Gallery

Rabu, 05 September 2012

Eric Maskin

Eric Maskin adalah penerima hadiah nobel ekonomi tahun 2007. Maskin lahir 12 Desember 1950 di New York, AS. BA bidang matematika tahun 1972 di Harvard University. MA bidang Applied Mathematics, tahun 1974 di Harvard University. dan Ph.D bidang yang sama pada tahun 1976 juga di Harvard University. Penerima hadiah nobel ekonomi ini kepada Harian Kompas menjelaskan pandangannya bahwa mengukur pembangunan hanya dari produk domestic bruto dan pertumbuhan ekonomi menghilangkan kenyataan ada ketimpangan di masyarakat dalam menikmati hasil pembnagunan. Sebab produk domestik bruto hanya melihat pendapatan secara rata-rata dan pertumbuhan ekonomi tidak melihat manfaat pembangunan pada manusia. Demikian laporan harian Kompas, 5 september 2012, h.1 Lanjut Maskin, ada banyak cara untuk mengukur apakah pertumbuhan ekonomi berdampak pada kesejahteraan masyarakat, seperti umur harapan hidup, angka kematian bayi, dan angka partisipasi sekolah. Kaushik Basu menambahkan cara lain, yakni melihat kebebasan dan rasa berdaya. Seperti kebebasan dalam menentukan pilihan politik, kebebasan dalam memasuki lapangan kerja karena memiliki keterampilan yang memadai, dan kebebasan dalam pasar bebas. Kedua pakar ini berpendapat bahwa globalisasi merupakan salah satu penyebab ketimpangan kesejahteraan masyarakat terutama pada Negara-negara berkembang. Globalisasi hanya menguntungkan bagi pekerja terlatih dan terdidik. Sehingga bagi mereka yang tidak mendapatkan kesempatan mengecap pendidikan akan tergusur dan cenderung memiliki pendapatan menurun. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakatnya untuk sekolah dan mendapatkan pelatihan kerja yang cukup. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Februari 2012, Indonesia memiliki angkatan kerja 120,4 juta orang. Sebanyak 42,1 juta orang bekerja di sector formal, 70,7 juta orang bekerja di sector informal, dan pengangguran terbuka 6,3 persen. Saat ini, sebanyak 54,2 juta orang dari 109, 7 juta angkatan kerja masih lulusan SD atau tidak lulus SD. Dan diperkirakan sampai tahun 2025 nanti ada sekitar 48 juta pekerja berpendidikan SD. Proses demokrasi yang berjalan sangat cepat juga turut berperan memperlebar kesenjangan. Sebab hanya pemilik modal yang dapat memanfaatkan peluang berdemokrasi dan menduduki posisi penting dalam intitusi demokrasi. Singkatnya, angkatan kerja harus terdidik. Dan ini salah satu tugas utama pemerintah untuk mendidik dan memberi peluang seluas-luasnya kepada angkatan kerja. Eric Maskin menegaskan lagi bahwa perlu mekanisme desain untuk ini, yaitu serangkaian mekanisme untuk memberi insentif kepada perusahaan untuk melatih para pekerjanya. Teori inilah yang mengantarkan Maskin untuk meraih hadiah nobel ekonomi. Globalisasi menguntungkan mereka yang memiliki keterampilan karena bisa mengakses peluang di mana saja. Pekerja yang tidak terampil akan semakin tertinggal dan terpaksa bekerja dengan upah rendah, tegas Kaushik Basu. (dikutip dari laporan harian Kompas, 5 september 2012, h. 1 dan 20)

Tidak ada komentar: