Rabu, 24 Juli 2013
Kaidah Tafsir
Prof. Dr. H.M. Quraish Shihab baru saja melaunching buku terbarunya: Kiadah Tafsir, syarat, ketentuan dan aturan yang patut anda ketahui dalam memahami ayat-ayat al-Qur'an, 2013. Buku ini tentu sangat menarik karena ditulis oleh seorang pakar yang mumpuni di bidangnya. Saya menduga bahwa buku ini merupakan kulminasi dari pengalaman intelektual Prof Quraish dalam mendalami dan mengajarkan studi al-Qur'an. Lebih istimewa lagi karena bagian terakhir buku ini dilengkapi dengan perdebatan mengenai hermeneutika. Belakangan para pengkaji studi al-Qur'an sedang "demam" hermeneutika. Prof. Quraish memaparkan makna, sejarah dan posisi hermeneutika itu. Kita tidak harus a priori dengan hermeneutika, tapi pada saat yang sama kita tetap harus kritis terhadapnya. Sebab, hermeneutika lahir di barat dimaksudkan sebagai pisau analisis untuk memahami Bibel. Bibel tidak "setara" dengan al-Qur'an. Bibel lebih pasnya dengan hadis Nabi. Bibel tentu ada banyak "masalah" dalam hal otentisitasnya karena ditulis belakangan. Bahkan menurut G.H.A Juynboll, pakar hadis kelahiran Belanda yang meskipun beliau sangat kritis terhadap hadis Nabi, tapi hadis lebih dapat dipercaya ketimbang Bibel. Hadis masih memakai sanad dan lafaz periwayatan. Sedang Bibel tidak.
Para ulama tafsir sedari awal sudah berupaya keras untuk selalu mengungkap makna-makna ayat al-Qur'an. Hanya saja, dalam hermeneutika, ada kecenderungan "menyalahkan" teks. Sedang dalam tafsir dan takwil tetap saja "mengagungkan" teks. Harus diingat bahwa jauh sebelum kaidah-kaidah gramatika bahasa Arab dirumuskan, al-Qur'an sudah diturunkan kepada umat Islam. Jadi, kalau terjadi pertentangan antara kaidah umum ilmu nahwu dengan ayat al-Qur'an, tentu bukan ayatnya yang "keliru", tapi ilmu nahwunya yang belum mampu mengungkap rahasia ayat al-Qur'an.
Ada banyak hal yang diungkap oleh Prof. Quraish dalam bukunya ini. Tentu saja beliau tetap memaparkan qawa'id al-tafsir--kaidah-kaidah tafsir-- sebagaimana yang lumrah dibahas oleh kitab 'ulum al-Qur'an klasik. Seperti al-Burhan fi 'ulum al-Qur'an, karya al-Zarkasyi, Manahil al-'Irfan,karya al-Zurqany, dan al-Itqan fi 'Ulum al-Quran, karya Imam Jalaluddin al-Suyuthy.
Prof. Quraish juga tetap mempertahankan syte beliau selama kalau membahas terma-terma tertentu, selalu mengikutkan makna-makna semantik sebuah kata. Seperti qa-la dan ka-lam. Qa-la artinya: berkata. Ka-lam bermakna berbicara. Kedua kata ini memiliki makna dasar bergerak dan bergetar. Kalau kita berbicara pasti ada getaran dan bergerak. Ka-lam, selanjutnya siapa pun yang berbicara pasti harus berhenti. Dengan menyebut Ka-lam, ketika kita menyebut mim, pasti berhenti karena mulut kita tertutup. Selamat membaca. Wa Allah a'lam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar