Gallery

Rabu, 16 Maret 2016

Kewarisan Islam

Ilmu Fara'idh atau kewarisan Islam adaalh salah satu ilmu lenting dalam studi Islam. Hanya saja, pakar atau sarjana yang menekuni Hukum Kewarisan Islam ini sudah langka. Buku-buku kewarisan Islam juga tergolong buku langka. Dulu pernah terjadi perdebatan hangat dan menasional masa Prof Munawir Sjadzali menjadi Menteri Agama. Apalagi ketika beliau melemparkan wacana kewarisan Islam bagi wanita bisa satu banding satu. Artinya, seorang perempuan karena alasan dan kondisi tertentu bisa mendapatkan hak waris sama dengan anak laki- laki. Kala itu, perdebatan sengit terjadi di kalang para ulama. Pandangan Prof Hazairin juga kembali mencuat. Makalah dan sejumlah buku bermunculan bak jamur di musim hujan. Bahkan Prof Munawir juga dihujat dan dituduh macam- macam.
Kitab Sabil al Muhtadin karya alim al- 'allamah Syeikh Muhammad Arsyad al- Banjari juga mencuat. Dibahas dan dikaji. Bahkan ditulis ulang menjadi tulisan dengan huruf latin. Sebab, kitab Sabil al Muhtadin ini ditulis oleh pengarangnya dengan huruf Arab- Melayu ( pegon).
Sekarang ini, rasa-rasanya hukum kewarisan Islam hilang dari peredaran. Ada yang nyeletuk, bahwa kewarisan Islam atau Ilmu Fara'idh tidak menarik lagi. Sebab, harta warisnya sudah habis dibagi. Barangkali juga banyak orang tua yang menyelesaikan pembagian harta waris dengan cara hibah. Sehingga, putera-puteri mereka tidak saling iri. Para orang tua lebih pada melihat asas keadilan di antara anak- anak mereka. Barangkali juga karena kesadaran umat Islam terhadap hukum Ilsam sudah lebih memadai ketimbang kurun waktu sebelumnya. Bahwa dalam hal pembagian waris, kondisi Indoensia dan hukum keluarga bangsa Arab berbeda.
Pada umumnya di Arab, tanggungjawab utama ada pada anak laki- laki. Seumpama, seorang ayah meninggal, maka selurih tanggungjawab keluarga jatuh di pundak anak laki- laki terutama anak pertama. Tanggungjawab ini sampai mereka hidup mandiri. Jadi wajarlah kalau anak laki-laki mendapatkan dua kali lipat dari anak perempuan. Jadi terkait dengan beban keluarga yang harus mereka pikul.
Hal ini tentu tidak semua suku dan wilayah sama. Hukum keluarga termasuk hukum waris harus mempertimbangkan lokus tempusnya.
Dalam kaitan ini, Prof David Stevan Powers menulis buku yang cukup representatif. Judul bukunya: Studies in al- Qur'an and Hadith: The Formation of the Islamic Law of Inheritance. Buku ini juga sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan judul Peralihan Kekayaan dan Politik Kekuasaan, Kritik Historis Hukum Waris, (LKiS, 2001).
Buku ini ada banyak hal yang dikritik David Powers. Antara lain, bahwa hukum kewarisan Islam belum dipraktekkan pada masa Nabi shalla Allah 'alaih wa sallama dan para sahabatnya. Praktek hukum kewarisan Islam terjadi pada masa tabi'in.
Pujian, kritik dan bahkan gugatan banyak bermunculan.

Tidak ada komentar: