Gallery

Jumat, 30 September 2016

Hidup Bahagia

Hidup bahagia sangat ditentukan pada perspektif kita. Suatu hari saya menghadiri pertemuan dengan Fakultas Ushuluddin UIN SAS, Surabaya. Sebelum saya memasuki ruangan, saya sudah membayangkan wajah murung dan tidak bahagia para dosen tersebut. Barangkali, karena pengalaman berinteraksi dengan umumnya dosen Ushuluddin yang kurang mahasiswa, dan prodi-prodi yang dikembangkannya bukanlah prodi yang laris- manis seperti Ilmu Kedokteran, Keperawatan dan Psikologi. Beberapa menit kemudian, ternyata asumsi saya keliru. Ternyata para dosen yang saya temui adalah orang- orang yang menikmati kehidupan. Di antara mereka saling "melempar" humor. Setiap statement saya selalu "dibumbui" dengan humor- humor segar yang tentu " menghangatkan" suasana. Saya merasa, suasana waktu itu sangat cair. Suasananya friendly. Sangat bersahabat. Sejurus kemudian, saya mempersilakan mereka untuk menikmati coffee break. Ya, ada yang langsung nyeletuk. Mumpung kopinya masih aktual. Apa rahasinya? Rupanya mereka memiliki perspektif tersendiri dalam menjalani kehidupan ini. Ya perspektif. Bahwa setiap pengalaman dalam kehidupan haruslah memperkaya kehidupan. Bahwa pengalaman akan membuat kita lebih arif dan bertumbuh menjadi lebih dewasa. Kalau lagi memiliki banyak uang dan kelimpahan rezeki, perbanyaklah bersyukur. Sebaliknya, kalau lagi terhimpit kesulitan hidup, bersabarlah. al-Ghaniy al- syakur, wa al- faqir al- shabur, sabda Nabi shalla Allah 'alaih wa sallama. Perspektif. Pertanyaan berikutnya, apakah agama masih merupakan sumber kebahagiaan? Atau agama justeru mengekang kebebasan manusia. Mengapa "yang asyik- asyik itu" dilarang? Mengapa seni dan keindahan biasa berseberangan dengan kebaikan menurut (tokoh) agama. Mengapa rambut wanit harus ditutup. Mengapa wajah yang cantik juga harus disembunyikan. Mengapa tertawa dilarang? Saya teringat novel karya Umberto Eco, the Name of Rose. Bahwa petualangan dan detektif mencari misteri tewasnya para pembaca buku di sebuah perpustakaan tua. Setiap orang yang berhasil membuka lembaran tertentu pada buku tua itu, pasti berakhir dengan kematian. Why? Ternyata di dalam buku filsafat tersebut tertulis pendapat filosof Yunani, Aristoteles, bahwa dilarang tertawa. Apakh benar kehidupan dunia ini adalah penjara baginseorang beriman, dan surga bagi orang kafir. Hadis ini ditulis dan dibahas dalam kitab al- Fath al- Rabbany karya syeikh Abdul Qadir al- Jailany. Kitab ini memuat 62 bab yang berisi nasehat dan petuah- petuah agama agar manusia tetap di jalan yang benar. Yakni dengan cara bertasawuf tetapi tetap menjalankan syari'at. Khusus bab tadi memuat nasehat agar manusia tidak tergelincir dan terperdaya oleh tipu mushlihat dunia. Dunia itu penuh pesona. Dunia bahkan oleh para sufi ditamsilkan seperti ular. Ular lembut, tetapi harus hati- hati. Kalau sering bermain- main dengan ular berhati- hatilah sewaktu- waktu dapat mematokmu. Untuk hidup bahagia harus kembali kepada spiritualitas Islam yang sangat kaya itu. Jalaluddin Rumi lewat kitab al- Mathnawi al- Maknawi, Fihi ma Fihi, dst akan membuka jalan lebar untuk menggapai hidup bahagia yang sesungguhnya.

Tidak ada komentar: