Gallery

Senin, 16 April 2012

Umberto Eco

Umberto Eco, The Name of the Rose. Itulah judul novel yang sangat cerdas dan ditulis oleh sastrawan kawakan Umberto Eco. Novel ini berkisah dengan latar abad pertengahan, abad XIII. Halmana otoritas gereja sangat kuat dan “berkolaborasi” dengan kekuasaan. Pada masa itu ada banyak sekte yang dibid’ahkan. Akhirnya kelompok-kelompok biara banyak yang dihukum matai, dibakar, digantung, diperangi karena dianggap bertentangan dengan kebijakan Paus. Ada satu biara yang mengoleksi buku-buku klasik. Ada kasus misterius di biara tersebut. Yakni terjadi pembunuhan selama 7 hari berturut-turut, sehari satu orang yang tewas. Untuk mengungkap misteri tersebut, maka diutuslah William dan Adso untuk menyelidiki misteri tersebut. William dan Adso dari gereja luar. Ketika keduanya sudah sampai ke biara itu. tiba-tiba saja beralih profesi menjadi layaknya seorang detektif. William dan Adso dianggap cerdas, dan memiliki kemampuan logika yang bagus serta dipandang mampu menguak misteri pembunuhan itu. Pertama, mereka datang dan untuk menyelesaikan serta menguak misteri itu, ia memakai logika kausalitas. Tapi, ternyata ketika mereka masuk biara, ia kebingunan sendiri. Sebab, semakin didalami, seakan-akan semua orang dalam biara tersebut terlibat kasus pembunuhan. Perlahan-lahan, mereka berdua mendalami kasusnya, dan sempat berkenalan dengan seorang penghuni biara yang ditengarai mengerti obat-obatan herbal. Sebab, mereka berdua berfikir, mungkin ahli herbal inilah yang dapat dimintai keterangan tentang misteri kematian tujuh penghuni biara tersebut. Sebab, ia mengerti ilmu herbal. Sebab, ketujuh mayat tersebut memiliki kesamaan yakni ada bercak hitam pada kuku mereka. Tapi, penelitian baru saja dimulai, ternyata sang ahli herbalpun keesokan harinya juga meninggal. Dan di kamar sang ahli herbal, perpustakaan berantakan. Ada satu buku yang dicari oleh William dan Adso. Sang Abbas berpesan, kalian boleh memasuki semua ruangan biara ini, kecuali satu ruang yang terlarang, yakni perpustakaan. Perpustakaan seperti labirin. William dan Adso semakin penasaran dan mereka naik ke perpustakaan. Selama dua malam, mereka tidak menemukan tanda-tanda untuk mengungkap misteri biara. Patut dicatat, bahwa ketika si herbal wafat, ada seorang disampingnya yang menungguinya. William dan Adso keluar, dan rupanya ada buku yang hilang. Mereka curiga kepada orang yang menunggui sang herbal tadi. Tapi, ternyata orang yang menunggui tadi juga terbunuh. Mereka berdua lalu curiga, mesti jawabannya ada di perpustakaan itu. Tiba-tiba, mereka berdua mendapatkan petunjuk, dari buku Afreica. Ada pintu rahasia, dan terbuka. Dan mereka berdua terjatuh ke dalam di tempat itu. Mereka berdua disambut oleh orang tua. John namanya. Ketika awal pembicaraan, sang tua, John bernada ketus. Ketawa itu haram, katanya. Dengan ketawa, kita jauh dari Tuhan. Ketawa jauh dari ketuhanan. Ia sangat melarang seseorang untuk ketawa. Pada awalnya, John sama sekali tidak dicurigai. Ternyata Abbas juga dibunuh oleh John ini. Ketika ditanya, di mana Abbas? John memastikan bahwa Abbas sedang menuju ke sini, tapi pasti dia akan mati di tengah perjalanan, sebab ia terperangkap di ruang hampa udara. Ia akan kehabisan oksigen. Buku inilah yang kalian cari. Ada versi bahasa Arab, Latin, dan Yunani. Buku ini pulalah yang membuat mereka itu mati. Buku ini karya Aristoteles tentang larangan tertawa. Ternyata buku itu, ditaburi serbuk-serbuk racun yang mematikan. Kalau dibuka halaman demi halaman, maka seseorang akan terkena serbuk racunnya. Itulah sebabnya, semua yang terbunuh pasti ada bercak hitam pada bagian kukunya.

Tidak ada komentar: