Gallery

Selasa, 02 April 2019

Berbincang dengan Prof Usman Pelly

Berbincang dengan Prof Usman Pelly Kesan saya, Prof Usman sebagai seorang pembelajar. Di usianya yang sudah 85 tahun, beliau masih tegar dan berjalan tegak. Gaya bicaranya yang santun dan lancar. Teori- teori antropology yang dikembangkannnya juga up to date. Beliau adalah antropolog, jebolan Cornel University, Amerika. Suatu hari kami mengundang beliau sebagai nara sumber untuk sebuah acara Dialog Budaya di Medan. Dialog budaya merupakan acara spesifik dari Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi, Kemenag RI. Dialog budaya perlu terus disuarakan. Sebab, akhir- akhir ini ada segelintir orang yang membentur- benturkan antara agama dan budaya. Padahal budaya itu, lebih banyak sebagai tafsir agama juga. Sebelum beliau naik panggung, saya ajak berbincang ringan. Hasil diskusi kecil itulah, saya sarikan sebagai berikut: 1. Sejatinya umat Islam sebagai pekerja keras. Siti Hajar adalah pekerja keras. Kita sebagai umat harus meningkatkan etos kerja. Coba lihat, kalau kita menunaikan ibadah haji. Di sana kita melaksanakan ritual sa'i. Sa'i sebagai simbol ketaqwaan. Bahwa Ketaqwaan itu kerja keras. 2. Saya tidak senang melihat orang yang setelah shalat zuhur berbaring dan tergeletak. Dan mereka pun tidur-tiduran. Padahal di bumi Tuhan, kita diperintahkan untuk mencari rezeki. Sesudah jam 2 siang, saya usir orang-orang itu. Kita kurang menggerakkan orang-orang itu untuk bekerja keras. Seakan-akan kerja keras hanya untuk orang China. Kita hanya ngopi. Nongkrong. Lalu, bagaimana menggerakkan etos kerja? 2. Cerita pak Timur Djailani Beliau adalah Senior saya, kenang Prof Usman Pelly. Suatu saat, saya berjumpa di pesawat terbang. Saya sekarang sedang di Amrik. Beliau bertanya, apa yang engkau perlukan. Apa perlu mesin Tik. Itu terjadi pada tahun 1978. Beliau sedang bersama pak Menteri Agama, H. Alamsyah Ratuprawiranegara. Pak Menteri Agama yang satu ini hebat. Ada teman kita Bang Imad--Dr.Ir. Imaduddin-- di ITB. Dia dipersonanongratakan. Ketika beliau sudah selesai kuliah, dia tidak bisa pulang ke Indonesia. Kita kan senasib. Kau kan orang Melayu, kau digusur Batak. Sama dengan Aku yang digusur Jawa. Hal yang menarik lainnya dari sosok Prof Usman Pelly. Beliau seorang yang ahli perahu Bugis. Dia bersahabat dengan A.M. Fatwa dan Prof Mattulada Prof Usman pernah tinggal satun lamanya di Tanjung Bira, Bulukumba. Beliau pernah menulis artikel tentang Perahu Phinisi dari dekat. Ketika Phinisi sampai ke Vancouver, maka pesawat Induk Amerika menyambutnya dengan dentuman meriam. Demikian penghormatan orang barat terhadap karya luhur anak bangsa. Prof Usman Pelly betul- betul seorang professor yang mumpuni. Beliau terus berkhidmat untuk pengembangan keilmuan. Di usianya yang sudah senja, bekiau masih terus menulis dan rajin mengikuti seminar ilmiyah.

Tidak ada komentar: