Gallery

Minggu, 26 Mei 2013

Masyarakat Tradisional

Saya baru saja membaca sebuah buku menarik. Judulnya: The World until Yesterday. What wwe learn from Traditional Societies? Penulisnya mengulas masyarakat tradisional di beberapa negara. seperti suku Aborigin, Australia, suku Indian, Afrika, dan suku Papua. Buku tersebut saya baru membacanya sekilas, belum mendalam. Ada kesan menarik, yaitu penulis meyakinkan kita bahwa meskipun masyarakat tradisional itu biasa dikelompokan sebagai suku terbelakang, tapi ada banyak hal yang dapat kita pelajari dari mereka. Penulisnya menggambarkan beberapa hal. Seperti kebiasaan orang Papua melakukan pesta batu. Makanan dari umbi umbian dikumpulkan oleh masing masing keluarga, lalu dibakar di atas batu. Penulis membandingkannya dengan pola makan orang Amerika yang cenderung makan berlebihan sehingga mereka mengalami obesitas dan rentan berpenyakit diabetes. Meskipun suku Papua itu kelihatan tidak mencukupi dari segi kebutuhan pangan, tapi mereka hanya memakan makanan secukupnya bahkan mereka berkekurangan. Selanjutnya, ada foto-foto yang memperlihatkan dua anak yang masih belia yang salah satunya sedang menggendong adiknya. Pada halaman yang sama ada foto seorang ibu Amerika yang sedang mendorong bayinya yang sedang berbaring di atas tempat dorongan bayi. Coba lihat bagaimana masyarakat tradisional yang sedang menggendong bayinya. Mereka masih ada kontak psikologisde dengan pengasuhnya. Sedang masyarakat modern sudah terpisah dengan bayinya. Bayinya hanya memandang lurus tanpa bisa leluasa untuk bergerak dan melihat situasi sekitarnya. Pemandangan ini sangat berbeda masyarakat tradisional yang sambil menggendong balitanya, si balita juga juga bisa melihat keadaan sekitarnya. Masyarakat tradisional lebih care, peduli dan bahkan lebih humanis pada sisi ini. Ada lagi pembahasan yang memperlihatkan dampak perang nuklir dengan contoh porak porandanya di hiroshima dan nagasaki, Jepang. Tercatat sekitar 100. 0000 an warga Jepang yang tewas akibat kedahsyatan bom nuklir itu. Sebaliknya, perang antar suku di Papua pada rentan waktu yang hampir bersamaan yang hanya menewaskan 5% dari total penduduk mereka. Kalau ada konflik biasanya masyarakat tradisional menyelesaikannya lewat musyawarah adat yang sangat terbatas. Sedang masyarakat modern, biasanya lewat forum forum resmi yang juga sangat berpotensi untuk cepatnya tersebar ke negara negara lainnya. Wal hasil, buku ini sangat menarik untuk dikaji karena memberikan nuansa baru dalam studi masyarakat tradisinal. Buku ini menyadarkan kita bahwa tidak semua yang modern itu baik. Dan sebaliknya tidak semua yang tidak modern itu tidak baik. Yang modern dan tradisional harus ada ruang untuk saling memahami. Wa Allah a'lam.

Tidak ada komentar: