Gallery

Rabu, 27 Februari 2013

Berinteraksi dengan al-Qur'an

Selama ini secara ritual, interaksi al-Qur’an dengan komunitas muslim sudah sangat intens. Kaligrafi ayat-ayat al-Qur’an kita temukan hampir di semua masjid di seluruh dunia. Bahkan pada dinding ruang tamu di rumah umat Islam sangat banyak ditemukan kaligrafi ayat- ayat tertentu. Semua ini dimaksudkan untuk mendekatkan ajaran al-Qur’an dan umat yang meyakini kebenarannya. Bahkan setiap bayi yang baru lahir akan dicarikan nama yang diinspirasi dari ayat-ayat al-Qur’an. Dan selama berabad-abad, anak-anak muslim sudah diajarkan baca-tulis al-Qur’an sejak usia dini. Cara membaca dan menulis huruf hija’iyah diperkenalkan pada semua level pendidikan formal. Jadi, secara umum interaksi umat Islam sangat intensif dengan al-Qur’an dapat dilihat pada praktek ibadah mahdhah mereka, ranah publik dan perhatian pengembangan studi al-Qur’an.( Jane Dammen McAuliffe (ed.), Encyclopaedia of the Qur’an, Brill, 2001). Perhatian khusus kepada al-Qur’an harus menjadi konsern kita semua. Saya teringat pada Prof. Fazlur Rahman, guru Prof. Nurcholis Madjid, Prof. Ahmad Syafi'i Ma'arif, dan Prof. Qodri Azizy. Setiap kali Prof. Fazlur Rahman memberi kuliah tafsir al-Qur'an, beliau memeluk al-Qur'an dengan penuh khidmat sambil berucap: "untung kita memiliki al-Qur'an ini. Kitab yang sangat otentik". Padahal, kita kenal Fazlur Rahman sebagai seorang filosof dan pemikir muslim yang sangat liberal. Demikian pula halnya dengan Farid Esack. Pemikir muslim yang satu ini juga adalah murid Fazlur Rahman. Farid lahir pada tahun 1959 di Wynberg, Cape Town, Afrika Selatan. Dia seorang sarjana muslim, penulis, dan aktifis politik sebagai oposisi apartheid. Dia bergabung dengan Nelson Mandela untuk mengusung inter-religious dialogue--dialog lintas agama. Karya-karya Farid antara lain: (a)The Struggle. (1988); (b) But Musa went to Fir'aun! A Compilation of Questions and Answers about the Role of Muslims in the South African Struggle for Liberation. (Afrika Selatan, 1989); (c)Qur'an, Liberation and Pluralism: An Islamic Perspective of Interreligious Solidarity Against Oppression. (Oxford, 1997); (d)Islam and Politics (London, 1998); (e) On Being a Muslim: Finding a Religious Path in the World Today. (Oxford, 1999); (f) The Qur'an: A Short Introduction. (Oxford, 2002); dan (g)The Qur'an: A User's Guide. (Oxford, 2005). Farid memosisikan al-Qur'an sebagai kekuatan pendobrak. al-Qur'an sebagai amunisi revolusi. Sama dengan Prof. Hassan Hanafi lewat karyanya, Min al-'Aqidah ila al-Thawrah. Bahwa keimanan harus menjadi pendobrak untuk mengubah tatanan sosial yang tidak berkeadilan. Keimanan harus menjadi penggerak revolusi sosial. Ada hadis nabi shalla Allah 'alaih wa sallama yang berbunyi: man ra'a minkum munkaran fal-yughayyirhu bi-yadih. fa-in lam yastathi' fa-bilisanih. Wa in lam-yastathi' fa-bi qalbih. Fa zalika adh'af al-iman. Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya--kekuatan. Apabila ia tidak sanggup mencegahnya, maka cukuplah dengan lisannya--dengan nasehat. Apabila ia juga tidak sanggup, maka dia mendo'akannya--agar yang bersangkutan tidak lagi mengulangi perbuatannya. yang terakhir ini adalah selemah-lemahnya iman. meskipun hadis ini diperdebatkan kesahihannya oleh ulama hadis. Demikianlah daya dobrak al-Qur'an pada kehidupan sosial. Secara spiritual, ada ulama tertentu yang selalu "bersama al-Qur'an". ke mana-mana saja yang bersangkutan pergi, pasti ada al-Qur'an di sampingnya. Bahkan kalau mau tidur pun, ia mendawamkan membaca satu, atau dua ayat al-Qur'an. Hadhratus Syeikh K. H. Hasyim Asy'ari, setiap pulang dari berdakwah. sebelum tidur beliau tetap membaca al-Qur'an. meskipun beliau sangat lelah. Prof. Buya Hamka, juga demikian halna. Bahkan ada ulama yang meninggal, sedang al-Qur'an dalam pelukannya. Subhanallah! Wa Allah a'lam.

Tidak ada komentar: