Gallery

Senin, 30 April 2012

Kearifan dari Timur

Dalam studi orientalisme, “Timur” dipersepsi sebagai terbelakang, bodoh, dan bahkan wilayah jajahan orang "Barat" (Eropah). Bangsa-bangsa primitif yang ditandai dengan mitos, percaya kepada "kekuatan gaib" pada binatang (totem), tak/kurang berbudaya adalah bagian dari “Timur”. Akan tetapi, ada realitas lain yang hampir terlupakan atau sengaja dilupakan bahwa para nabi dan orang-orang suci justeru lahir dari “timur”, dan tidak di barat. Dalam kaitan ini, pandangan Edward Said dalam bukunya yang sangat tersohor itu, Orientalism, mengkritik “pemetaan” barat dan timur sebagai sesuatu yang sangat politis. Dan bukanlah sesuatu realitas. Turki yang separoh wilayahnya adalah Eropah, bukanlah negara barat tapi masih tetap Asia (baca: Timur). Arab Saudy dan negara-negara yang didiami mayoritas muslim, dari segi geografis bukanlah Timur dan bukan pula Barat. Tapi, orang barat menyebutnya sebagai timur tengah ( middle east). Adalah Daniel Jay Goleman--seorang psikolog-- yang memperkenalkan dan menegaskan pentingnya orang barat belajar dari Timur. Ada banyak hal yang harus dipelajari dari timur terutama meditasi dan juga kehidupan “kebersamaan”, yang mungkin agak sulit ditemukan di barat yang menganut filosofi individualistik. Daniel Goleman dalam wawancara terbarunya dalam The Wall street Journal, Friday-Sunday, April 27-29, 2012, h. W4, : “ Reconsidering, from the Heart”, menegaskan pentingnya pebisnis dan top manager untuk mempertimbangkan “kata hati” dalam pengambilan keputusan bisnis. Ia banyak merujuk dan merekomendasikan kearifan Timur. Ada perbedaan mendasar antara psikology Barat dengan Timur. Ia bercerita ketika mengambil program doctoral di Harvard University, ia mengambil kesempatan untuk melakukan “petualangan” ke India untuk belajar meditasi, dan ternyata banyak membantunya untuk mengembangkan keilmuan yang digelutinya. Ia berfokus pada system psikology kuno dan praktek meditasi di Asia. Ada adagium: "managing with the heart"; memimpin dengan hati. Kecerdasan emosional harus "melekat" pada dunia kerja. Sebab, seorang pemimpin perusahaan umpamanya memimpin orang banyak agar mereka dapat berkinerja terbaik. Ia menganalogikan, seorang ayah harus mampu memimpin dan menginspirasi anaknya. Dan seorang anak harus merasa "aman" dan "nyaman" dengan kehadiran dan bimbingan seorang ayah. Itulah sebabnya, sehingga di dunia bisnis dikenal istilah: "secure-based leadership". Mengapa seorang pemimpin bisnis butuh untuk mengetahui kecerdasan emosional? ( why do buseniss leaders need to understand emotional intelligence?). Yang prinsip dalam kepemimpinan adalah bagaimana anda memimpin diri sendiri sebelum anda memimpin orang lain. Seperti kemampuan untuk berdisiplin, fokus pada tujuan, kemampuan untuk mengendalikan stres. Kemudian juga dibutuhkan kemampuan untuk berempati kepada orang lain, memiliki kecerdasan sosial yang tinggi, serta memiliki skill dalam membangun relasi-sosial. Empati adalah syarat mutlak dalam kepemimpinan. tanpa empaty, anda akan kesulitan dalam memanej relasi, tegas Goleman. ( full empathy is absolutely crucial for leadership. without empathy you will be poor at managing relationship). Di sinilah letak arti penting meditasi. Dengan meditasi yang benar, seseorang akan dapat mengeliminir apa yang disebut " leadership stress". Lalu, apa perbedaan mendasar gaya kepemimpinan barat dan timur? (what do you observe of differences in leadership styles between the East and West?). jawab Goleman: Berdasarkan penelitian saya pada budaya kerja di tempat kerja, maka budaya individualistik sangat kuat di Amerika Serikat dan Australia. Sedang budaya kolektif terlihat di Jepang, Korea, dan negara-negara yang dipengaruhi oleh Cina. India menempati posisi tersendiri. Budaya kolektif; kebersamaan diorientasikan untuk mencapai tujuan group. Orang India memiliki pemihakan yang sangat tinggi bagi kemajuan perusahaan.(India is somewhere between. The collectivist cultures are more oriented to the group. There's a strong identification with the company). Di Asia, cara berpikirnya adalah: kami, kami, kami. Sedang di Barat adalah, saya, saya, saya. (In the West, it's about one's own advancement within the company. You could say in Asia the thinking is "we, we, we", and in the West it's "me, me, me". Sehingga, perusahaan di dunia Timur "diletakkan" pada kepentingan hubungan kemanusiaan. Sedang di Barat lebih fokus pada produksi. Ada hal yang menarik seperti yang saya temukan ketika berkunjung ke India pada tahun 1970, kata Goleman, yaitu: orang India bercita-cita untuk belajar teknik di Amerika. Sementara orang Amerika merindukan India untuk mendapatkan seorang guru--pembimbing spiritual. Daniel Goleman adalah penulis best-seller. Buku-bukunya yang sangat laris itu, antara lain: Ecological Intelligence: How Knowing the Hidden Impacts of What We Buy Can Change Everything (2009); Social Intelligence: The New Science of Social Relationships (2006); Destructive Emotions: A Scientific Dialogue with the Dalai Lama (2003); Primal Leadership: The Hidden Driver of Great Performance (2001) Co-authors: Boyatzis, Richard; McKee, Annie. Harvard Business School Press; The Emotionally Intelligent Workplace (2001); Harvard Business Review on What Makes a Leader? (1998) Co-authors: Michael MacCoby, Thomas Davenport, John C. Beck, Dan Clampa, Michael Watkins; Working with Emotional Intelligence (1998); Healing Emotions: Conversations with the Dalai Lama on Mindfulness, Emotions, and Health (1997); Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ (1996); Vital Lies, Simple Truths: The Psychology of Self Deception (1985); The Varieties of the Meditative Experience (1977)—belakangan dipublikasikan lagi dengan The Meditative Mind: The Varieties of Meditative Experience (1988) . Kunci sukses ternyata memiliki beberapa variabel. Kecerdasan emosional, keterampilan yang tinggi, dan kecerdasan sosial harus berpadu. Ada penelitian yang menyebutkan bahwa rata-rata orang yang memiliki IPK (indek Prestasi Kumulatif) di atas 3,5 mereka menjadi direktur perusahaan. Mereka yang memiliki IPK di bawah 3,5 dan 3,0 ternyata menjadi pegawai biasa atau middle-class--kelas menengah. Sedangkan mereka yang memiliki IPK dibawah 3,0 rata-rata mereka menjadi "pemilik perusahaan". Artinya, mereka yang memiliki kecerdasan intelektual di bawah rata-rata ternyata lebih sukses ketimbang mereka yang memiliki nilai tinggi. Wa Allah a’lam.

Tidak ada komentar: