Gallery

Rabu, 10 Oktober 2012

Berbahasa Arab

Metodologi pengajaran bahasa Arab selalu mendapat sorotan dan kritik dari waktu ke waktu. Ada yang sinis danm tajam mengajukan kritik bahwa pembelajaran bahasa Arab di perguruan tinggi sudah gagal. Perguruan tinggi agama tidak dapat membuat pintar mahasiswanya agar cakap berbahasa Arab. Kalaupun ada mahasiswa yang pintar dan mahir berbahasa Arab bukan karena jasa para dosen bahasa Arab. Tapi karena mahasiswa yang bersangkutan berasal dari pondok pesantren seperti Pondok Pesantren Modern Gontor, Ponorogo, atau Pondok Pesantren Lirboyo, dan lainnya. Itulah sebabnya, sehingga kita menemukan banyak karya akademik yang menyodorkan metode praktis bahasa Arab. Salah satu yang sangat terkenal dan sudah mendunia adalah karya penulis muda alumni Pesantren Lirboyo, Agus Khoironi yang menulis kitab dalam dua jilid dengan judul: Awdhah al-Manahij fi Mukjam Qawa'id al-Lughat al-'Arabiyyah ( A Complete Guide to Arabic Grammar), 2008. Buku ini telah mendapat pengakuan dunia dan catatan pengantar dari Dr Busyairy Abd al-Mukthy dengan ungkapan: ....bi-haqqi hadza al-kitab 'amalan 'ilmiyyan jadidan lam yasbaq ilaih--fima a'lamu--ahadun qablahu qad jama'a bain al-qa'idah wa al-tathbiq ba'idan 'an al-khilafat al-nahwiyah al-'amiqah al-laty .... Berangkat dari kegelisahan akan kerinduan memahami bahasa Arab, Direktorat Pendidikan Tinggi Islam mengadakan kegiatan Workshop Penguatan Pembelajaran Bahasa Arab di PTAIS. Ada sekitar 36 dosen bahasa Arab yang diundang di Batam. Diktis juga mendatangkan nara sumber yang memiliki kepedulian dan perhatian bagi pengembangan metode pembelajaran bahasa Arab. Nara sumber yang hadir adalah Prof. Dr. Matsna, Prof. H.D Hidayat, Prof. Dr. Husein Aziz, dan Dr. Sayuti Nasution. Ada banyak hal yang diungkap dalam workshop tersebut. Prof Matsna melempar joke bahwa kita ini sudah lama belajar bahasa Arab tapi ketika ke negeri arab, menawar sorbanpun kita masih kesulitan. Kam tsamanu al-maut? maksudnya, harga pasnya berapa? kalimat ini pasti orang arab sendiri tidak memahaminya. Mungkin mereka akan menjawab: al-maut la yuba': kematian tidak diperjual-belikan. Demikian pula halnya dengan pondok pesantren yang sangat konsern dalam pembelajaran berbahasa Arab. Kepada sesama santri bisa bertanya: aina insanuhu? kalimat ini diucapkan yang dimaksudkan oleh penuturnya: di mana orangnya? Demikian seterusnya. Ada banyak hal yang mendasar yang dibahas pada acara workshop tersebut. Di anataranya: 1. Pentingnya melakukan perombakan terhadap kurikulum Bahasa Arab. 2. Perlunya perhatian khusus untuk mengerti balaghah dalam bahasa Arab. Sebab, balaghah ini penting agar kita terbiasa bertutur kata yang efektif, singkat, padat dan dapat dimengerti. Bahkan balaghah itu sendiri dapat memengaruhi seseorang untuk dapat bertutur kata yang santun. Prof. H.D Hidayat menulis buku untuk topik ini dengan judul: al-Balaghah li al-Jami' ( Pengajaran Balaghah untuk semua). Bagi Prof Hidayat, sesungguhnya sensitifitas balaghah itu bisa dimulai sejak usia dini. Beliau mencontohkan penuturan seorang anak SD yang kebetulan ingin dibelikan sepatu baru. Ia cukup mengatakan: Ayah, sepatu saya sudah menganga. Ayahnya paham, bahwa anaknya minta dibelikan sepatu. Ayahnya tentu merespon dengan menjawab: baik, ayo kita ke toko sepatu. Penuturan seperti ini sangat banyak ditemukan dalam al-Qur'an. 3. Pengajaran bahasa Arab disadari harus merujuk kepada al-Qur'an. Bahasa Arab yang tidak berlandaskan pola penuturan dan gaya al-Qur'an akan kehilangan ruhnya. Bukankah bahasa Arab justeru mengalami perkembangan yang sangat pesat justeru setelah turunnya al-Qur'an? Dan sangat boleh jadi, bahasa Arab akan bertahan lama menyaingi bahasa semitik lainnya. Sekarang ini, bahasa Yunani, bahasa Ibrani sudah kehilangan penggunanya. Sementara bahasa Arab tetap digemari bahkan sudah menjadi salah satu bahasa resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konon, dulu bahasa Ibrani sama dengan bahasa Arab yaitu memiliki i'rab sendiri. tapi sekarang bahasa Ibrani sudah kehilangan pengguna dan penuturnya kecuali kalangan akademisi yang menekuni bidang kajian filologi. Sangat boleh jadi, bahasa Arab memiliki daya tahan mengikuti kemukjizatan al-Qur'an yang langgeng hingga kiamat? 4. Untuk itu, perlu dibentuk Asosiasi Dosen Bahasa Arab untuk kalangan Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta. Forum ini dimaksudkan sebagai wadah komunikasi antar dosen bahasa Arab dan dosen lainnya yang memiliki perhatian yang sama. Seperti dosen tafsir, dosen hadis, fiqih, ushul fiqih, dll yang memiliki keterkaitan pendalaman keilmuannya dengan bahasa Arab. Demikian. Wa Allah a'lam bi al-shawab.

2 komentar:

penerjemah bahasa arab mengatakan...

lebih banyak menguasai bahasa luar selain bahasa indonesia akan membuat Percaya Diri dalam koleksi bahasa, :)

Anonim mengatakan...

Menarik, pak Zain. namun, kalimat di akhir seikit politis. kenapa untuk menguatkan bahasa arab perlu membentuk asosiasi? padahal, selama ini para pembelajar justru mampu mengembangkan imajinasinya/kecerdasannya tanpa terlibat dalam asosiasi? kekhawatiran saya ketika asosiasi dibentuk, pemerhati justru terkonsentrasi pada masalah struktural-politis, lupa menguatkan bahasa secara kultural...hmmm..