Gallery

Senin, 27 Juni 2016

Puasa: Ibadah Personal

Puasa itu adalah ibadah yang bersifat personal. Sehingga dampaknya juga dapat dirasakan secara sangat personal. Dengan puasa kita bisa lebih ikhlas, lebih tulus, dan menjadi lebih produktif. Puasa tergantung bagaimana kita memaknainya. Dalam kitab Ihya Ulum al-Din terdapat pembahasan tentang hati. Mengapa ketika kita shalat, kita sulit untuk berkonsentrasi. Padahal dengan shalat sebagai washilah, kita bisa terhubung dengan Tuhan. Inna al shalat tanha ' an al-fahsya wa al-munkar. Lalu, mengapa shalat tidak memberi manfaat dalam kehidupan. Para sufi memiliki pandangan tersendiri. Al-shalat mikraj al-mukmin. Shalat itu adalah mikrajnya orang beriman. Imam al-Ghazali mengupamakan hati seperti kotoran. Kalau ada kotoran, lalat tetap akan datang. Kita terus mengusir lalat tersebut. Lalat datang begitu saja sampai kotoran tersebut dihilangkan. Hanya hati yang bersihlah yang bisa menangkap signal-signal Tuhan. Hati yang bersihlah yang bisa merasakan dan sensitif terhadap penderitaan orang miskin. Dalam tradisi filsafat, manusia memiliki unsur lahut (sisi ilahiyah) dan nasut(jasmaniyah). Unsur nasut selama ini terlalu banyak mendapatkan perhatian. Padahal, kita juga memiliki potensi lahut. Ilahiyah. Man ' arafa nafsahu fa qad ' arafa rabbahu. Potensi lahut inilah yang bisa menangkap signal- signal ilahiyah. Puasa itu sesungguhnya untuk memenuhi unsur lahut, keilahian. Agar puasa kita dapat mencapai derajat taqwa (...la'allakum tattaqun). Kita berpuasa sesungguhnya untuk merasakan kehadiran Tuhan. Sebab Tuhan itu Omnipresent. Tuhan Maha Hadir. Itulah sebabnya, unsur lahut harus terus dilatih. Tuhan selalu bersama kita, di mana pun kita berada. Tuhan selalu berada di sisi kita. Puasa itu sifatnya sangat personal. Puasa sangat privat. Kita akan terbiasa dengan out put. Pasca puasalah kita bisa merasakan manfaat puasa itu. Bagaimana kita bisa merasakan kehadiran kita. Puasa ini sangat relevan dengan integritas. Hati kita itu terdiri dari tiga lapis menurut Prof Harun Nasution. Ada qalbun, ruhun, dan sirrun. Lapisan terluar adalah qalbun. Lapisan tengah adalah ruhun. Dan lapisan terdalam adalah sirrun. Sirrun tidak bisa berfungsi dengan baik kalau lapisan pertama dan tengah lagi kotor. Ibarat sebuah rumah: qalbun adalah pagar, ruhun adalah halaman rumah, dan sirrun adalah rumah itu sendiri. Lalu, bagaimana caranya membersihkan hati? Tentu dengan cara melaksanakan perintah Allah swt, dan menjauhi larangan. Kalau hati kotor, shalat dan ibadah kita hanyalah sebagai sebuah rutinitas. Inilah kelemahan umat Islam yang selama ini hanya melaksanakan ibadah sebagai rutinitas. Hanya mereka yang memiliki dedikasi yang tinggi yang bisa berkinerja tinggi. Inilah pokok- pokok pikiran yang disampaikan oleh Prof Kamaruddin Amin, M.A pada acara bimbingan mental Diktis, di hotel Salak, Bogor.

Tidak ada komentar: