Gallery

Rabu, 12 Agustus 2015

Psikologi Islam

Saya mendapat kehormatan untuk menghadiri workshop Konsorsium Psikologi Islam yang diiniasi oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Psikologi, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Acara tersebut dilaksanakan pada tanggal 12 sampai 13 Agustus 2015 di hotel Plaza Yogya. Acaranya cukup ramai dan dihadiri oleh para aktivis dan pengusung gagasan Psikologi Islam dari berbagai perguruan tinggi Islam. Hadir sebagai nara sumber antara lain, Prof Amin Abdullah, Prof Djamaluddin Ancok, Prof Abd Mujib, Prof Mohammad Sholeh, dll.
Ada banyak ide dan gagasan yang muncul. Saya sendiri bertindak sebagai keynote speech pertama karena mewakili Direktur Diktis yang lagi berhalangan. Beberapa gagasan yang saya sampaikan antara lain: (a) pentingnya mengusung Psikologi Islam sebagai nomenklatur baru bagi pengembangan keilmuan integratif di PTKI; (b) dalam sejarah perkembangan dan kebangkitan ilmu, kehadiran psikologi Islam dan buku-bukunya tidak pernah sepi pada setiap zamannya, (c) ada banyak contoh betapa sejak Nabi shalla Allah 'alaih wa sallama dapat disebut sebagai seorang psikolog ulung. Beliau dapat memengaruhi orang yang benci menjadi sangat mencintainya. Orang kafir yang kasar perangainya menjadi sangat lembut akhlaknya. Orang Badui, arab pegunungan yang hidup keras di padang pasir menjadi orang yang berkeadaban.
Pada acara tersebut Djamaluddin Ancok sebagai tokoh generasi pertama menegaskan bahwa: barat yang sekuler telah membelokkan psikologi menjadi psikologi negatif. Ada psikologi abnormal. Psikologi klinis. Psikologi diarahkan untuk mengobati orang yang sakit jiwa. Padahal, psikologi sejatinya diarahkan untuk ke arah yang lebih positif. Seperti penguatan manusia untuk melihat kekuatan pada dirinya. Beliau mengutip Martin Seligman dengan karyanya: Learned optimism: how to change your mind and your life, 1998.
Perkembangan psikologi sekarang lebih kepada neuroscience. Di kampus saya, Chichago University sudah berubah fakultas saya menjadi Department of Psicology and Brain Science, terang Prof Djamaluddin. Orang barat juga sudah mulai mengakui kebenaran fitrah Islami. Seperti pembuktian penyembelihan ala Islami lebih baik dan higienis daripada penyembelihan pada umumnya di barat. Lewat pembuktian neuroscience, sapi yang disembelih dengan catpra Islami tidak merasakan sakit sebagaimana kalau disembelih lewat mesin. Pada pemeriksaan otaknya, sapi tersebut tidak merasakan sakit. Darahnya pun langsung tumpah dan tidak lagi lengket dengan dagingnya. Jadi lebih higienis.  Konsep fithrah, kesucian manusia yang tidak mengenal dosa asal juga menjadi konsern Prof Djamal. Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fithrah, suci. Kedua orang tuanyalahyang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.

Tidak ada komentar: