Selasa, 27 November 2012
Vancouver
Setelah acara exposure visit kedua selesai di Coady International Institute, Antigonish, Halifax, kami menuju Toronto lagi dengan Air Canada. Dari Toronto ke Vancouver, tidak langsung ke Hong Kong. Saya juga berpikir mengapa pesawat tidak langsung ke Hong Kong, tapi singgah dulu selama empat jam di Vancouver. Suatu perjalanan yang cukup melelahkan karena jarak tempuh Vancouver ke Hong Kong sekitar 14 jam. Saya kira ini menjadi menarik, sekaligus untuk mengetes kekuatan fisik.
Sepanjang perjalanan terutama ketika menunggu penerbangan lanjutan dari Vancouver ke Hong Kong, kami bertemu dengan beberapa penumpang lainnya. Salah satu penumpang yang kami sempat berbincang adalah Ibu Shinta Nola dengan suaminya yang mantan dosen ITB (sudah pensiun). Sang suami memperkenalkan diri sebagai dosen ITB yang membidangi elektro-arus pendek.
Bu Shinta bercerita tentang suka-duka sebagai warga negara Canada yang terkenal berpajak tinggi, disiplin tinggi, negara menjamin hidup bagi warganya yang kurang beruntung dari segi ekonomi, dst. Orang Canada hanya mau mengakui dokter lulusan mereka. Kalau perawat sangat wel come dengan dunia luar. Siapa saja boleh melamar sebagai perawat berdasarkan dengan kompetensi yang dimilikinya. Orang Canada terkenal dengan hidup bersih. Sampai-sampai kalau kebetulan masuk hotel berbintang, tempat sampahnya sampai berjejer tiga. Ada tempat sampah untuk sampah basah, ada juga untuk sampah kering. Dan yang satunya lagi untuk sampah dari kertas.
Orang-orang Canada juga terkenal dengan pelayanannya yang cukup tinggi. Sebab, kurikulum sejak dini sudah mengajarkan pentingnya memberi pelayanan kepada siapa saja. Sehingga mereka sampai pada tingkat perguruan tinggi pun sangat menjunjung tinggi prinsip pelayanan. Hal ini berkesesuian dengan temuan kami selama kunungan di Guelph University, dan COADY International Institute mengenai research shop dan Service Learning. Bahwa pada kedua perguruan tinggi memang sejak mahasiswa baru menginjakkan kaki di bangku kuliah mereka sudah diajarkan pentingnya pelayanan kepada masyarakat umum. Masa depan profesi mereka dan karier mereka hanya tergantung kepada tingkat pelayanan yang mereka berikan kepada masyarakat. Hal yang menarik lainnya juga bahwa mahasiswa terjun langsung kepada masyarakat untuk menyelesaikan problem-problem sosial kemasyarakatan seperti kemiskinan, broken-home, semuanya sebagai volunteer. Gratis. Sungguh menarik kan, di tengah kehidupan modern dan sangat individualistik itu masih ada ruang untuk "berbagi" dengan sesama secara tulus. Lalu, bagaimana dengan mahasiswa dan kurikulum kita>
Wa Allah a'lam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar