Senin, 04 Maret 2013
Jalan Tol, Macet!
Setiap hari kita berjibaku dengan kemacetan di jalan tol. Setiap hari sopie saya mencari jalur-jalur baru untuk mencari jalan-jalan yang agak lempang. Hasilnya sama saja, macet tiada tara. Tol, macet. Macet tol. Tol, tol pasti macet. Anehnya tarif tol terus naik. Ada banyak jurus yang dajukan supaya tidak tertalu macet. Di antaranya pemasangan pass-trough sebagaimana dilaporkan oleh Pak Dahlan Iskan--Menteri BUMN--, tapi ternyata juga tidak banyak menolong. Sebab, disamping biaya pemasangannya relatif mahal Rp. 650 ribuan juga mobil harus menunggu bunyi tiiiittt di tempat pembayaran baru mobil bisa lewat. Untuk menyelesaikan bunyi tiiittt harus melewati satu perusahaan khusus yang bisa menanganinya. Tentu sebelum perusahaan tersebut bekerja harus melalui proses tender dan pelelangan. Kecuali kalau perusahaan tersebut satu-satunya perusahaan yang memiliki spesifikasi untuk pekerjaan dimaksud. Bisa penunjukan langsung agar terhindar dari kongkalikong. Betapa rumitnya negara ini diurus. Saya lagi teringat pernyataan Peter Drucker bahwa tidak ada negara kaya dan miskin, yang ada hanyalah "negara salah urus". Saya pikir kita harus berbuat sesuatu agar negara tidak terlalu lama salah urus. Ada secercah harapan agar Pak Jokowi-Ahok dapat mengurai kemacetan di Jakarta. Tetapi tidak mungkin persoalan segunung semuanya ditimpakan kepada beliau.
Kemacetan kesembrawutan memang terjadi di mana-mana. Di bandara Soekarno-Hatta demikian pula halnya. Dalam banyak kesempatan ketika kita berkunjung keluar negeri, pemandangan bandara kita sangat berbeda. Kalau urusan toilet di Cengkareng sudah lumayanlah. di bandara Changi, Sinagpura sangat tertib. Sebab, tempat parkir dan tempat menunrunkan penumpang berjauhan. Jadi tidak ada titik-titik persinggungan. Sangat berbeda dengan bandara Cengkareng. Tempat parkir Taxi berdekatan dengan tempat keluar penumpang. tempat parkir mobil para penumpang yang baru turun pesawat juga berjubel. Belum lagi tempat parkir mobil Damri juga berdempetan. Sempurnalah kesemrawutan Cengkareng. Di tambah lagi dengan restoran yang juga berjejer di sekitar tempat parkir. Inilah gambaran negara yang salah urus. Oleh pejabat negara tentu tidak banyak yang merasakan betapa menyiksanya kesemrawutan ini. Betapa menyiksanya kemacetan yang tejradi di seluruh sudut kota.
Tentu banyak teori yang diajukan untuk mengurai kemacetan kota. Ada yang berpendapat bahwa kendaraan umum harus diregenerasi. Perlunya segera menyelesaikan proyek MRT. Perusahaan Honda dan semacamnya harus dibatasi penjualan kendaraan motor roda dua dan roda empat. Perlunya pemindahan ibu kota. Ada lagi yang mengajukan ide perlunya pemisahan antara kota binis dan kota pemerintahan seperti layaknya Washington DC sebagai pusat pemerintahan di Amerika. Dan New York sebagai kota bisnis. Maroko juga demikian halnya. Kota rabat sebagai kota pemerintahan, sedang Cassablanca sebagai kota dagang. Pak Jokowi mengajukan ide unik perlunya pengaturan kendaraan berplat genap dan ganjil. tapi, bagaimana ya kalau transportasi umum tidak tersedia. tentu ide akan mentok.
Demikian. Sehingga ada kawan yang berkomentar, Jakarta ibarat "neraka". Orang mendengar kata Jakarta pasti yang terbayang adalah "macet"!!. Macet, macet, macet!
Sampai kapan Jakarta tidak macet? Ada yang mengusulkan: "lakukan perjalanan pad subuh hari, dan tengah malam. pasti anda tidak kena macet. Gila!!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar