah-kisah pendek inspiratif. Seperti pada bab Hidup berorientasi dan terobsesi kepada harta dengan mengutip kisah sufi Ibrahim ibn al-A'dzam. Suatu waktu, Ibrahim--yang dulunya seorang khalifah dan memilih hidup asketis-- bertemu dengan seseorang yang ingin memberinya sedikit uang. Ibrahim al-A'dzam berkata: Jika engkau kaya, maka akau akan menerima pemberianmu, tetapi aku tidak akan menerimanya jika ternyata engkau miskin. Lelaki itu mencoba meyakinkan Ibrahim bahwa ia berasal dari kalangan orang kaya. Berapa banyak uang yang engkau punya, sergah Ibrahim. Aku punya 5.000 keping emas, jawab si kaya. Apakah kau ingin memiliki 10.000 keping emas? Tentu, jawab si kaya. Apakah kau akan lebih senang kalau punya uang 20.000 keping emas? Ya, tentu lebih baik, jawab si kaya. Kalau begitu, kau bukanlah orang kaya. Sebab, kau lebih mmebutuhkan uang itu daripada aku. Aku sudah merasa puas dengan apa pun pemberian-Nya. Tidak mungkin aku menerima pemberian apa pun dari orang yang selalu mengharapkan lebih banyak (h. 183-4). Memang, manusia terkadang sangat serakah. Bahkan terkadang mengorbankan kebahagiaan demi mengejar uang. Uang memang penting, tetapi bukanlah yang utama. Jangan sampai kita mengorbankan keluarga, merusak silaturahim dengan teman, sahabat dan tetangga hanya karena mengejar uang. Pada bagian lain, Haidar menuis bab Hidup berorientasi sedekah. Oprah Winfrey mengumpulkan 100 orang kaya untuk melakukan percobaan sosial. Keseratus orang tersebut diminta untuk menabung uang yang selama ini dipakai untuk rekreasi. Tabungan tersebut dikumpulkan kemudian diberikan kepada orang yang membutuhkan. Beberapa bulan kemudian, 100 orang tersebut dikumpulkan lagi dan ditanya, apakah sesuatu yang berubah dalam hidupnya? hasilnya mengejutkan, mereka lebih bahagia setelah berbagi dengan orang lain. Wa Allah a'lam.

Tidak ada komentar: