Selasa, 10 Desember 2013
Pembibitan Alumni
Sementara ini, Direktorat Pendidikan Tinggi Islam sedang menyelenggarakan program “Pembibitan Alumni”. Pembibitan alumni yang dulu dikenal dengan program “CADOS”, calon dosen. Dalam prakteknya, para alumni yang berprestasi mengikuti program bahasa selama 6 sampai 9 bulan secara intensif. Para instruktur dan pengajarnya biasanya native speaker. Orang asli atau orang barat asli. Mereka ini belajar bahasa Inggeris dan dalam ikatan dinas. Setelah mereka berhasil meningkatkan bahasanya dan kadar tertentu, mereka dipromosikan melanjutkan kuliah di luar negeri sesuai dengan minat dan kampus yang bersedia menerimanya.
Setelah mereka merampungkan kuliah, biasanya kembali lagi ke Indonesia untuk mengurus kepegawaiannya. Biasanya mereka disebar ke seluruh Indonesia, baik IAIN maupun STAIN. Berselang beberapa tahun kemudian, ada lagi di antara mereka yang melanjutkan kuliah keluar negeri.
Sekarang ini, pembibitan alumni diselenggarakan dengan waktu yang lebih singkat. Tiga bulan lamanya. Karena para calon peserta pembibitan sudah mengantongi skor Toefl yang rata-rata 500 ke atas. Jadi, diasumsikan mereka sudah mahir dalam bahasa Inggeris. Memang sekarang ini, persoalan bahasa sudah hal biasa. Anak-anak SD dan SMP apalagi SMA, bahasa adalah sesuatu yang lumrah. Sudah sangat biasa. Berbeda dengan dulu, kemahiran dan persyaratan bahasa menjadi sangat istimewa. Tidak banyak mahasiswa yang memiliki kecakapan berbahasa. Dari tidak banyak di antara mereka, lebih sedikit lagi yang memiliki akses untuk bisa kuliah keluar negeri.
Selama tiga bulan, peserta pembibitan diberi kursus bahasa Inggeris setiap harinya, dan orientasi budaya. Budaya akademik juga menjadi sangat penting. Sebab, academy culture di Barat dan Timur terdapat perbedaan yang menyolok. Timur biasanya mengandalkan tradisi hapalan. Barat mengandalkan analisis dan kritik. Timur sangat spiritual. Barat biasanya materialistik. Barat sangat ketat dalam hal pemanfaatan waktu. Timur ada toleransi, dan kadang-kadang tidak tepat waktu. Timur agak santai. Barat workaholic, gila kerja. Mereka bersantai pada saat weekend.
Selanjutnya, materi Cross-cultural-studies sangat penting. Persoalan budaya menjadi penting bagi peserta pembibitan. Persoalan budaya dapat menjadi kendala tersendiri dalam studi.
Dalam dua kali berinteraksi langsung dengan peserta pembibitan, dapat diringkas sebabagi berikut:
1. Mereka memiliki ekspektasi (harapan) yang besar untuk bisa keluar negeri. Kementerian Agama RI harus melakukan affirmative action dan komitmen agar mereka dapat terus berupaya untuk kuliah keluar negeri.
2. Komitmen dan tekad mereka terlihat pada kepatuhan dan ketaatannya mengikuti seluruh rangkaian jadwal dan program pembibitan.
3. Latar belakang mereka juga cukup beragam. Ada teknik informatika, keuangan dan akuntansi, bahasa inggeris, Islamic studies, dst.
4. Ketika salaman, mereka sudah langsung menyebutkan bahwa mereka mau ke Washington DC. Ada juga yang menyebut Jerman. Ada yang hendak ke Inggeris. Belanda. Saya guyon, kalau tidak mau dan tidak sanggup ke eropah dan Amerika, cari saja sekolah di Timur Leste. Kalau tidak mendapatkan ilmu, setidaknya sudah bisa berbahasa Portugis. Kalau lagi mujur, sangat boleh jadi mendapatkan isteri keturunan portugis.
Selamat, semoga calon pembibitan segera menggapai mimpi dan cita-citanya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar