Gallery

Minggu, 31 Maret 2013

Gus Dur yang Jenaka

Melawan dengan Lelucon. Itulah salah satu buku Gus Dur--K.H. Abdurrahman Wahid--mantan Presiden Republik Indonesia. Kalau menulis kolom, Gus Dur sangat serius dan memakai bahasa Indonesia yang sangat baik dan apik. Tutur katanya dalam bahasa tulisan sangat tertata. Tetapi Gus Dur kalau ceramah atau bertutur biasanya memakai bahasa yang kocak. Gus Dur sangat produktif semenjak masih muda. Sejak masa beliau masih memakai mensik ketik, beliau sudah sangat aktif menulis kolom dan sejumlah artikel. Majalah tempo umpamanya. Tulisan Gus Dur juga banyak dijumpai di Jurnal Prisma. Dari sini saya pernah membaca sebuah buku dengan judul: Prisma Pemikiran Gus Dur. Menurut Mohammad Sobary, Cendekiawan, suatu hari Gus Dur diberitakan sedang dirawat di Rumah Sakit. Lalu, Kang Sobary menjenguk beliau. Ternyata beliau sedang mendiktekan tulisannya kepada penjaganya. Apa benar Gus Dur sedang sakit? Atau sedang istirahat, gumam Kang Sobary. Begitu dekatnya Gus Dur dengan dunia tulis-menulis. Sampai beliau menjabat sebagai Presiden pun tulisan-tulisannya masih sering kita baca di media nasional. Gus Dur sang presiden jenaka. Humor segar Gur Dur tetap saja meluncur, di kala beliau bersuka ria atau sedang dalam tekanan. Seperti pada saat Gus Dur menyampaikan pokok-pokok pikirannya dalam rapat pleno DPR RI. Gus Dur mengkritik anggota DPR dengan pernyataannya bahwa DPR seperti Taman Kanak-Kanak. Suasana politik nasional pun memanas. Gus Dur menuai kritik. Dan belakangan Gus Dur harus lengser dari kursi presiden. Tapi tetap saja Gus Dur memperlihatkan kejenakaannya. Malam pelengserannya, Gus Dur melambaikan tangan di istana, berjalan memakai jelana pengdek dan sandal jepit. Ada banyak tafsir mengenai tingkah Gus Dur ini. Bagi "penggila" Gus Dur, bahwa beliau memakai celana pendek dan sandal jepit sebagai isyarat bagi warga DKI Jakarta agar bersiap-siap untuk menghadapi banjir. Bagi si pengkritik Gus Dur, pakaiannya Gus Dur itu tidak pantas bagi seorang presiden. Demikian seterusnya. Gus Dur memang ibarat teks yang multi tafsir. Demikian. Wa Allah a'lam.

Tidak ada komentar: