Selasa, 18 September 2012
Serba-serbi Munas Ulama NU
Saya menghadiri Munas Ulama NU di Kempek Cirebon, Jawa Barat. Munas Ulama ini satu tingkat di bawah MUktamar NU. Munas Ulama ini berlangsung dari tanggal 14 s.d 17 September 2012. Munas Ulama dibku oleh K.H. Sahal Mahfudz—ulama kharismatik—dan akan ditutup oleh Presiden RI, pak SBY. Saya menyaksikan betapa ramainya Munas Ulama tersebut. Ada Bazar yang menjajakan aneka kuliner khas Cirebon dan kuliner nusantara. Di samping itu, di arena Bazar juga ada stand Balitbang Kemenag yang menggratiskan buku-buku terbitannya. Ada lagi sejumlah stand lainnya yang juga menjual buku produknya. Yang menarik ada sebuah stand yang khusus menjual Karya Tafsir al-Jailany, Manaqib dan lainnya. Saya tertarik untuk mengoleksi karya Wali al-Quthub Syekh Abdul Qadir al-Jailany.
Karya Syekh Abdul Qadir al-Jailany ini menarik karena kebetulan ditahqiq Dr Syekh Fadhil al-Jailany—yang masih memiliki garis keturunan Syekh Abdul Qadir al-Jailany. Bahkan dikabarkan oleh orang dekat Abah Anom, Suryalaya bahwa suatu waktu Abah Anom meminta kepada murid-muridnya yang sedang menunaikan ibadah haji agar mencari karya Tafsir Syekh Abdul Qadir Jailany di Mekkah. Tapi mereka sudah maksimal mencarinya, tapi tidak mendapatkannya.
Lama kemudian, datangnya Dr Syekh Fadhil ke Jakarta, dan diupayakan pertemuan dengan Abah Anom, yang waktu sudah sangat sepuh di Suryalaya. Menurut penuturan orang dekat Abah Anom, begitu bertemu antara Abah Anom dengan Syekh Fadhil mereka berangkulan sangat erat, dan seakan-akan mereka berdua sudah lama akrab. Sesungguhnya Abah Anom sudah lama tahu bahwa Wali Quthub Syekh Abdul Qadir al-Jailany memiliki kitab tafsir.
Kembali kepada Munas Ulama yang ramai tadi. Ada banyak poster dari pengurus dan badan otonom PBNU seperti LAZISNU, PCNU dari berbagai wilayah di Indonesia, iklan-iklan lainnya.
Ada lagi komisi Qanuniyah, komisi maudhu’iyah waqi’iyah, media center, tempat khusus untuk bedah buku, pameran dan koleksi para pendiri serta tokoh NU, komisi rekomendasi. Yang menarik ialah komisis waqi’iyah yang sedang membahas hot-issues—isu-isu hangat seperti moratorium pembayaran pajak karena maraknya korupsi, risywah siyasiyah—haramnya money politic dalam PILKADA dan pemilihan calon legislative. Ada juga pembahasan mengenai pemilihan gubernur dan Bupati sebaiknya dengan perwakilan dan bukan pemilihan langsung sebagaimana halnya sekarang ini. Disamping memakan biaya yang tidak sedikit juga merusak tatanan berdemokrasi. Pendeknya, PILKADA dengan money-politicnya tidak mendidik rakyat menjadi lebih baik. Jadi, lebih banyak mudharatnya daripada mashlahatnya.
Wa Allah a’lam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar