Naik haji adalah salah satu rukun Islam. Artinya seorang muslim tidaklah berislam secara sempurna jika yang bersangkutan tidak menunaikan ibadah haji sedang ia sudah mampu melaksanakannya, baik fisik maupun finansial. Dalam praktek pelaksanaan haji setidaknya ada dua kelompok. Kelompok yang sangat konsern dalam melaksanakan semua ritual dan rangkaian haji. Kalau perlu, mereka ini melaksanakan semua ritual haji persis atau hampir sama dengan praktek Nabi shalla Allah 'alaih wa sallama.
Tidak mengerjakan yang lain-lain.Abdullah ibn 'Umar suatu waktu menambatkan untanya pada satu tempat, dan singgah bernaung di bawah sebuah pohon. Lalu, seseorang bertanya, wahai Ibn Umar, ada apa gerangan Anda bernaung di tempat ini. Ibnu Umar menjawab: "Hal ini saya lakukan karena saya pernah melihat Rasulullah shalla Allah 'alaih wa sallama melakukannya. Ada juga kelompok jamaah yang sambil berhaji juga mengurus yang lain-lain, seperti bisnis, dan mungkin juga politik. Memang ada ebuah ayat yang membolehkan menjalankan urusan bisnis di sela-sela pelaksanaan ibadah haji. Kalau saya tidak keliru ayatnya berbunyi: ...fa-la junaha 'alaikum an tabtaghu min fadhl Allah fi mawasim al-hajj....Tidaklah berdosa bagi kalian untuk mencari karunia Allah pada saat pelaksanaan haji. Mazhab yang membolehkan di antaranya adalah Imam Jarir al-Thabary, sepanjang tidak mengganggu kekhusyukan pelaksanaan ibadah haji.
Haji juga terkait dengan al-siyahah, wisata. al-Sa'ihun dalam QS.al-Taubah (9): 112 hampir semua ulama tafsir memaknainya sebagai wisata. Naik haji bisa dipahami sebagai kegiatan yang berkaitkelindan dengan wisata spiritual.
Ada syiar-syiar Allah. Ada unta dan binatang ternak yang "dikurbankan".Ada masjidil haram.
Haram itu bisa bermakna terhormat atau mulia. Masjidil haram, masjid yang terhormat, dimuliakan. Tanah haram, tanah yang terhormat, dan dimuliakan. Semakin mulia seseorang atau suatu tempat, maka semakin banyak larangan untuk tempat tersebut. Seseorang yang mau bertemu dengan presiden tentu banyak aturan protokoler yang harus dipatuhi. Mulai dari dress-code, tidak boleh memakai sandal jepit, baju dan pakai dasi, dst. Mengapa karena presiden itu adalah orang mulia, terhormat. Demikian pula tanah haram, apalagi masjidil haram. Seorang musyrik atau orang kafir tidk boleh masuk. Sama juga negara tertentu ada aturan mengenai visa. Seseorang tidak sembarang bisa masuk ke wilayah atau neraga tertentu. Demikian pandangan Prof. Quraish Shihab dalam bukunya: Haji Bersama Quraish Shihab (Mizan, 1998). Buku ini memuat pandangan sederhana tapi mendalam dari Prof. Quraish tentang manasik haji. Buku ini ditulis berdasarkan pengalaman langsung penulisnya membimbing jamaah haji, dan tentu juga dilatari oleh pengetahuan beliau luas di bidang tafsir al-Qur'an. Sebaiknya bagi calon jamaah haji membaca buku yang inspiratif ini. Semoga haji mabrur. Amin. Wa Allah a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar