Gallery

Jumat, 23 November 2012

Rindu Azan

Kota Canada adalah surga bagi para pelancong. Kota Canada bersih, penduduknya plural dan ramah-ramah. Tapi ada hal yang kurang terutama masyarakat muslim. Sebab, pada jam-jam tertentu kita mendengarkan azan di masjid-masjid besar atau kecil. Di Canada, hampir kita tidak mendapatkannya kecuali tempat-tempat tertentu. Meskipun di tengah keramaian kota dan hiruk-pikuknya, kita masih biasa melihat salah seorang pengunjung yang memakai jilbab. Alhamdulillah masih ada yang muslim, kata seorang kawan. Ketika kami di COADY Institute, di lantai empat, sebelah ruang rapat kami dengan pihak COADY ada ruang "sembahyang". Ruang ini berukuran sekitar 3x6 meter. Paa dindingnya ada lukisan panjang yang menggambarkan simbol-simbol agama-agama. Ada Islam, Kristen, Katolik, Tao, Budhdha, Hindu, dll. Pokoknya ruang tersebut bisa ditempati bermeditasi, sembahyang, atau apapun namanya untuk "menyembah" Tuhan yang Maha Kuasa.Di jendela sebelah kanan ada sederet kitab suci agama-agama besar dunia, The Holy Qur'an terjemahan Abdullah Yusuf Ali, ada Bibble, Puisi Jalaluddin Rumi, ada buku tentang tata cara bermeditasi ala Tao, dll. Saya tidak habis pikir bagaimana hebatnya saudara-saudara kita sesama muslim yang hidup di Amerika dan Canada serta sejumlah negara eropah lainnya. Mereka berbaur dengan masyarakat yang sama sekali berbeda dengan budaya masyarakat tempat lahirnya Islam.Bagaimana mereka menjadi muslim yang baik dan menjadi warga negara Amerika yang baik. Keislaman dan ke-Amerikaan menyatu? Sebab, ecara umum, budaya barat terutama yang bersentuhan langsung dengan kehidupan keseharian ada yang sangat kontras dengan tradisi keagamaan yang selama ini kita praktekkan. Budaya barat sangat akrab dengan dansa, minum bir, pakaian yang tipis, dan ciuman. Berdansa dapat memperakrab persahabatan. Sedang kita menganggap berdansa itu adalah sesuatu yang haram. Karena selama ini kita hanya disodori dengan "marawis". Minum bir apalagi, pasti haram karena mengandung khamar. Ayatnya jelas. Pakaian tipis apalagi. Ciuman dengan bukan mahram sangatlah haram. Seang di barat ini ciuman pipi hanyalah ibarat jabat tangan bagi kita. Kita perlu fiqih al-mu'ashirah yang lebih fleksibel dengan budaya barat. Atau kita harus kontras dan berusaha "memaksakan" budaya kita berbenturan dengan budaya barat. Kesulitan yang sama ketika ajaran Islam bersentuhan dengan komunitas baru seperti suku Dani Papua. Ada dosen STAIN Al-Fatah Jayapura yang meneliti komunitas muslim Dani. Bahwa suku Dani itu dekat dengan sekali dengan--mohon ma'af--babi. Identitas suku Dani adalah babi. lalu, bagaimana caranya untuk meyakinkian suku dani yang sudah bergama Islam bahwa babi itu haram menurut ajaran Islam. Ini sedang proses dialog dan persuasif dengan mereka. Pelan-pelan ada upaya untuk meyakinkan mereka bahwa suasana cuaca suku Dani yang dingin itu lebih cocok dengan domba. Proses penggantian dari babi ke domba tentu membutuhkan waktu dan stategi tertentu. Identitas kesukuan dan ajaran Islam harus terjadi intersesi, bukan "benturan". Benturan antara ajaran Islam yang sakral dan identitas kesukuan Dani yang profan mestinya dihindari. Benturan antara keduanya hanya akan menyisakan "luka-budaya". Dan pasti kontra-produktif. Wa Allah a'lam.

Tidak ada komentar: