Gallery

Kamis, 27 Desember 2012

Saudi Arabia

Setiap kali saya ke bandara Cengkareng atau bandara lainnya yang memiliki toko buku Periplus pasti saya menyempatkan waktu untuk melirik-lirik buku baru. Mata saya tiba-tiba tertumbuk pada satu buku baru dengan judul: On Saudi Arabia, Its People, Past,Religion, Fault Lines--snd Future, 2012. Buku ini ditulis oleh Karen Elliott House. Dia menyelesaikan sarjana starata satunya di Universitas Texas, Austin. Kemudian ia melanjutkan studinya lagi untuk belajar politik di Harvard University. Buku ini hadir pada waktu yang tepat. Sebab, berbicara tentang Saudi Arabia tidaklah semata membahas nasib 19 juta warganya, tetapi lebih dari itu kita meneropong masa depan ekonomi dunia dan sekaligus warga dunia. Halmana, Saudi Arabia adalah penghasil minyak yang diperhitungkan dunia. Satu dari empat barrel minyak dunia adalah bersumber dari Saudi Arabia. Lebih dari segalanya, The Al Saud believe they have an asset more powerful than the ballot box: they have Allah. mereka meyakini bahwa mereka pemegang otoritas agama (Islam). Mereka punya Allah. Dalam kaitan yang terakhir ini, Prof Dede Rosyada (Direktur Pendidikan Tinggi Islam, Kemenag RI) pernah bertemu dengan seorang Saudi yang doktornya bidang perminyakan. Singkat cerita,Prof Dede bertanya, kalau Anda terus menerus menggerus minyak negara Anda, maka dalam beberapa puluh tahun lagi, minyak itu akan terkuras habis. Sang doktor hanya menjawab singkat: "kita serahkan kepada Allah". Jawaban seadanya ini sama sekali di luar perkiraan Prof Dede. beliau berpikir akan mendapatkan jawaban ilmiyah dan akademik. Itulah Arab Saudi. Kembali ke buku tadi. Ada banyak hal yang dikemukakan dalam buku tersebut, antara lain: pergulatan dan "pemberontakan" serta kegalauan anak remaja Saudi yang hidup dalam kungkungan tradisi Arab. Youth want freedom. Pokoknya, muda-mudi Saudi menginginkan kebebasan. Ada beberapa bentuk "pemberontakan" mereka. Seperti senang memakai baju yang kebarat-baratan dan sudah berani meninggalkan baju tradisional (baju Arab). Para muda-mudinya senang memutar lagu-lagu barat dan film-film barat sekaligus. Itupun hanya bisa dinikmati di rumah masing-masing. Karena sinema dan bioskop terlarang di sana. Pacaran dan "kuncar" (kunjungan pacar) juga terlarang. Ditambah lagi dengan corak keberagamaan yang rigid, kaku. Wahhabi? Akibatnya, sebagaian anak muda "terjerumus" dan terlibat dalam pengedaran dan mengkonsumsi narkoba. Sebagian lagi ikut "menyuburkan" Islam garis keras. Demikian laporan Karen Elliott House. Seorang kawan yang menekuni tasawuf mengajukan pandangan, mestinya Arab Saudi kembali menghidupkan tasawuf sebagai solusi alternatif bagi kegalauan anak remaja tadi. tentu tasawuf yang dimaksud adalah yang muktabarah. Bukan pula tasawuf yang aneh-aneh atau ghair muktabarah. Padahal, seperti yang kita ketahui bahwa sekarang ini, pemerintah Saudi Arabiya melarang keras aliran tasawuf berkembang di negaranya. Dari dulu saya mendapatkan cerita bahwa buku-buku Imam al-Ghazali seperti Ihya' 'Ulum al-Din pun sangat dilarang peredarannya di Saudi. Kitab Dala'il al-Khairat, yang memuat pujian dan tahlil juga dilarang di sana. lalu bagaimana Saudi Arabia ke depan? Akankah Saudi collaps? Dan mengalami lost generation? Wa Allah a'lam.

Tidak ada komentar: