Rabu, 01 Agustus 2012
PRT
Pembantu rumah tangga. Kalau zaman Belanda dulu biasa disebut babu. Sebutan babu memang sangat merendahkan dan menyakitkan. Sekarang PRT masih saja ada, bahkan Indonesia adalah negara yang cukup besar menyumbang jumlah PRT ke negara-negara Arab yang biasa disebut TKW (Tenaga Kerja Wanita). Oleh karena mereka memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan biasanya juga dengan keterampilan yang pas-pasan, maka mereka menjadi PRT. Mereka tidak menjadi pekerja profesional dan bergerak di bidang jasa, seperti kasir pada bank-bank tertentu, pada mall-mall, atau perawat, dll. Biasanya mereka mengerjakan pekerjaan yang domestik, cuci piring, baby sitter, dll.
Fenomena ini berbeda dengan TKW asal Filipina yang biasanya keterampilan dan penguasaan bahasa Inngris yang memadai sehingga mereka bisa bekerja di bidang jasa. Di samping itu, TKW asal Filipina biasa mendapatkan bayaran yang lebih tinggi.
Suatu waktu, saya berkunjung ke Mesir. Ketika ke bandara menuju pulang ke Indonesia, saya sudah check-in. Tiba-tiba seorang ibu separoh baya mendekati saya dan minta pertolongan agar dipulangkan ke KBRI Indonesia di Mesir. Saya tanya, mengapa ibu masih mau bekerja di Mesir? Apa daya tariknya di negeri Mesir yang gersang dan penuh debu ini? Lalu dia menjawab sekenanya, bahwa meskipun saya bekerja susah payah, dan terkadang bekerja 19 jam perharinya, tapi saya mendapat upah sekitar 2 juta pertahun. Saya harus membiayai empat orang putera saya. Mereka harus sekolah agar kelak dapat hidup layak. Saya bertanya lagi, apakah ibu masih punya suami? Ya, jawabnya. Suaminya ke mana dan sedang bekerja apa? Suami saya sudah lama lumpuh, pak! Konon, suaminya lumpuh karena kena guna-guna (semacam santet).
Si ibu tadi bercerita lagi, bahwa sebenarnya kalau ada perlindungan dari KBRI, saya akan mencari pekerjaan dan majikan yang baik hati. Sebab, kalau saya pulang, maka saya akan menganggur dan tidak mendapatkan pekerjaan yang layak untuk menghidupi keluarga saya di kampung. Siibu tadi, masih bersikeras untuk balik lagi ke Mesir. Menurut ceritanya, ia sering mendapat perlindungan dari mahasiswa Indonesia jika ia mendapatkan perlakuan yang kasar dari sang majikan. Mahasiswa Indonesia di Mesir memiliki kepedulian kepada para TKW kita itu. Si ibu tadi, sudah memiliki pengalaman 7 tahun di Saudi Arabiyah. Kepulangannya ke Indonesia waktu itu, sesungguhnya hanya ingin mengganti majikan baru. Sebab, ia sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan majikannya yang sekarang ini.
Saya berusaha mengontak kawan-kawan Mesir dan KBRI agar dapat membantu si Ibu tadi. tapi jawaban dari pihak KBRI, si ibu tadi lebih baik balik ke Indonesia. Sebab, nanti bermasalah di Mesir.
Singkat cerita, waktu boarding sudah dekat, saya pun mengajak ibu tadi agar naik pesawat saja. Siapa tahu kepulangannya itu ada hikmahnya. Sebab, tiket dan boarding-pass juga sudah di tangan. Dan ibu itupun menurut saja.
Demikian, sekelumit kisah suka-duka TKW kita di tanah seberang. Sudah barang tentu ada banyak kisah pilu dan penderitaan mereka di rantau orang.
Kisah PRT di Indonesia lain lagi. Ada cerita dari organisasi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar