Gallery

Jumat, 28 November 2014

Metakognisi

Menarik sekali membaca artikel Prof Rhenald Kasali yang berjudul: Metakognisi Nenek Fatimah. Nenek Fatimah di usia senja, 90 tahun digugat anak kandung dan menantunya sendiri. Tanah yang ditempatinya sekarang digugat satu milyard. Nenek Fatimah terpaksa diseret masuk di pengadilan. Sang menantu berujar bahwa ia hanya membutuhkan sebuah pengakuan. Nenek Fatimah sesungguhnya sudah membagi bagi hartanya. Hal ini sangat kontras dengan kelakuan dan ulah para anggota DPR yang sulit berbagi. Pertanyaannya kemudian, apa yang salah.Apa yang menimpa mereka. Bukankah semakin tinggi sekolah seseorang semestinya semakin bisa berbagi. Semakin tinggi kedudukan seseorang semestinya semakin bijall. Nyatanya tidak demikian. Kecerdasan kognitif tidak berbanding lurus dengan perilaku seseorang. Menurut Kasali, kematangan seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor usia. Tetapi juga faktor latihan dan pendidikan sedari muda. Kebijaksanaan seseorang diperoleh dari penghayatan dan refleksi terus menerus sepanjang hayat. Di sinilah pentingnya arti ilmu kehidupan. Masih Kasali, hitungan matematika tidak selamanya bisa diterapkan dalam kehidupan nyata. Kita perlu menimbang keadilan, empati, kekeluargaan, dst. Ini semua harus lewat pendidikan yang integratif. Kasali mencontohkan mahasiswa akuntan sambil membuat work sheet juga diajak melihat pergulatan rakyat kecil pengais sampah. Calon pengacara sambil mEganbaca pasal demi pasal KUHAP, mereka juga diajak untuk melihat derita keluarga narapidana. Pada akhir artikelnya, Kasali menulis:.....di atas hukum ada keadilan. di atas ilmu pengetahuan ada kebijaksanaan. Anak harimau yang kelaparan sekalipun tidak pernah menerkam ibunya. Politisi harus belajar ilmu kehidupan. Politisi harus belajar berbagi. Politisi dan kita semua para pendidik harus belajar hikmah atau kearifan. Agar hidup ini kita jalani secara lurus dan benar. Dalam bahasa Al. Quran, setiap peserta didik dalam proses belajar mengajar harus terlebih dahulu melakukan tazkiyat al.nafs. Penyucian jiwa. Pra kondisi tazkiyat al.nafs ini dimaksudkan untuk meningkatkan ketajaman nalar dan kesucian bathin. Orang yang bersih jiwanya akan memiliki kepekaaan sosial. Setelah proses tazkiyat, penyucian diri sudah benar, baru dimulai proses pembelajaran. Semoga pendidikan kita tidak hanya membereskan proses pendidikan kognitif. Tetapi juga proses metakognitif harus diperhatikan. Agar pendidikan kita bisa melahirkan manusia otentik.

Tidak ada komentar: