Gallery

Selasa, 11 Februari 2014

SDA: Inspirator Pendidikan Islam

Saya (SDA) memiliki pengalaman unik. Saya pernah berkunjung ke Banten karena ada madrasah yang rubuh. Muridnya berjumlah sekitar 12 orang. Ketika madrasah tersebut mendapatkan bantuan sebanyak 10 juta rupiah, Kyainya membeli genteng. Beban atanya menjadi berat. Lalu ambruk!. Sang Ustaz, hidup pas-pasan bahkan sangat miskin, tapi semangat mendidiknya sangat luar biasa. Rumah, tempat tinggalnya di atas bukit dekat madrasah binaannya. Saya betul-betul menghormati Kyai itu. Saya angkat topi kepada beliau. Lalu kita bantu madrasahnya. Memang ada sesuatu yang unik pada diri Kyai. Itulah sebabnya, untuk menjadi Kyai, tidak sekedar memiliki ilmu pengetahuan agama yang mumpuni. Ada sesuatu yang unik dalam diri Kyai. Yakni ikhlas dan daya juang yang tinggi. Keikhlasan dan daya juang seorang Kyai melampaui dirinya. Kyai yang memiliki penghasilan rendah, bisa saja memiliki pesantren besar dan maju. (Wawancara dengan pak SDA di kediamannya). Ada empat hal pokok yang selama ini menjadi kegelisahan SDA dan mungkin juga banyak pakar serta pemerhati kajian Islam, yakni: (1) Pentingnya usaha yang sungguh-sungguh untuk meretas dikhotomi ilmu pengetahuan; (2) Memosisikan al-Qur’an sebagai sumber inspirasi dalam pengembangan ilmu; (3) Spirit al-Qur’an dalam pemberdayaan umat; (4) Positioning Islam Indonesia. Setidaknya ada tiga pemikiran yang berkembang terkait dengan sepak terjang SDA selama ini. Ada yang mengusulkan agar beliau mendapatkan Doktor Honoris Causa pada sisi pembinaan dan pemberdayaan umat terutama ketika menjadi Menteri UKM. Ada juga Lembaga Pendidikan Islam yang mengusulkan agar pak SDA bisa berkonsentrasi sebagai praktisi dalam bidang politik Islam. Dan UIN Maliki Malang melihat pantasnya SDA sebagai Penggerak Kajian Islam. Hal ini dilatari oleh pikiran-pikiran SDA yang sering dikemukakan di pondok pesantren, madrasah, dan perguruan tinggi mengenai dikhotomi ilmu, bio-teknologi, nuklir, dll. Pemikiran seperti ini dianggap menghentak dan dapat menjadi pemicu serta penggerak tumbuh kembangnya kajian keilmuan keislaman. Akhiri Dikhotomi Ilmu al-Qur’an adalah kitab suci, pedoman hidup dan sumber inspirasi yang memperlihatkan kepada kita sesuatu dengan sangat nyata. al-Qur’an adalah kitab-un mubin, kitab suci yang memuat keterangan dan penjelasan yang sangat nyata dan jelas keterangan-keterangannya. Selama ini, kita sangat asyik mengkaji ayat-ayat ahkam (ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum), aqidah, sejarah, dan tauhid. Ayat-ayat yang seperti ini—yang lebih popular disebut sebagai ayat-ayat Qauliyah-- mendapatkan porsi dan banyak sekali kita kupas. Sedang ayat-ayat kauniyah—yang berbicara tentang fenomena alam-- masih jauh tertinggal. Sepertinya ayat-ayat kauniyah masih kurang mendapatkan perhatian secara proporsional. Padahal menurut sebagian ahli, ayat-ayat kauniyah lebih banyak dalam al-Qur’an dibanding ayat-ayat hukum. Syeikh Tanthawi Jauhari menghitung ayat-ayat kauniyah sekitar 750-an ayat (Thantawi Jauhari, Tafsir al-Jawahir). Ada ahli yang menghitung lebih dari 1.000-an ayat-ayat kauniyah.( Agus Purwanto, Ayat-ayat Semesta Sisi-Sisi al-Qur’an yang Terlupakan, 2008). Mungkin inilah salah satu faktor mengapa akhir-akhir ini sains dan teknologi kurang berkembang di dunia Islam. SDA menjelaskan bahwa mungkin ada kesahalah ilmuan dan cendekiawan kita. Seakan-akan kalau belajar ilmu non-agama atau ilmu-ilmu umum, sepertinya tidak mendapatkan ganjaran pahala. Seseorang dianggap mulia dan mendapatkan pahala kalau yang bersangkutan mendalami “ilmu-ilmu- agama”, seperti belajar aqidah, akhlak, fiqhi, ushul fiqhi, tafsir, hadis, dan sebagainya. Padahal, al-Qur’an Surah Ali ‘Imran (2): ayat 190-191 menegaskan karakter Ulul Albab itu adalah mereka yang selalu ingat kepada Allah seraya merenungkan ciptaan-Nya. 190. Sungguh, dalam penciptaan langit dan bumi, dan dalam pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (Kekuasaan Tuhan) bagi orang yang menggunakan pikiran. 191. (yaitu) orang yang berzikir memuji Allah sambil berdiri, duduk dan (berbaring) di sisinya, dan berpikir tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Tuhan kami, tiada sia-sia Kau menciptakan ini semua! Maha Suci Engkau, Lindungilah kami dari azab api (neraka). Akibat dari dikhotomi ilmu tersebut ialah al-Qur’an tidak menjadi sumber inspirasi dan motivasi secara maksimal. Al-Qur’an tidak menjadi kajian utama. Hal ini terlihat dari pengajaran al-Qur’an di lembaga pendidikan kita sebut saja Pondok Pesantren, dan Madrasah Diniyah. Pengajaran Al-Quran belum menjadi mainstream untuk membangun wawasan anak-anak didik kita secara komprehensif. Misalnya, pengajaran bab al-wudhu’ dalam mata pelajaran fiqhi masih berkutat pada syarat dan rukun serta hal-hal yang membatalkan wudhu. Wudhu belum dikaitkan dengan perlunya memelihara lingkungan hidup. Wudhu belum dihubungkan dengan manfaat air sebagai sumber kehidupan. Mestinya kita mulai menerapkan kurikulum integratif-holistik pada semua level pendidikan, mulai Raudhatul Athfal, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Aliyah, pondok Pesantren dan bahkan sampai UIN dan IAIN. Kalau kita kaitkan dengan prestasi tokoh-tokoh Islam pada masa kejayaan peradaban Islam masa lalu, seperti Ibnu Khaldun, Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, al-Biruni, Ibnu Haitham, mereka mempelajari Islam secara komprehensif, di samping mempelajari al-Jabar (matematika), mereka juga mendalami seni, filsafat, sosiologi, dan semua ilmu yang berkembang pada masanya masuk dalam penjelajahan ilmu pengetahuan para ilmuan Islam itu. John Freely menulis dengan sangat akurat mengenai peran ilmuwan dan sains Islam dalam membentuk peradaban barat dalam bukunya dengan judul: Light from the East—How Islamic Science Helped Shape the Western World, 2010. Ketika Eropa masih berada dalam masa kegelapan (the dark age), dunia Islam sudah sangat maju dengan ketinggian ilmu pengetahuan dan sainsnya. Abad pertengahan Islam dimulai dengan penerjemahan secara besar-besaran karya-karya filsafat Yunani, Mesopotamia, India dan China ke dalam Bahasa Arab di Baghdad pada abad ke-8. Oleh para filsuf, fisikawan, astronom, ahli matematika, pengetahuan ini dibawa dari Samarkand dan Baghdad diboyong ke Cordoba sampai munculnya renaisans Eropa. Muncullah tokoh-tokoh seperti Thomas Aquinas dan Nicolaus Copernicus yang sesungguhnya ilmu yang dikembangkannya sangat diinspirasi dari para ilmuwan dan sains Islam. Pemikiran filsafat Ibnu Rusyd yang dikenal di Barat dengan nama Averrous sangat berperan dalam menumbuhkan tradisi filsafat di Barat. Halmana Ibnu Rusyd adalah pensyarah pemikiran filsafat Aristoteles yang sangat fasih. Ibnu Sina—yang dikenal di Barat dengan sebutan Avicenna—dianggap sebagai bapak anatomi dunia. Karya beliau al-Qanun fi al-Thibb menjadi rujukan utama di barat di bidang kedokteran sampai abad ke-17. Ibnu Khaldun dengan kitab Muqaddimah-nya adalah Bapak Sosiologi modern. Ilmuan muslim telah menjadi “jembatan emas” bagi peradaban dunia barat. Al-Qur’an: Sumber Inspirasi al-Qur’an adalah hudan li al-nas, kompas kehidupan bagi umat manusia. al-Qur’an juga sebagai al-bayyinat, memuat keterangan yang sangat jelas bagi manusia. al-Qur’an juga sebagai al-furqan, memuat penjelasan antara yang haq dan yang bathil. Dan yang lebih penting al-Qur’an mengandung petunjuk untuk mendapatkan inspirasi lebih mendalam, al-hikmah. Ayat yang relevan QS. al-Baqarah (2): 269 yang termahnya sebagai berikut: Ia memberi hikmah kepada siapa yang Ia berkenan. Dan barang siapa diberi-Nya hikmah, Kepadanya telah diberikan kebaikan melimpah. Namun tiada yang mengambil peringatan, kecuali orang yang punya pikiran (Ulu al-Albab) . Jadi, al-Qur’an adalah kitab suci yang sekaligus sebagai sumber inspirasi. Ada banyak ayat yang sesungguhnya ayat-ayat tersebut mengandung hikmah dan kandungan yang sangat dalam, tapi belum dipahami secara maksimal. Ayat al-kursi, umpamanya (QS. al-Baqarah (2): 255. 255. Allah! Tiada Tuhan selain ia, Yang Hidup, yang Berdiri Sendiri. Tiada pernah mengantuk, dan tiada ia pernah tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan apa yang di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa'at di hadapan-Nya, kecuali dengan izin-Nya? Ia mengetahui apa yang di depan mereka, dan apa di belakang mereka, sedang mereka tiada tahu apa-apa tentang ilmu-Nya, kecuali apa yang Ia kehendaki. Singgasana-Nya meliputi langit dan bumi. Dan tiada Ia merasa letih memelihara keduanya, karena Ialah Yang Maha Tinggi, Yang Maha Besar. Selama ini, ayat Kursi dibaca untuk mengusir setan. Atau dibaca sebagai amalan dengan maksud untuk mendapatkan kedigjayaan, kesaktian. Atau berfungsi sebagai wirid harian agar yang membacanya mendapatkan jabatan tertentu. Padahal, ayat kursi memuat kandungan nilai tauhid yang sangat luar biasa dan sangat rasional. Bahwa Tuhan tidak ngantuk dan tidak tidur: ….La sinat-un wa la naum….Itu menjadi pembeda yang sangat jelas dengan makhluk-Nya yang mengantuk dan tidur. Lalu, apa akibatnya: …Dia (Tuhan) tidak mengantuk dan tidak tidur? Dia selalu sadar. Dia selalu waspada. Maka pantaslah kalau Dia Yang Maha Kuasa. Maka pantaslah kalau Dia pemilik segala apa yang ada di petala langit dan bumi…..Lahu ma fi al-samawat wa al-ardh… Jadi, Dia yang tidak mengantuk dan tidak tidur sangat pantas dan sangat benar kalau dikatakan:…Dialah pemilik langit dan bumi. Sebaliknya, apa konsekwensinya kalau seseorang itu mengantuk dan tidur? Jangankan melindungi yang lain, orang yang mengantuk dan tidur untuk melindungi dirinya sendiri dari gigitan seekor nyamuk pun ia tidak kuasa. Maka tidak laik baginya disebut sebagai “berkuasa”. Pemahaman seperti ini dapat menggerakkan pemikiran dalam bidang tauhid. Hal ini juga dapat menambah dan mempertebal keimanan kita. Ayat-ayat Kauniyah harus dieksplorasi lebih jauh dan menjadi kajian utama dalam pengembangan studi Islam. Dalam Al-Qur’an ada ayat yang menjelaskan tentang atom, dan bahkan sampai pada pembahasan nuklir. Ternyata Al-Qur’an sebetulnya sudah menyebutkan itu semua. Dan kita belum melakukan eksplorasi. Ayat tentang peristiwa Isra’ dan Mikraj, misalnya. Q.S. al-Isra’ (17): 1 yang artinya: Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha ,yang telah Kami berkati sekitarnya. Untuk memperlihatkan kepadanya beberapa tanda (Kebesaran) Kami. Sungguh, Dialah Yang Maha Mendengar, Yang Maha Melihat. Potongan ayat ….al-lazi baraknana haulahu…yang bermakna: keberkahan dan keselamatan. Tapi selama ini, ayat al-Isra’ yang memuat kisah perjalanan Nabi shalla Allah ‘alaih wa sallama menerima shalat lima waktu, belum dikaji secara komprehensif. Biasanya peristiwa Isra’ dan mikraj selalu saja dibumbui dengan kisah-kisah isra’iliyat yang supra-rasional, bahkan ada banyak kisah yang irrasional. Peristiwa Isra’ dan Mikraj selama ini belum menjadi sumber inspirasi untuk mengembangkan sains. Ada pandangan lain yang melihat bahwa keberangkatan Nabi shalla Allah ‘alaih wa sallama dari Masjidil Haram, Mekkah ke Masjidil Aqsha, Palestina pada sepertiga malam itu, jarak bumi tidak dihitung mil tapi tahun sinar. Sekian tahun cahaya. Bagaimana Nabi shalla Allah ‘alaih wa sallama bisa selamat dalam sebuah perjalanan dengan kecepatan seperti apa? Tidak logis? Suatu perjalanan yang melebihi ratusan tahun cahaya. Bisa dibayangkan bagaimana Nabi bisa melesat. Tentu akan terjadi gesekan udara yang benda sekeras apapun, pasti hancur. Apakah frase …al-lazi barakna haulahu…bisa dianalogikan dengan pesawat ulang-aling. Pesawat ini pun dilindungi oleh komponen yang dapat menahan panas karena terbuat dari bahan silicon. Seperti challenger, supaya tidak meledak. Prof. Achmad Baiquni menganalisis bahwa pada peristiwa Isra’ dan Mikraj, kendaraan Nabi shalla Allah ‘alaih wa sallama adalah buraq. Buraq itu sering divisualisasikan sebagai seekor kuda berkepala manusia. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pemahaman bagi kalangan awam. Sesungguhnya buraq itu adalah kilatan cahaya. Kendaraan Nabi, seperti kilatan cahaya. Jadi, bukan sinar biasa. Lebih jauh frase…al-lazi barakna haulahu……bahwasanya badan Nabi shalla Allah ‘alaih wa sallama telah “disenyawakan” dengan cahaya, sehingga Nabi bisa melesat seperti kecepatan cahaya. Pemahaman seperti ini tentu sangat dalam sekali. Tetapi kalau peristiwa Isra’dan Mikraj hanya dipahami sangat normatif, maka tentu tidak banyak memberikan makna bagi kehidupan dan pengembangan sains (Prof. Achmad Baiquni: al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, 1996). Meskipun pada sisi lain, ada ulama tafsir yang sangat berhati-hati dalam menafsirkan ayat-ayat kauniyah dengan metode tafsir al-‘ilmy. Sebab, bagi mereka al-Qur’an bukanlah kitab suci ilmiyah, tapi lebih sebagai kitab suci yang memuat panduan akhlak, etika, dan moral bagi seluruh umat manusia ( M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an; Fazlur Rahman, Major Themes of the Qur’an, 2009; Tosihiko Izutsu, Ethico-Religious Concepts in the Quran, 1966). Tetapi tak dapat dipungkiri bahwa ada banyak ayat al-Qur’an yang mengandung isyarat-isyarat ilmiyah untuk pengembangan ilmu dan sains. Bagaimana dengan pengembangan kajian keilmuan Islam di Perguruan Tinggi Agama kita? Apa bedanya prodi-prodi umum yang dikembangkan di Universitas Islam Negeri dengan Universitas Umum lainnya? Apa bedanya Fakultas Sosiologi dan Kedokteran yang ada di kita? Mestinya ayat-ayat sosiologi dan ayat-ayat yang berkaitan dengan kedokteran harus menjadi fokus kajian. Sebagai contoh QS. al-Mukminun: ayat 12-14; 12. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati tanah. 13. Kemudian Kami jadikan ia mani, yang disimpan dalam wadah yang kokoh aman (rahim). 14. Kemudian mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dari segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, Kemudian Kami bungkus tulang itu dengan daging. Kemudian Kami bentuk ia jadi makhluk lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. Wa laqad- khalaqna al-insan min sulalat-in min thin……Kami telah menciptakan manusia dari saripati tanah. Prof. Achmad Baiquni menjelaskan ayat ini bahwa dari unsur-unsur kimiawi hydrogen, karbon, nitrogen, oksigen yang terkandung di dalam gas-gas yang keluar dari tanah itulah yang bermula segala kehidupan di bumi (kemudian unsure-unsur kimiawi lain yang berada di tanah seperti fosfor, kalsium, besi dan lain-lainnya ikut memainkan peranannya); …itulah penyusun biomolekul atau molekul-molekul kehidupan. Nyata bahwa semua makhluk hidup termasuk manusia, diciptakan dari unsur-unsur kimiawi yang ada di bumi (Achmad Baiquni, al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, h. 192-193). Pada ayat lain, QS. al-Rum(30) ayat 24 dijelaskan:….Dan di antara tanda-tanda ( Kebesaran)-Nya, ialah bahwa Ia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Ia menurunkan hujan dari langit, dan dengan itu Ia menghidupkan bumi setelah ia mati. Sungguh, dalam yang demikian itu, Ada bukti-bukti bagi orang yang menggunakan akalnya. QS. al-Anbiya’: ayat 30,….Dan dari airlah Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Apakah mereka tidak juga mau beriman? Mungkin itu pula sebabnya sehingga dokter menasehati kita agar banyak minum air putih. Mungkin karena asal-muasal kita dari air. Dan sekitar 80% tubuh kita terdiri dari air. Di sini letak pembeda prodi kedokteran Universitas Islam Negeri kita dengan kedokteran yang lainnya. Peserta didik dan lulusan kita, dengan ilmu yang mereka dapatkan akan mengantarkan mereka untuk berucap: Subhana Allah: Maha Suci Allah. Rabbana ma khalaqta haza bathilan; Ya Tuhan kami, Tiadalah makhluk ciptaan-Mu yang menjadi sia-sia. Semua pasti ada manfaat dan keguanaannya. Pohon jati umpamanya mulai akar, batang, sampai daun semua berfungsi. Daun jati dapat memnjadi pembungkus makanan tertentu yang juga menjadi pencipta cita rasa bagi makanan tersebut. Daun jati juga bisa menjadi zat pewarna. Batang pohon jati lebih bermanfaat lagi untuk mebelier, dan seni ukir. Akar jati juga memiliki manfaat yang tidak sedikit. Pohon kelapa, tidak ada yang terbuang. Kalau ada floran dan fauna yang tidak dimakan oleh manusia atau binatang atau makhluk lainnya, pasti menjadi pupuk dan penyeimbang baagi ekosistem. Ini sangat luar biasa. Karena kitab suci itu memberikan tanda-tanda yang sangat perlu dikaji yang menantang kita berpikir. Kita sering menemukan dan membaca potongan ayat…la ayatin li qawmin yatafakkarun…al-Qur’an itu memberikan tanda-tanda, fenomena yang terlihat yang belum terlihat oleh manusia. Dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat yang memberi petunjuk agar meneliti tetumbuhan, flora dan fauna yang ada di sekeliling kita. al-Qur’an biasa menyebut tumbuhan dan hewan tertentu seperti pohon Tin dan buah Zaitun dalam QS. al-Tin, ayat 1: wa al-Tin wa al-Zaitun, Demi pohon Tin dan Zaitun. Ternyata pohon Zaitun, buah dan minyaknya sangat bermanfaat bagi kesehatan kita. Dahan-dahan pohon Zaitun juga sangat baik untuk bahan siwak ( Cal Orey, Khasiat Minyak Zaitun resep Umur Panjang ala Mediterania, 2007). Al-Qur’an menganjurkan manusia agar mengkonsumsi ikan-ikan segar (QS. al-Nahl (16): 14. Al-Qur’an menganjurkan kita agar mentradisikan mengkonsumsi madu karena di dalamnya mengandung obat yang sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia (QS. al-Nahl (16): ayat 69. Demikian seterusnya (Prof. Dr. Zaghlul Raghib al-Najjar, Buku Induk Mukjizat Ilmiah Hadis Nabi ( al-I’jaz al-‘Ilmi fi al-Sunnah al-Nabawiyyah), 2007. Al-Qur’an juga menyebutkan sapi betina/ al-baqarah dalam QS. al-Baqarah, unta (QS. al-An’am, ayat: 144; QS. al-Ghasyiah (88): 17; semut (QS. al-Naml/ surah semut); kuda perang (QS. al-‘Adiyat); cacing (QS. al-Naml (27): 82; anjing (QS. al-Kahfi (18): 18 dan 22); laba-laba (QS. al-‘Ankabut); domba (QS. al-An’am (6): 143; burung Hud-Hud Nabi Sulaiman (QS. al-Naml (27): 20; gajah (Qs. al-Fil); roti (QS. Yusuf (12): 36; kacang adas, bawang putih dan merah (QS. al-Baqarah (2): 61; jahe sebagai campuran minuman penghuni surga (QS. al-Insan (76): 17; buah delima dan anggur (Qs. al-An’am (6): 99, 141; dll. al-Qur’an dan Pemberdayaan Umat al-Qur’an memuat ajaran yang sangat dahsyat tentang pemberdayaan umat terutama dalam upaya mewujudkan kesejahteraan umat. Apa maksud Tuhan mewajibkan kita membayar zakat. Apa maksud Tuhan mewajibkan kita bersedekah. Apa maksud Tuhan agar kita memberikan perhatian khusus kepada orang miskin. Jawabannya adalah Tuhan tidak ingin mereka menjadi miskin lestari. Zakat tidak boleh melestarikan kemiskinan. Sesungguhnya zakat haruslah menjadi instrument untuk mewujudkan kesejahteraan umat. Itulah inti zakat. Oleh karena itu, umat Islam tidak pantas menjadi miskin lestari. Tapi nyatanya, kita masih hidup di bawah garis kemiskinan. Mungkin karena selama ini zakat diimplementasikan hanyalah untuk membebaskan orang dari kesulitan sementara. Sifatnya sangat temporal. Short time. Hanya dua mingu, satu minggu, atau jangan-jangan hanya dua hari? Zakat haruslah menjadi instrument pengentasan kemiskinan permanen bukan temporal (Dr Yusuf al-Qaradhawi, Fiqih al-Zakat, 1983 ). Qs. al-Nisa’ (4): ayat 9 berbunyi: ….wal-yakhsya al-lazina lau taraku min khalfihim zurriyyatan dhi’afan khafu ‘alaihim……dapat menjadi landasan filosofis pemberdayaan umat terutama kaum intelektual muda, kaum perempuan, siswa, dan santri. Sebab generasi lemah, fisiknya lemah karena kurang makan, mungkin juga kurang gizi. Generasi lemah pikirannya, karena faktor latar belakang pendidikanya. Lemah hatinya, karena kurang pendidikan agamanya. Oleh karena itu, kaum muda, kaum perempuan, siswa, santri tidak boleh lemah pendidikannnya. Anak-anak sekolah, mahasiswa, sarjana haruslah memiliki pengetahuan dan keterampilan hidup. Sebagaimana firman Allah Swt QS. al-Mujadilah: ayat 11: 11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Kita harus memberikan jalan pemberdayaan kepada orang-orang yang berilmu agar mereka dapat hidup layak dan lebih bermartabat. Setidaknya kita memberi jalan kepada mereka. Hal lain yang perlu dibenahi terkait dengan pemberdayaan umat adalah pelurusan pemaknaan konsep ikhlas. Selama ini konsep ikhlas sering dipahami secara kurang tepat.”Yang penting ikhlas”, li Allah ta’ala. Padahal, dengan ikhlas sesungguhnya tidak boleh membuat kita pasif. Pasrah saja kepada Tuhan tanpa kerja keras. QS.Ali ‘Imran (3): ayat 159 menjelaskan:…Fa iza azamta…fa.tawakkal….Setelah kamu bekerja keras, maka bertawakkallah kepada Allah Swt. Jadi kerja keras dulu baru tawakkal. Tawakkal kepada Allah berarti bersandar dan memasrahkan diri kepada Allah Swt. Tawakkal seakar kata dengan wakil, tempat bersandar. Wakil rakyat berarti tempat rakyat menggantungkan harapan-harapannya. Tetap ada konsep yang tidak memerlukan pamrih apa-apa. Untuk kita berbuat lebih banyak, katakanlah bisa memberi berarti kita harus punya sesuatu. Kita harus memiliki sesuatu atau menjadi kaya, baru kita bisa memberi. Sabda Nabi shalla Allah ‘alaih wa sallama: al-Yadu al-‘Ulya khair-un min al-yad al-sufla: …Tangan di atas (se pemberi) lebih mulia dari pada tangan di bawah (penerima). Wa Allah a’lam.

Tidak ada komentar: