Gallery

Jumat, 14 Maret 2014

Gelar

Akhir-akhir ini, menyandang gelar akademik sepertinya sebagai prestise sosial. Ada banyak orang yang tegila-gila dengan gelar akademik tertenu. Bahkan Rhoma Irama, si raja dangdut juga mendapatkan gelar profesor dangdut dari sebuah perguruan tinggi dari Amerika Serikat. Saya tidak mengerti gejala apa ini, sehingga ada banyak orang tergila-gila dengan gelar akademik. Padahal, era sekarang adalah meritokrasi. Di mana seseorang dihargai dan ditakar berdasarkan kompetensi dan skill yang dimilikinya. Apakah ini adalah gejala masyarakat yang sedang sakit. Bahkan ada tokoh besar yang dengan gagahnya selalu menyandang gekar prof.Dr, padahal yang bersangkutan belum mendapatkan kedua gelar akademik tersebut. Memang, yang bersangkutan tidak pernah menulis namanya dengan kedua gelar tersebut, tetapi dengan "pembiaran" penulisan gelar tersebut berdampak pada asumsi masyarakat luas bahwa Ybs benar-benar telah memperoleh gelar akademik dimaksud. Secara finansial juga ybs telah mengambil manfaat yang tidak sedikit. Padahal, kalau seseorang telah memiliki kompetensi tinggi, sesungguhnya untuk apa lagi gelar akademik tersebut. Semestinyalah, bagi mereka yang tidak berkeringat dalam upaya memperolah gelar akademik, tidak perlu berani mencantumkan gelar akademik. Lha, tanpa gelar akademik pun tidak apa-apa. Mungkin karena terpengaruh oleh para caleg (calon legislatif) yang sering mencantumkan namanya di baliho agar tingkat elektabilitasnya semakin tinggi. Sehingga banyak orang yang tergila-gila dengan gelar. Ada lagi gelaja lain, sekelompok orang tergila-gila dengan gelar "ningrat" atau semacamnya. Gelar ratu, tubagus, roro, andi disematkannya pada namanya. Padahal, dulunya gelar kebangsawanan tersebut, sama sekali tidak terdengar dalam keluarganya. Gejala ini juga sungguh aneh. Masyarakat kita sudah tidak percaya kepada kompetensi? Atau lebih percaya kepada "asesoris" ketimbang hal-hal yang substansial?

Tidak ada komentar: