Gallery

Senin, 20 April 2020

Kyai Sholeh Darat: dan Tafsir Bahasa Jawa

Sekilas tentang Kyai Sholeh Darat. Nama lengkap beliau al-Alim al-'Allamah al-Syeikh Muhammad Sholeh ibn Umar al-Samarani al-Jawi al-Syafi' i. Beliau adalah sosok ulama besar Semarang, Jawa Tengah. Ayah beliau adalah Kyai Umar, seorang pejuang dan orang kepercayaan Pangeran Diponegoro di Jawa Bagian Utara, Semarang. Masih ada dua ulama kepercayaan Pangeran Diponegoro, yakni Kiyai Syada’ dan Kiai Murtadha Semarang. KH. Sholeh Darat, maha guru Raden Ajeng Kartini adalah pelopor tafsir Al-Qur’an terutama terjemah bahasa Jawa. R.A. Kartini muda adalah salah seorang santri Kiai Sholeh Darat. Kartini meminta Kiai Sholeh Darat agar surat al-Fatihah yang memiliki makna indah dan agung diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa agar masyarakat luas mengetahui makna dan pesan-pesan al-Qur’an. Bermula dari dialog singkat tersebut, dan argumentasi kritis Kartini, maka lahirlah al-Qur’an terjemah Bahasa Jawa yang menjadi kado pernikahan R.A. Kartini. Tradisi penerjemahan Al-Qur’an ke dalam Bahasa Jawa (daerah) terus dikembangkan oleh murid Kiai Sholeh Darat. Salah seorang di antaranya adalah Tafsir Anom V atau Tabshirul Anam dan Ki Bagus Ngarfah yang menulis terjemah Al-Qur’an berbahasa Jawa lengkap 30 juz. Patut dicatat, bahwa akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 terjadi perdebatan serius mengenai boleh tidaknya menerjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa ‘ajam (asing/ non Arab). Sayyid Usman, mufti Batavia dan kawan Dr Snouck Hurgronje, memberi fatwa haram menafsirkan/ menerjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa Jawa, bahkan dianggap dosa besar. Demikian sekelumit catatan Dr Nico Kaptein dalam karyanya: Islam, Colonialism, and the Modern Age in the Netherlands East Indies: A Biography of Sayyid 'Uthman, 1822-1914 (Leiden & Boston: Brill, 2014). Kiai Sholeh dikenal sebagai ulama yang anti kolonialisme Belanda. Dalam karyanya Minhāj al-Atqiyā’ , Kyai Sholeh Darat melarang santrinya untuk menjadi pegawai pemerintah Belanda. Sebab, hal itu sama saja membantu pemerintahan Belanda yang zalim ( khadim al-dzulmah). Kiai Sholeh berupaya membentengi kaum wanita dari perilaku amoral seperti gaya hidup orang Eropa yang gemar meminum arak. Upaya lainnya, Kyai Sholeh Darat menulis karya-karyanya dengan huruf arab pegon agar tidak dicurigai kompeni Belanda. Saya pikir, maha karya Kiai Sholeh Darat ini sangat penting untuk terus dipopulerkan dan dikembangkan. Bahwa sepanjang hidupnya, Kiai Sholeh Darat terus melakukan perlawanan kepada Belanda melalui tulisannya tentang teks-teks keagamaan, seperti beliau memfatwakan haram memakai jas, dasi, dan topi yang menyerupai pakaian (kafir) Belanda. Fatwa ini didasarkan pada hadis Nabi: Man tasyabbaha bi qaum-in fahuwa minhum (siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka). Kiai Sholeh Darat juga dikenal sebagai seorang ulama sufi. Hal ini sangat jelas terungkap dalam karyanya ini, Faid al-Rahman fi Turjuman Tafsir al-Kalam al-Malik al-Dayyan dan dalam bukunya tentang haji yang berjudul Kitab Manasik al-Hajj wa al-Umrah wa adab al-Ziyarah li Sayyid al-Mursalin. Kedua kitab ini sangat sarat dengan tafsir sufistik dan penjelasan hikmah haji dari aspek tasawuf. Konon, pelaksanaan ibadah haji bisa ditunaikan dengan cara "terbang". Karya Faidh al-Rahman sangat penting hadir sekarang ini. Seperti jamak diketahui, bahwa karya ini sarat dengan makna isyari ( makna asrar/rahasia atau makna bathin ayat-ayat suci al-Qur'an). Tentu saja, menafsirkan al-Qur'an dengan tafsir isyari harus berhati-hati, dan tidak sembarangan orang. Salah satu syaratnya adalah terlebih dahulu harus memahami makna dzahir ayat. Kyai Sholeh Darat mengingatkan hadis Nabi shalla Allah 'laih wa sallama:...man fassara al -Qur'an bi ra'yih fal-yabawwa' maq'adahu min al-nar..Siapa saja yang menafsirkan al-Qur'an dengan nalar ( hawa nafsunya), maka sesugguhnya ia sedang mempersiapkan tempatnya di neraka. Maksudnya, siapa saja yang menafsirkan al-Qur'an hanya berlandaskan hawa nafsunya, tidak berdasarkan hadis Nabi atau ijtihad ulama al-'arifin ( ahli makrifat), maka tempatnya di neraka. Kyai Sholeh Darat mencontohkan tafsir Q.S. al- Nazi'at (79) ayat 17. Idzhab ila Fir'aun innahu thagha. Ada yang menafsirkan kata Fir'aun sebagai hawa nafsu. Tentu penafsiran seperti ini yang tidak berdasarkan kaidah tafsir dan penalaran keilmuan serta tidak mempertimbangkan fakta-fakta historis, tidaklah dibenarkan. Ada lagi orang yang tidak menunaikan shalat karena berpatokan pada ayat Q.S. al- Ma'un...fa wail li al- mushallin...Neraka Wail bagi orang yang melaksanakan shalat. Tafsir seperti ini hanyalah perbuatan kufur zindiq, semoga Allah swt menjauhkan kita dari perbuatan demikian itu. Demikian, sekilar pandangan Kyai Sholeh Darat yang dituangkannya dalam Kata Pengantar Kitab Tafsirnya itu. Lebih jauh Kyai Sholeh Darat menjelaskan tafsir Isyari Q.S al-Baqarah ayat 26. Bahwasanya Allah swt tidak malu membuat sebuah tamsil/perumpamaan meskipun dari seekor nyamuk atau lalat atau lebah. Tamsil, metaforis seperti ini dicemooh orang-orang kafir. Padahal, lanjut Kyai Sholeh Darat perumpamaan seperti itu pastilah memiliki makna rahasia. Yakni kehidupan spiritual manusia sesungguhnya bisa seperti nyamuk. Semua manusia tidak takut hatinya mati pada saat mencari isi perut. Nyamuk, ketika kenyang mudah dilumpuhkan dan dibunuh, sedang ketika ia sedang lapar, maka akan mudah terbang tinggi. Walhasil, semoga hadirnya terjemah kitab Faid ar-Rahman yang merupakan terjemahan dari saudara Dr. Ali Fahrudin dan saudari Asmaul Hanik, SS. ini memberi manfaat yang luas bagi perkembangan kajian studi Al-Qur’an di Indonesia yang bercorak al-isyari (sufistik). Sebagaimana kita ketahui, bahwa corak tafsir sufistik ini sudah berkembang sejak zaman awal Islam, misalnya mufassir Syekh Sahl al-Tustari dengan karyanya yang berjudul: Tafsir al-Tustari, Muhyiddin ibn ‘Arabi karyanya Futuhat al- Makkiyyah, Abdul Karim al-Qusyairi karyanya Latha'if al-Isyarat. Di kalangan Syiah, karya tafsir isyari ini juga sangat dikenal dan merupakan corak tafsir yang tidak ada habis-habisnya dan sangat kaya. Hal ini dapat dilihat dalam karya Allamah Syaikh al-Islam Muhammad Baqir ibn Muhammad Taqi al-Majlisi (1027-1110 H) dengan judul Bihar al-Anwar al-Jami’atu li Durari Akhbar al-Ai'mmat al-Athhar, yang biasa disingkat dengan nama Tafsir Bihar al-Anwar yang terdiri dari 110 jilid. Semoga terjemah Faid al-Rahman karya Kyai Sholeh Darat ini bermanfaat adanya dan menjadi amal jariyah intelektual bagi penulisnya. Dengan karya ini pula, kita tersambung secara intelektual dengan khazanah intelektual 100 tahun yang lalu. Dan semoga masyarakat luas mendapatkan manfaat dan pencerahan darinya. Jakarta, November 2019 Dr. Muhammad Zain, MA

1 komentar:

bam dum tus mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.