Rabu, 10 Oktober 2012
Membeli Waktu
Konon, Imam al-Haris al-Muhasibi (sufi) suatu waktu mau membeli waktu untuk berkhidmat kepada Islam. Lalu, seseorang bertanya kepada beliau darimana syekh mau membeli waktu? Dari para penganggur, jawab al-Muhasibi. Demikian salah satu cuplikan kisah teladan dari buku Dr Khalid 'Umar al-Disuqi, Bawa'tih al-Surur, 2004. Buku ini telah ditermjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Khalifurrahman Fatih dengan judul: Blessing in Disguise, Jakarta: Serambi, 2007.
Ada lagi kisah Imam al-Nawawi yang sangat serius menulis yang meskipun umur beliau terbilang pendek karena wafat pada usia 40 tahun. Imam al-Nawawi menulis hingga menjelang fajar, dan ibunya menyuapinya, tapi sang imam lupa bahwa ibunya sudah menyuapinya makan malam. Betapa berharganya waktu bagi imam al-Nawawi.
Konon, Ibnu Rusyd juga demikian halnya. Dalam hidupnya hanya dua kesempatan beliau tidak memegang buku. Yakni ketika ia menikah dan pada saat ayahnya wafat. Betapa berharganya waktu bagi para ulama besar ini.
Bahkan ada beberapa ulama dan penulis yang kalau kebetulan buang hajat di kamar kecil, puteranya disuruh untuk membacakan kitab di balik pintu kama kecil.
Syekh Abu Guddah Abul al-Fattah menulis buku khusus tentang harga waktu bagi para ulama dengan judul: Qimat al-Zaman 'ind 'Ulama al-Zaman.
Semoga kita termasuk orang-orang yang memerhatikan waktu. Sebab, satu detik yang sudah berlalu tidak akan bisa digantikan kapanpun dan dengan cara apapun.
Wa Allah a'lam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar