Senin, 14 April 2014
Anregurutta
Anregurutta adalah gelar tertinggi bagi ulama Bugis. Terma anregurutta kembali dipopulerkan ketika gelar kyai lagi kurang berkenan di hati umat. Ketika para kyai sudah banyak terjun ke kancah politik praktis. Kharisma kyai jadi menurun di mata umat. Memang, ulama Bugis lebih pas dengan gelar anregurutta. Anregurutta lebih berwibawa ketimbang gelar kyai. Di kalangan ulama Bugis, ada beberapa ulama kharismatik yang sudah diberi gelar anregurutta, seperti K.H. As'ad, K.H. Daud Ismail, K.H. Abdurrahman Ambo Dalle, K.H. Abduh Pabbaja, K.H. Abd Muin Yusuf, K.H. Muhammad Nur. Untuk ulama Mandar dikenal K.H. Muhammad Thahir ( Imam Lapeo), K.H. Muhammad Shaleh (pendiri tarekat Qadiriyah), K.H. Maddeppungan (Campalagian), K.H. Mahmud Ismail ( Imam Pappang). Semuanya sudah wafat. Untuk yang masih hidup di antaranya K.H. M. Sanusi Baco, Lc, K.H. Farid Wajidi, M.A.
pada kolom ini, saya ingin bercerita sedikit pertemuan singkat saya dengan Anregurutta Farid Wajidi. Saya tidak menyangka beliau memiliki selera humor cerita yang menarik. Ketika beliau menjamu makan malam, kami mendapatkan banyak cerita menarik, antara lain; filosofi makan ala Nabi. yakni harus memperhatikan 3 J. Jenis makanan, jumlah makanan, dan jadwal makan. Insya Allah kalau kita memperhatikan ketiga hal ini, maka makanan yang kita konsumsi akan menambah keberkahan hidup dan lebih sehat. Ada lagi ketika beliau pertama kali kuliah ke Al-Azhar, beliau sangat merindukan pisang goreng khas Bugis. Maka beliau terpaksa menulis surat kepada orang tuanya agar dikirimkan dampok pisang (manurung). Beliau juga bercerita perilaku kawan-kawan Indonesia yang mau menandingi orang Arab dalam hal makan. Suatu waktu, beliau "patungan" membeli tiga kepala sapi. Mereka bertujuh. Satu kepala sapi untuk mereka berlima. Dan dua kepala sapi untuk dua orang yang bertanding "makan". Ternyata, mereka berlima tidak sanggup menghabisi satu kepala sapi. Mereka berdua yang sedang bertanding itu memaksakan diri untuk menghabiskan dua kepala sapi sekaligus. Tentu untuk ukuran normal perut Indonesia, susah menghabiskannya. Setelah pertandingan makan selesai, mereka susah duduk, apalagi berbaring karena kekenyangan. Mereka berjalan-jalan di lantai dasar. Bolak-balik di lorong-lorong kamar. Melihat gelagat mereka yang kekenyangan itu, penjaga asrama bertanya: "ada apa gerangan"? Apa yang sedang mereka cari? Apakah ada barang yang hilang?
Ada lagi yang bersifat akadmik, ketika Gurutta Farid menyaksikan Prof. Quraish Shihab menempuh ujian promosi. Penguji yang kebetulan buta yang sangat getol mengajukan pertanyaan dan mengoreksi disertasi pak Quraish. Pertama, sang professor menanyakan dan mengoreksi kutipan-kutipan seluruh ayat al-Qur'an dan hadis Nabi yang dikutip pak Quraish. Kedua, baru menanyakan isi dan materi disertasi. Ketiga, baru menanyakan kaidah bahasa Arabnya. Professor yang buta tersebut bisa dengan tepat dan cepat menemukan kekurangan penulisan alif lam pada ayat tertentu, halaman tertentu. Ini ajib!
Judul tesis yang akan ditulis oleh mahasiswa magister, rektor akan menyurati seluruh perguruan tinggi yang ada di Mesir, untuk memastikan bahwa judul tersebut belum ada yang membahasnya.
Kalau ada orang yang menyelesaikan studi magister, tidak serta merta bisa membawa ijazah aslinya melainkan harus menunggu dua tahun dulu untuk memastikan bahwa tesis yang bersangkutan betul-betul otentik. K. Farid sendiri kembali ke Al-Azhar mencari ijazahnya setelah 24 tahun meninggalkan Kairo. Dan ternyata ijazah aslinya masih tersimpan rapi. Untuk pencarian ijazah ini beliau dibantu oleh Dr Lukman Arake, salah seorang jebolan al-Azhar di bidang siyasah. Demikian seterusnya. Kharisma Anregurutta Farid tergambar pada pembawaan beliau yang tenang, pandangan-pandangan keagamaan beliau yang ter up date, konsistensi beliau mengembangkan pondok pesantren Mangkoso, Barru, Sulawesi Selatan, dan menjauhi hiruk-pikuk politik praktis. Beliau konsisten mengembangkan DDI tentunya. Kita berdo'a, semoga beliau dianugerahi umur yang panjang dan kesehatan. Beliau sudah tidak muda lagi. Beliau sudah memasuki usia ke 71 tahun. Meskipun, wajahnya masih sangat segar. Masih bisa duduk berkelakar dengan santri dan tamu-tamunya. Giginya masih utuh. Makannya masih belum berpantang banyak. Salamaki' Puang. Wa Allah a'lam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar