Gallery

Minggu, 01 September 2013

Kebangkitan Hadhramy

Hadhramaut, Yaman adalah "surga" bagi minat santri, pelajar dan mahasiswa Indonesia untuk menuntut ilmu agama. Daya tarik tersebut disebabkan oleh hubungan antara Yaman (terutama Hadhramaut) dengan Indonesia sudah lama terjalin. Menurut penelitian Prof. L.W.C van der Berg ( Belanda), orang-orang Arab yang bermukim di nusantara umumnya berasal dari Hadhramaut. Sekarang ini menurut Prof. Said Aqil Husin al-Munawwar--mantan Menteri Agama-- ada sekitar lima jutaan warga Indonesia yang berketurunan Arab Hadhramaut. Di samping itu, tradisi keilmuan Islam di Yaman terutama di Tarim, Hadhramaut mirip dengan tradisi pesantren di Indonesia, seperti tradisi tahlilan, sema’an al-Qur’an, membaca ratib dan wirid-wirid tertentu. Mungkin itulah sebabnya, sehingga para Kyai di Indonesia mengirim putera-puterinya serta santrinya ke Yaman yang dari segi fiqih juga menganut fiqih Syafi’iyah. Para Kyai berkeyakinan bahwa dengan belajar di Yaman, tradisi keilmuan yang dikembangkan selama ini akan bisa berkesinambungan. Dari sini, Yaman berbeda dengan tradisi keilmuan di Mesir yang sangat terbuka dan liberal, sehingga semua aliran pemikiran dan mazhab diajarkan. Dr. Karel A. Steenbrink juga menulis tentang migrasi hadhramy di nusantara dalam bukunya: Beberapa Aspek Tentang Islam Indonesia Abad ke-19, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984)terutama peran tokoh-tokoh hadhramy dalam kebangkitan Islam Indonesia dan perjuangan tokoh-tokoh nasional dalam melawan penjajahan Belanda. Tesis yang paling anyar adalah Natalie Mobini Kesheh dalam disertasinya yang berjudul: The Hadrami Awakening Community and Identity in the Netherlands East Indies 1900-1942. Pertanyaan yang dijawab antara lain, bagaimana pencarian identitas kaum hadrami di Indonesia sepanjang sejarahnya. Adakah mereka tetap merasa sebagai seorang hadrami yang kebetulan hidup di Indonesia. Ataukah mereka adalah sudah meng-Indonesia, hanya kebetulan leluhurnya adalah hadrami. Bagaimana kiprah tokoh-tokoh hadrami seperti Abdurrahman Baswedan dalam kebangkitan Indonesia. dst. Lebih Jauh Dr. Anies Baswedan menjelaskan betapa besar peran hadrami dalam kebangkitan ilmu. Ia mencontohkan Ibnu Khaldun, seorang sejarawan dan sosiolog muslim yang kebetulan sebagai seorang hadrami yang migrasi ke Tunisia. Ibnu Khaldun lewat buku Muqaddimahnya mengubah cara pandang baru mengenai sejarah. Sejarah sebelum-sebelumnya menjadi kurang menarik karena bercampur-aduknya antara fakta dan mitos. Sehingga sejarah tidak dapat dijadikan sebagai alat yang ampuh untuk melihat masa sekarang, apalagi masa depan. Lewat Ibnu Khaldun, sejarah terpisah dari fakta dan mitos. Sejarah juga sudah berubah. Sudah dapat dijadikan alat untuk melihat masa sekarang dan masa depan. Saya teringat bahwa Mark Woordward yang juga sedang meneliti mengenai jaringan migrasi dan tempat-tempat hadhrami di seluruh dunia. Mark Woordward dikenal lewat disertasinya yang berjudul: Islam in Java : Normatif Piety and Mysticism In The Sultanate of Yogyakarta. Buku ini telah diterjemahkan oleh Hairus Salim HS dengan judul: Islam Jawa; Kesalehan Normatif versus Kebatinan, LKiS. Salah satu tokoh hadrami sekarang yang sedang "naik daun" adalah Dr. Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina, Jakarta.

Tidak ada komentar: