Jumat, 14 Februari 2014
JK: Diplomasi ala Bugis
Thu Sep 2, 2010 10:33 pm (PDT)
Andaikan JK tetap di posisi Wapres, dan SBY tidak tinggi hati mungkin soal dengan Malaysia sudah selesai.
IS
-------
Sebelum saya menjabat sebagai WAPRES, karakter dan watak orang Bugis
sangat jarang yang mengenalnya di belahan nusantara ini. Bahkan ada
banyak pendapat yang keliru dan menyangka orang bugis adalah bangsa
yang keras dan tidak pernah kenal kompromi. Ini jika melihat dari
sejarah banyak yang menganggap bahwa orang bugis adalah bajak laut pada
masa silam. Anggapan ini sungguh tidak berdasar dan keliru.
Orang bugis sebenarnya mempunyai cirri khas yang menarik. Dari
sejarahnya kerajaan bugis didirikan bukan pada pusat-pusat ibu kota dan
sangat jauh dari pengaruh India. Itulah sebabnya di Bugis tidak ada
candi. Ini berbeda dengan kerajaan jawa yang mebangun pusat kerajaannya
pada ibu kota dan bersifat konsentris.
Namun demikian, orang bugis sudah terkenal memiliki kebudayaan, mereka
memiliki tradisi lisan maupun tulisan. Bahkan orang bugis memiliki
salah satu epos terbesar di dunia yang lebih panjang daripada epos
Mahabarata yakni cerita tentang lagaligo yang sampai saat ini sering
dibaca dan disalin ulang dan menjadi budaya yang mengakar pada
masyarakat bugis.
Bagi suku-suku lain, orang Bugis sering dianggap sebagai orang yang berkarakter keras dan sangat
menjunjung tinggi kehormatan. Bila perlu demi kehormatan, orang bugis
bersedia melakukan kekerasan. Namun dibalik sifat itu semua, sebenarnya
orang bugis adalah orang yang sangat ramah, menghargai orang lain dan
menjunjung tinggi kesetiakawanan, bahkan bersedia menjadi bumper demi
kesetiakawanan. (itulah mungkin sebabnya mengapa Golkar pada masa
pemerintahan SBY-JK sering menjadi Bumper karena ia dipimpin oleh
seorang yang sangat berwatak bugis).
Meskipun sebagai bangsa perantau, orang bugis selalu membawa identitas
bugisnya di mana mana. Beberapa orang-orang di singapura dan Malaysia
meskipun sudah menjadi warga Negara sana, dan mereka sudah bergaya
hidup modern tapi mereka selalu mengaku sebagai orang Bugis meskpiun
sudah merupakan keturunan yang kesekian dan belum pernah menginjak
tanah bugis.
Begitu juga dengan saya, selama terjun ke dunia politik saya tidak
pernah melepas karakter bugis saya yang blak-blakan, dan sering
dianggap kurang santun bagi mereka yang sangat menghargai etiket. Tapi
itulah saya, saya sering mengatakan kepada teman-teman, jangan paksa
saya jadi orang jawa. Menjadi orang bugis dan berkarakter keras kadang
berguna juga. Waktu menyelesaikan kasus ambalat untuk pertama kalinya,
saat itu saya menggunakan gaya diplomasi ala Bugis yang anda tidak
dapatkan dalam literature strategi diplomasi. Waktu itu saya ke
Malaysia bertemu dengan Wakil Perdana Menteri yaitu Najib (kini Najib
sudah jd Perdana Menterin red).
Saat itu ia ditemani oleh 5 Menteri dan saya juga ditemani oleh 5
Menteri plus Dubes kita. Saat pertemuan itu saya bilang ke Najib “
Najib…Ambalat itu masalah sensitive, itu bisa membuat kita perang.
Kalau kita perang, belum tentu siapa yang menang. Tapi satu hal yang
mesti you ingat, di Malaysia ini ada 1 juta orang Indonesia, 1000 orang
saja saya ajari Bom, dan mereka Bom ini gedung-gedung di Malaysia maka
habislah kalian”
Saat itu pak Najib kaget, dia sadar sebagai sesama Bugis, ancaman saya
bukan hanya gertakan belaka. Dia bilang ke saya “pak Jusuf, tidak bisa
begitu”
Saya bilang ke dia “makanya mari kita berunding, terus terang saya
kadang tidak suka sama you punya Negara, Buruh-buruh Ilegal dari
Indonesia ditangkapi kayak binatang, sedangkan majikannya tidak
ditangkap, padahal kalau ada buruh Ilegal maka tentu ada juga majikan
illegal. Setiap ada Ilegal loging pasti orang Malaysia yang ambil,
begitu ada kebakaran hutan mereka marah-marah, padahal hampir sepanjang
tahun mereka menghirup udara segar yang dihasilkan oleh hutan-hutan di
Indonesia, satu bulan saja ada kabut asap mereka marah marah. Dan juga
setiap ada ledakan Bom di Indonesia selalu orang Malaysia dalangnya”
Waktu itu Pak Dubes langsung bisiki saya “Pak, Ini sepertinya sudah melewati batas diplomasi”
Saya langsung bilang ke dia “kau kan Dubes, yah sudah kau perbaikilah mana yang lewat”
Setelah itu, untuk menunjukkan ketidak sukaan saya kepada Malaysia saya menolak menginap di Kuala
Lumpur, saya bilang saya mau menginap di kampong Bugis di Johor sana.
Akhirnya pak Najib ikut juga saya ke sana. Di atas mobil, dalam
perjalanan menuju Johor Pak Najib Bilang ke saya “ Kayaknya bapak
terlalu keras tadi waktu berunding”
Saya cuman bilang ke dia “kamu kan juga orang Bugis, kenapa kau tidak keras juga tadi?” mendengar itu dia cuman ketawa saja.
Malamnya di Johor, kita makan malam dan nyanyi-nyanyi, mengundang Siti
Nurhaliza, sampai jam 1 malam dan kita ngantuk. Keesokan paginya kita
main golf, dan saat itu juga masalah Ambalat selesai. Dengan gaya
Diplomasi ala Bugis, saya tidak perlu memakai bahan yang sudah
disiapkan oleh DEPLU semua spontanitas saja. Dan sampai sekarang kalau
ada tentara Malaysia datang lagi di Ambalat, saya tinggal telpon Najib
“Hey Najib, jangan lagi kau kirim, you punya tentara ke Ambalat, kita
bisa perang nanti”
Demikan juga waktu saya menyuruh EXXON supaya angkat kaki dari Blok
Natuna. Waktu itu saya dikejar oleh orang-orang EXXON mereka mau
melobi. Tapi saya selalu menolak ketemu dan menghindar. Saya ke Riyadh,
mereka mau nyusul ke sana, saya ke Jedah mereka mau datang, tapi saya
tolak karena saya mau ibadah dan sampai di belahan bumi manapun mereka
kejar saya. Akhirnya waktu itu Di Makassar karena melihat kegigihan
mereka, saya suruh mereka datang. Dan datanglah itu Chairman Exxon
mereka 4 orang dan saya hanya ditemani oleh Sekretaris saya.
Saat pertemuan di Hotel Sahid Makassar, orang Exxon bilang ke saya,
“Mr.Vice President, anda kalau membatalkan kontrak dengan EXXON, maka
besok akan saya SU”
Saya langsung pukul meja saya dan bilang ke dia “kalau kau berani SU, maka saya akan SU kau 10 kali, Its
my country, not your country, jangan kau datang ke sini mau ancam-ancam saya”.
Saat itu dia langsung minta maaf. Dan saat itu Blok Natuna kembali ke tangan kita pengelolaannya,
meskipun pada akhirnya lepas lagi ke EXXON karena wewenang saya dicabut
dan control tidak lagi berada di tangan saya. Apa pun itu, untuk
kehormatan bangsa, kita jangan mau didikte oleh bangsa lain, kalau
mereka keras, maka kita balas lebih keras lagi. Jangan pernah takut
kita akan dibuat susah dan macam-macam. Selama kita yakin Tuhan selalu
bersama kita, maka bangsa lain tidak akan bisa berbuat apa-apa terhadap
kita.
(divosting oleh Saleh Mude via email saya: afikrizain@yahoo.com)
http://umum. kompasiana. com/2009/ 08/04/diplomasi- ala-bug
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar