Kamis, 20 Februari 2014
Workshop
Dulu, sewaktu Jahja Umar, Ph.D yang menjabat direktur jenderal pendidikan Islam hampir semua kegiatan di direktorat yang berbunyi workshop, pasti dicoret oleh beliau. Menurut beliau workshop itu hanya membuang buang uang, dan hasilnya sudah bisa ditebak sebelum acara digelar. Beliau mencontohkan bahwa penataran para guru biasanya hanya menghasilkan selembar sertifikat. Bahkan, sertifikat sudah ditandatanganinya jauh jauh hari sebelum workshop digelar. Workshop seperti ini tidak akan menghasilkan apa-apa. Pada waktu itu, para kasu dit mencari akal agar mengubah kegiatan yang berbau workshop agar tidak terdeteksi sebagai kegiatan yang bukan workshop. Waktu itu, setiap subdit harus memiliki kecanggihan ide agar bis membuat program yang dapat menghasilkan sesuatu. Setiap program harus bisa menjanjikan hasil atau out put dari kegiatan tersebut.
Kebijakan Jahja Umar menjadi menarik.Karena setiap kegiatan yang telah menjadi program harus bermakna bagi bangsa. Setiap rupiah yang dihabiskan untuk sebuah program harus berdampak pada perbaikan daya saing bangsa.
Workshop biasa diplesetkan menjadi work and shop. Work adalah kerja. Dan shop adalah belanja. Bahkan ada yang membaliknya. Shop and work. Shop, belanja dulu baru kerja. Hal ini bisa terjadi kalau kegiatan workshop ini digelar pada di kota seperti Bandung, Jakarta, Jogjakarta, surabaya sebagai surga belanja. Bahkan kota kota tersebut juga dikenal sebagai pusat kuliner. Apalagi kalau kegiatan dimaksud dilaksanakan pada tempat tempat yang eksotik.
Saya sedang mengikuti workshop on partisipatory and gender responsive budgeting and planning, di Bandung, dari tanggal 20-22 pebruari 2014. Semoga workshop ini dapat menghasilkan sesuatu. Semoga sukses. Kegiatan ini disupport oleh Cowqter, SILE, local leadership for development.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar