Gallery

Minggu, 15 Januari 2017

Umrah-2

Umrah-2 Kami berihram dari Jeddah. Kami mandi ihram. Kemudian memakai pakaian ihram dan berniat untuk melakukan umrah karena Allah swt. Di tengah jalan, pak Sofyan, sopir banyak bercerita tentang suka duka masyarakat Arab. Pemerintahannya sangat ketat dalam menjalankan hukum terutama untuk penduduk asing. Sementara untuk masyarakat Saudi asli seperti hukum tumpul bagi mereka. Apalagi, bagi masyarakat yang tergolong tua. Mereka lebih banyak mengemukakan alasan kalau kebetulan melanggar disiplin. Bahwa saya lebih duluan hidup dari Anda, kilanya kalau ditegur. Kami memang butuh untuk bekerja di Jeddah, kata Sofyan. Dulu, sewaktu masih di Indonesia, saya kesulitan memberi uang sejumlah 500 ribu kepada orang tua. Sekarang sampai 2 juta pun sanggup mengirim uang kepada kedua orang tua perbulan. Sekarang pemerintahan Saudi Arabiyah menyuruh masyarakatnya untuk bekerja keras. Raja Salman memiliki kebijakan yang progresif. Sebab, orang Arab cenderung malas dan manja. Sekarang, akibat dari kebijakan tersebut, kita sudah melihat banyak anak muda arab yang rela menjadi pramusaji di restoran- restoran. Pemandangan yang sulit ditemukan pada masa-masa sebelumnya. Ada lagi yang menarik. Orang- orang Arab selama ini gemar memiliki banyak anak. Banyak anak berarti banyak rezeki. Setiap anak ada jaminan dari pemerintah. Dalam perbincangan informal, poligami di Saudi Arabiyah bukanlah persoalan tabu layaknya di Indonesia. Ada peristiwa yang menarik dan sekaligus miris. Ketika kami bercanda dengan perempuan- perempuan Arab. Begitu kita melemparkan humor dan ketahuan kita dari Indonesia, mereka langsung menyebut: Bogor, Puncak dan Indramayu. Sebagai orang Indonesia, sesungguhnya kita tersinggung. Sebab, bahasa tubuh mereka sepertinya merendahkan. Terbayang dalam benak saya, Bogor, Puncak dan Indramayu pastilah terkait dengan kawin mut'ah (kontrak) dan pengiriman tenaga kerja wanita. Semoga kita bisa mengirim tenaga kerja yang berskillfull agar bangsa kita bermartabat di luar negeri. Memang kita prihatin dengan nasib bangsa kita. Ada beberapa hal yang sulit dijelaskan. Seperti air aqua jauh lebih murah di Medinah daripada di Jakarta. Padahal, Saudi Arabia hanyalah negara dengan gurun pasir. Sumur Zam- Zam satu- satunya sumber air yang melimpah. Sementara Indonesia hampir 80 persen adalah laut. Dan semua daratannya memiliki sumber air yang melimpah. Ada apa dengan sumber air bersih yang demikian penting untuk hajat manusia, kok mahal. Apakah teknologi air bersih di Indonesia tidak canggih. Mengapa mahal? Saya belum bisa mendapatkan jawaban yang memuaskan. Selanjutnya, siapa pun yang melakukan perjalanan ke luar negeri lewat bandara di cengkareng atau bandara lainnya di tanah air, tiketnya rata- rata mahal. Tetapi, jika seseorang sedikit saja mau transit di bandara Kuala Lumpur, maka harga tiket menjadi miring. Harga tiket bisa didapatkan separoh harga lebih murah dari bandara Jakarta. Hampir semua penerbangan dengan berbagai maskapai internasional. Ini betul- betul mengherankan. Apakah negara ini masih salah urus. Mungkinkah pemerintah Malaysia memberi subsidi khusus untuk meningkatkan daya tarik negaranya agar menjadi destinasi internasional. Mengapa negara jiran selalu saja mengungguli kita? Apa yang salah dari cara kita berbangsa dan bernegara? Perlu revolusi mental.

Tidak ada komentar: