Senin, 14 Mei 2012
Virus Tasawuf
Virus tasawuf ada dua. Modernisme dan Wahhabisme. Kemunduran Islam atau ketidakmampuan Islam untuk menghadapi dan mengatasi modernitas sebagai “buah” tasawuf yang “merendahkan rasionalitas. Turki modern dibawah kendali Kamal al-Taturk mengharamkan tasawuf. Bahkan Kamal al-Taturk menangkap dan membunuh ulama-ulama sufi. Bagi al-Taturk, tasawuf dan segala bentuk pemujaan kepada orang suci adalah musuh modernitas.
Wahhabisme dengan gerakan salafiyah juga menghantam praktek-praktek pemujaan kepada orang-orang suci atau wali. Ketika Arab Saudi dibawah kendali Wahhabiyah, maka hammpir seluruh situs-situs orang-orang suci digusur. Bahkan tempat-tempat bersejarah terkait langsung dengan Nabi Muhammad Shalla Allah ‘alaih wa sallama juga dihancurkan. Tempat lahir Nabi, dll juga dilenyapkan. Satu-satunya yang masih tersisa hanyalah maqam Nabi Shalla Allah ‘alaih wa sallama di Masjid al-Munawwarah, Madinah.
Gerakan salafiyah-wahabiyah menggerus semua praktek-praktek pemujaan kepada wali di tempat-tempat manapun mereka “berkuasa”. Saya memiliki pengalaman unik ketika berkunjung ke Darul Hadis, Ma’bar, Yaman bersama dengan delegasi Indonesia untuk evakuasi 150 santri asal Indonesia yang terjebak di Darul Hadis, Sha’dah, Dammaj, pimpinan Syeikh Yahya al-Hajuory. Di Ma’bar, delegasi bertemu dengan Syekh Aby Nasr al-Imam atau lebih popular dengan Syekh al-Imam. Di ma’bar kita disambut oleh 60-an santri dan mahasiswa asal Indonesia. Delegasi diterima di ruang perpustakaan Syekh al-Imam yang tertata rapi, apik dan dipenuhi buku-buku turath. Ada banyak buku dakwah, fiqhi-ushul fiqhi, tafsir dan ‘ulumul Qur’an, hadis-‘ulum al-hadis, sirah al-Nabawiyah, dll.
Ketika pembicaraan selesai, di penghujung acara, delegasi meminta Syeikh al-Imam untuk membacakan do’a keberkahan sebagaimana layaknya di Indonesia, ketika kita berkunjung kepada seorang Kyai yang sangat dihormati. Beberapa kali Syeikh al-Imam didaulat untuk membaca do’a penutup, tapi saya melihat beliau “keberatan”. Akhirnya, karena setengah “dipaksa”, beliau bershalawat kepada Nabi shalla Allah ‘alaih wa sallama lalu mengajak hadirin untuk membaca surah al-fatihah.
Saya melihat beliau enggan dikultuskan. Dan sangat boleh jadi memang di sana tidak ditradisikan untuk membaca do’a setiap bertemu dengan ulama. Meskipun syekh al-Imam sangat otoritatif dalam bidang teologi Islam yang digelutinya. Syekh al-Imam menulis banyak buku, diantaranya:
a. Rawafidh al-Yaman yang memuat sejarah syi’ah di Yaman.
b. Ma’rakat al-Hijab yang memuat panduan wanita muslimah dalam memakai hijab (jilbab). Di sini beliau membela pemakaian cadar, dan mengajukan argumentasi bahwa dengan memakai cadar seorang muslimah tidak akan terganggu dalam melaksanakan tugas keseharian yang wajib dilakukannya. Justeru orang yang tidak bercadarlah yang akan banyak menghabiskan waktu untuk “bersolek”. Wanita bercadar sangat praktis dalam menjalankan tugas kesehariannya.
c. Dll.
Kembali ke judul tulisan ini. Bagi saya, tidaklah tepat kita menuduh dan menimpakan kemerosotan umat kepada satu variable yakni tasawuf. Sebab, bagi pengkaji tasawuf dan peminat serta pendukungnya, justeru dengan memelihara tradisi tasawuf Islam masih bisa tegak sampai sekarang ini. Esoterisme Islam inilah merupakan sesuatu yang sangat mahal sebagai “kekuatan penyeimbang” modernism yang ternyata menyisakan banyak masalah kemanusiaan. Pemanasan global, rasialisme, penjajahan kepada bangsa-bangsa yang lebih lemah, kurangnya penghormatan kepada kemanusiaan sebagai buah modernitas. Pemanasan global terjadi bukan hanya karena keserakahan manusia modern. Tapi lebih dari itu, manusia sekarang tidak memiliki pemahaman dan etika terhadap alam semesta. Mereka mengira ala mini tidak memiliki “roh”. Sehingga mereka dengan seenaknya membabat hutan, menggerus gunung, mengebor laut, dan melakukan eksplorasi yang luar biasa kepada alam. Ini karena manusia modern kurang memahami posisi alam bagi kehidupan mereka. Alam raya kalau “disakiti”, maka suatu waktu nanti, alam kurang atau tidak bersahabat dengan manusia. Itulah sebabnya, sekarang ini seringkali terjadi bencana alam yang sangat dahsyat di luar prediksi manusia modern.
Ternyata, dengan kemoderenan tatanan dunia tidak semakin baik. Ada gejala “nestapa manusia modern, meminjam istilah Seyyed Hossein Nasr. Di sinilah posisi penting tasawuf, yakni member makna dan memperkaya serta menyelamatkan kehidupan.
Untuk kajian ini, bacaan lebih lanjut S.Hossein Nasr, The Garden of Truth, the Vision and Promise of Sufism, Islam’s Mystical Tradition, 2007.
Wa Allah a’lam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar